Virus Baru Ditemukan di China: Menular Lewat Kutu, Bisa Pengaruhi Otak Manusia

12 September 2024 10:56 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kutu. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kutu. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Para peneliti di China telah menemukan virus baru yang ditularkan oleh kutu ke manusia. Virus baru ini disebut bisa menyebabkan penyakit neurologis.
ADVERTISEMENT
Wetland virus (WELV), pertama kali terdeteksi pada seorang pasien rumah sakit yang dirawat di kota Jinzhou pada Juni 2019, menurut studi baru yang dilaporkan di The New England Journal of Medicine pada Rabu (4/9).
Pria berusia 61 tahun itu mengalami demam, sakit kepala, dan muntah. Gejala muncul lima hari setelah mengunjungi sebuah taman di lahan basah di Mongolia Dalam, wilayah otonom China utara. Di rumah sakit, ia memberi tahu dokter bahwa dirinya digigit kutu saat mengunjungi taman tersebut. Dokter kemudian memberinya obat antibiotik. Namun, gejala yang dialami tak kunjung reda. Ini menunjukkan bahwa infeksi tidak disebabkan oleh bakteri, tapi kemungkinan virus.
Analisis DNA dan RNA dalam darah pasien mengungkap adanya orthonairovirus yang belum pernah ditemukan sebelumnya. Orthonaurovirus adalah jenis virus yang dibawa oleh kutu. Contoh lain dari virus ini termasuk virus penyebab demam berdarah Krimea-Kongo, penyakit langka dan mematikan yang ditularkan melalui gigitan kutu ke manusia dan menyebar lewat paparan cairan tubuh orang terinfeksi.
ADVERTISEMENT
Guna penyelidikan lebih lanjut, para peneliti mencari sumber virus pada kutu dan hewan dengan mendatangi China utara. Mereka juga mencarinya di taman lahan basah yang dikunjungi si pria.
Mereka mengumpulkan hampir 14.600 kutu dan membaginya dalam beberapa kelompok berdasarkan lokasi dan spesies sehingga dapat dianalisis secara berkelompok. Sekitar 2% dari kelompok tersebut dinyatakan positif mengandung materi genetik WELV. Lima spesies kutu dapat membawa virus WELV, di mana spesies kutu Haemaphysalis concinna paling sering dinyatakan positif membawa WELV.
Ilustrasi saraf otak. Foto: Axel_Kock/Shutterstock
WELV juga terdeteksi pada sebagian kecil domba, kuda, dan babi yang diteliti, serta beberapa hewan pengerat yang disebut Transbaikal zokor (Myospalax psilurus). Materi genetik WELV tidak ditemukan pada anjing atau sapi, tapi beberapa hewan ini membawa antibodi virus tersebut. Ini tandanya, sistem kekebalan tubuh mereka pada satu waktu telah membentuk pertahanan terhadap WELV.
ADVERTISEMENT
Tim juga menganalisis darah dari penjaga hutan setempat. Peneliti menemukan 12 dari 640 sampel mengandung antibodi virus WELV. Selain itu, mereka juga melakukan skrining virus di empat rumah sakit di timur laut China.
Peneliti menguji virus WELV pada ratusan pasien yang mengalami demam dalam waktu satu bulan setelah digigit kutu. Hasilnya, 20 pasien dinyatakan positif WELV dengan rincian 3 pasien terinfeksi penyakit lain yang ditularkan oleh kutu secara bersamaan, sementara 17 pasien lainnya hanya terinfeksi WELV.
Mereka yang terinfeksi WELV memiliki gejala umum, seperti demam, pusing, sakit kepala, malaise, dan nyeri punggung, serta mual, muntah, dan diare. Hasil laboratorium menunjukkan tanda-tanda kerusakan jaringan dan pembekuan darah pada banyak pasien.
Satu pasien yang terinfeksi WELV mengalami koma. Pasien tersebut memiliki konsentrasi sel darah putih yang tinggi dalam cairan yang mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang. Beruntung, dengan pengobatan yang tepat, semua pasien dapat pulih dan dipulangkan setelah 4 hingga 14 hari dirawat.
ADVERTISEMENT
Ketika para peneliti mencoba menyuntikkan WELV ke tikus di laboratorium, mereka menemukan bahwa virus dapat menyebabkan infeksi mematikan yang menyebar ke banyak organ, termasuk otak. Temuan ini mendukung gagasan bahwa WELV dapat menyebabkan infeksi serius pada sistem saraf.
“Secara keseluruhan, data ini menunjukkan bahwa orthonairovirus yang baru ditemukan, WELV, bersifat patogen bagi manusia dan bisa menular antara manusia, kutu, dan berbagai hewan di wilayah timur laut China,” papar peneliti sebagaimana dikutip Live Science.
“Meningkatkan pengawasan dan deteksi terhadap orthonairovirus yang baru muncul akan memungkinkan pemahaman yang lebih baik tentang dampak virus ini terhadap kesehatan manusia.”