Virus Corona Bisa Rusak Sel Otak dan Bikin 'Pembuluh Darah Hantu'

26 Oktober 2021 7:14 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi otak manusia. Foto: pixabay/TheDigitalArtist
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi otak manusia. Foto: pixabay/TheDigitalArtist
ADVERTISEMENT
Para ilmuwan Eropa menemukan bahwa virus corona SARS-CoV-2 dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah dan sel di otak. Temuan ini menggarisbawahi potensi gangguan kesehatan yang mungkin dialami oleh mantan pasien COVID-19.
ADVERTISEMENT
Dalam sebuah artikel ilmiah di jurnal Nature Neuroscience yang dipublikasi pada 21 Oktober 2021, para peneliti internasional dari Prancis, Spanyol, dan Jerman mengamati otak dari 17 pasien COVID-19 yang telah meninggal. Sebagai perbandingan, para peneliti juga mengamati otak dari 23 mayat yang tidak terinfeksi COVID-19 serta otak dari tikus dan hamster yang diinfeksi virus corona.
Hasil penyelidikan itu mengungkap bahwa virus corona dapat membunuh sel-sel di sekitar otak yang dikenal sebagai sel endotel. Ia berfungsi untuk melindungi otak kecil dan memfasilitasi aliran darah.
Pada akhirnya, kerusakan sel endotel membuat daerah otak kecil kekurangan oksigen dan glukosa. Kerusakan ini menimbulkan ‘pembuluh darah hantu’, di mana darah tak lagi mengalir di dalamnya.
ADVERTISEMENT
"Darah memasuki daerah otak yang biasanya tidak melihat molekul meninggalkan aliran darah," kata rekan penulis laporan Vincent Prévot, dari pusat penelitian Inserm di Lille, kepada Radio France Internationale.
Temuan ini pun menimbulkan pertanyaan terkait apakah pasien COVID-19 bakal mengalami gangguan otak di kemudian hari. Penelitian sebelumnya telah mengungkap bahwa sekitar 84 persen pasien COVID-19 menderita gejala neurologis, anosmia (kehilangan indra perasa atau penciuman), serangan epilepsi, stroke, kehilangan kesadaran, dan kebingungan.
“Pada banyak pasien dengan COVID-19, gejala neurologis dan psikiatris terjadi selama penyakit akut dan menentukan sindrom pasca-akut,” kata para peneliti dalam laporannya.
“Di sini, kami menunjukkan patologi mikrovaskular di otak pasien yang terinfeksi SARS-CoV-2 yang kemungkinan menjelaskan tanda dan gejala, meskipun efek sistemik, termasuk kegagalan pernapasan dan pelepasan sitokin, dapat berkontribusi pada gejala SSP (infeksi susunan saraf pusat),” sambung mereka.
ADVERTISEMENT
Para ahli memang sebelumnya telah mewanti-wanti risiko kesehatan jangka panjang—atau biasa dikenal sebagai Long COVID—jika terinfeksi COVID-19. Virus corona juga bukan satu-satunya pandemi yang menyebabkan gangguan bagi penderitanya meski sudah sembuh.
Sebagai contoh, pandemi flu Spanyol pada awal abad ke-20 menyebabkan penyintasnya kemungkinan lebih besar terkena penyakit neurodegeneratif seperti Parkinson di kemudian hari.
Masalahnya, virus corona dan COVID-19 adalah penyakit baru bagi manusia. Masih banyak pertanyaan yang belum terjawab dan akan membutuhkan waktu dan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkannya.
Sebagai contoh, hingga saat ini para peneliti belum mengetahui secara pasti apakah kerusakan pembuluh darah dan sel di otak penyintas COVID-19 dapat menyebabkan kematian. Selain itu, sulit untuk mengetahui apakah sel-sel otak secara khusus rusak ketika seseorang tertular COVID-19.
ADVERTISEMENT
Yang jelas, studi terbaru di jurnal Nature Neuroscience menegaskan bahwa COVID-19 bisa menjadi masalah bagi otak untuk pasien yang mengalami gejala parah. Namun, bagi orang-orang yang memiliki gejala yang lebih ringan, tidak ada yang pasti.
"Untuk mengetahuinya, kami harus mengambil sampel darah setiap 10 menit selama seminggu untuk mengukur ada tidaknya virus dalam darah," kata Prévot. "Sayangnya, ini tidak mudah dilakukan."
* * *
Ikuti survei kumparan Tekno & Sains dan menangi e-voucher senilai total Rp 3 juta. Isi surveinya sekarang di kum.pr/surveiteknosains