Usai Vaksin, Perkuat Imun Tubuh dengan Imunomodulator

24 Agustus 2021 14:04 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tenaga kesehatan memberikan dosis vaksin corona saat vaksinasi di Holywings Gatot Subroto, Jakarta, Senin (2/8).  Foto: Dok. Holywings
zoom-in-whitePerbesar
Tenaga kesehatan memberikan dosis vaksin corona saat vaksinasi di Holywings Gatot Subroto, Jakarta, Senin (2/8). Foto: Dok. Holywings
Vaksin COVID-19 merupakan harapan bagi kita mendapatkan perlindungan dari virus corona. Walaupun, ia hanya salah satu dari berbagai cara kunci melawan virus corona. Para ahli mengingatkan orang yang sudah divaksin masih bisa tertular virus corona. Oleh karenanya tetap harus jaga kesehatan dan meningkatkan imun tubuh, supaya enggak sakit berat kalau-kalau "kecolongan" tertular virus ini.
Menjaga kesehatan dapat dilakukan di antaranya dengan memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan. Protokol kesehatan tersebut, bersama dengan mengurangi mobilitas dan menghindari kerumunan, adalah salah satu strategi dasar mitigasi pandemi yang umum dikenal sebagai 5M.
Meningkatkan imun tubuh sangat penting agar tidak mudah sakit. Sistem kekebalan tubuh manusia ibarat tentara. Mereka berperan untuk melawan semua jenis bahaya yang masuk. Ketika sistem imun tubuh lemah, maka ia tak bisa merespons atau mengatasi patogen jahat yang masuk ke dalam tubuh. Akibatnya, risiko mengalami gejala berat pun semakin tinggi.
Selain memenuhi kecukupan nutrisi, meningkatkan imun tubuh dapat dilakukan melalui suplemen imunomodulator. Imunomodulator merupakan bahan yang dapat memodulasi sistem imun tubuh. Ia berfungsi memperbaiki sistem imun dengan cara stimulasi (imunostimulan) atau menormalkan reaksi imun yang abnormal (imunosupresan). Tidak seperti immune booster yang tidak dapat dipakai dalam jangka panjang setiap harinya, imunomodulator aman untuk dikonsumsi setiap hari dalam jangka panjang.
Ilustrasi vaksin corona AstraZeneca. Foto: Yves Herman/REUTERS
Di Indonesia, imunomodulator dapat ditemukan salah satunya melalui produk minyak esensial Rhea Health Tone (RHT). Minyak esensial ini sudah mendapatkan izin BPOM dengan nama produk Health Tone pada 2 April 2020 dengan nomor registrasi TI204633151.
RHT terdiri dari enam bahan essential oil, yakni Gardenia jasminoides oleum 1.8 mg, Commiphora myrrha oleum 1.8 mg, Boswellia serrata oleum 1.8 mg, Daucus carota oleum 1.8 mg, Foeniculum vulgarae oleum 1.8 mg, dan Olea europaea oleum (Olive oil) 0.99 ml.
“Formula yang terkandung di dalamnya membantu tubuh untuk melakukan proses perbaikan jaringan atau sel yang rusak, atau bahasa awamnya regenerasi sel," ungkap Dr. Haig Babikian, Direktur PT Rhea Pharmaceutical Science, dalam program To The Point di kumparan beberapa waktu lalu.
"Di dalamnya terkandung 6 essential oil yang jelas memiliki fungsi dan khasiatnya masing-masing seperti antioksidan, anti-bacterial effect, dan sebagainya. Kami percaya beberapa khasiat yang terkandung dalam tiap essential oil tersebut dapat membantu kita menangkal ancaman zat karsinogenik dan polutan," lanjut dia.
Dr. Babikian menekankan bahwa suplemen RHT bukan bersifat menyembuhkan pasien COVID-19. Dia menyebut RHT lebih tepat disebut penunjang kesehatan yang dapat dikonsumsi harian dan pencegah gejala parah untuk pasien COVID-19.
“RHT dapat memberikan proteksi dan manfaat untuk masyarakat luas dalam menjaga sistem imunnya. Untuk para tenaga kesehatan dapat mengandalkan RHT untuk mencegah dan lebih aman dalam menjalankan tugas. Dan untuk pasien agar gejala tidak bertambah berat dan mempercepat tingkat recovery,” kata Dr. Babikian, saat dihubungi kumparan April 2021.

Uji klinis RHT: Terbukti bikin cepat rawat pasien corona

RHT sendiri tengah melalui tahap uji klinis di tiga rumah sakit, yakni Rumah Sakit Hasan Sadikin di Bandung, RSD Wisma Atlet dan RSUP Persahabatan di Jakarta.
Dalam data tahap awal, para peneliti di Rumah Sakit Hasan Sadikin menemukan bahwa pasien corona yang diberi RHT memiliki waktu perawatan yang lebih cepat ketimbang pasien yang tidak diberikan RHT.
“Kita melihat pada hari ke-7 dan ke-10, ternyata grup yang menggunakan RHT mempunyai jumlah pasien yang menjadi negatif (COVID-19) lebih banyak daripada grup yang tidak menggunakan RHT,” kata Prof. Keri Lestari, Guru Besar Bidang Farmakologi dan Farmasi Klinik Universitas Padjadjaran (Unpad) sekaligus peneliti uji klinis RHT di RS Hasan Sadikin, kepada kumparan April lalu.
Prof. Keri menyebut bahwa uji klinis di RS Hasan Sadikin melibatkan 120 relawan dan dimulai pada Februari 2021. Uji klinis ini menggunakan metode randomize control trial. Artinya, pasien COVID-19 akan dibagi dua dan RHT diberikan kepada mereka secara acak.
Melalui cara ini, peneliti hendak melihat manfaat apa yang dibawa RHT dan efek samping apa yang ditimbulkan.
“Uji klinis ini adalah sifatnya untuk mengkonfirmasi efek dari yang kita klaim. Jadi, berdasarkan uji klinis ini, baik itu efficacy-nya atau efeknya, atau kemanfaatan maupun efek sampingnya, serta hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan obat ini, sudah melalui telaah mendalam kepada relawan manusia,” kata Prof. Keri.
Rhea Health Tone. Foto: Rhea Pharmaceutical Sciences
Sementara uji klinis RHT di RSUP Persahabatan, Jakarta, baru dimulai pada awal April 2021 karena membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan izin dari BPOM sehingga uji klinis sedikit terlambat.
“Kenapa terlambat? Karena banyak target sasaran yang mendapatkan RHT, ternyata sudah divaksin, padahal kita menargetkan RHT ini untuk preventif, untuk mencegah tenaga kesehatan terinfeksi oleh COVID-19 atau menjadi sakit,” kata Dr. Erlina Burhan, Dokter Spesialis Paru di RSUP Persahabatan, Rabu (14/4).
Untuk menggelar uji coba ini, RSUP Persahabatan menggandeng para petugas kesehatan yang tidak bisa divaksin di batch pertama karena masalah komorbid, seperti hipertensi, gula darah tidak terkontrol, dan penyakit lain. Per April 2021, mereka telah mendapatkan 25 relawan uji coba dari total target 90 relawan.
Erlina mengatakan, sejauh ini mereka yang diberikan RHT tidak mengalami efek samping dan kondisi para relawan ada dalam keadaan baik. Nantinya, setelah target subjek penelitian telah terpenuhi, tim akan mulai melakukan analisis ihwal seberapa besar pengaruh RHT dalam memberikan proteksi perlindungan pada individu agar tidak terserang COVID-19.