Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Erlina Burhan, dokter spesialis paru-paru, bercerita akhir-akhir ini pasiennya di RSUP Persahabatan Jakarta Timur kerap cemas berlebih. Begitu kena batuk pilek, mereka langsung ke rumah sakit dan mengaitkan gejala-gelaja sakitnya dengan virus corona . Padahal, setelah dicek, itu cuma flu biasa.
Kekhawatiran tertular novel coronavirus—jenis baru virus corona yang belum teridentifikasi—kini dimiliki hampir semua orang, termasuk masyarakat Indonesia. Pun meski virus tersebut belum terdeteksi masuk ke Indonesia.
Seolah mencegah lebih baik daripada mengobati, orang-orang memborong segala jenis masker hingga masker naik gila-gilaan. Sampai-sampai ekonom INDEF Bhima Yudhistira mengatakan, “Yang dapat untung (dari wabah corona) itu cuma sektor medis—yang jualan obat, masker, alat-alat kesehatan, dan suplemen makanan. Jadi saat kebanyakan saham rontok, saham farmasi malah naik.”
Saking takut terjangkiti, karantina warga Indonesia yang dievakuasi dari Wuhan—kota sumber persebaran novel coronavirus—di Natuna sempat ditolak dan didemo oleh penduduk lokal. Pemerintah pusat diminta menjamin kesehatan warga Natuna, dan menyediakan psikiater bagi warga karena mental mereka drop.
Untuk menjamin semua lancar, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dan timnya pun untuk sementara akan berkantor di Natuna, Kepulauan Riau.
Pokoknya, corona jadi momok di mana-mana. Gara-garanya, orang-orang memilih membatalkan jalan-jalan ke luar negeri meski traveling terhitung amat digemari.
Semua penerbangan dari dan ke China pun dihentikan. Yang terpikir oleh masyarakat kira-kira, “Siapa mau bepergian kalau pulang bawa penyakit—bahkan bisa terancam mati?”
Kenapa kita harus takut dengan novel coronavirus yang juga populer disebut Wuhan coronavirus itu?
Tentu ada alasan penting yang membuat kita semua jadi ekstra hati-hati menjaga kesehatan belakangan ini.
Bagi Anda yang masih meraba-raba informasi soal virus corona yang satu ini, kumparan merangkumkan perbincangan dengan Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Prof. dr. Amin Soebandrio, peneliti mikrobiologi LIPI Sugiyono Saputra, dokter mikrobiologi UI Fera Ibrahim, dan dokter spesialis paru-paru RSUP Persahabatan Erlina Burhan.
Novel coronavirus adalah…
Ini jenis terbaru virus corona yang belum teridentifikasi. Ia masuk ke dalam rumpun keluarga virus corona (ya, virus juga punya keluarga) yang jenisnya berjumlah sekitar 200-an—dan masih terus berevolusi kian beragam hingga kini.
Novel coronavirus belum pernah ditemukan pada manusia sebelum ini (maksudnya sebelum wabahnya merebak kali pertama di Wuhan pada Desember 2019). Kini di awal 2020, tercatat ada 7 virus corona yang dapat menginfeksi manusia, termasuk novel coronavirus (2019-nCoV).
Apa contoh virus corona yang lain?
Yang paling terkenal sebelum novel coronavirus saat ini adalah SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) dan MERS (Middle East Respiratory Syndrome). SARS pertama kali merebak di Guandong, China, pada November 2002, dan menewaskan 774 orang di 26 negara. Sedangkan MERS pertama kali muncul pada Juli 2013 di Uni Emirat Arab, dan di kemudian hari menewaskan 862 orang.
Jadi begini, corona ini jenis virus yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan. Sewaktu masih berada di tubuh hewan, ia bernama virus corona. Namun begitu berpindah ke manusia, ia bermutasi—mengalami perubahan material genetik—sehingga tak lagi sama persis dengan virus aslinya.
Bermutasi seperti mutan? Jadi ia virus mutan?
Ya, mungkin bisa dibilang begitu. SARS, MERS, dan novel coronavirus memang hasil mutasi dari virus corona. Tapi mutasi tak selalu berbahaya. Ia bisa buruk, bisa juga tidak.
Yang sekarang mewabah, novel coronavirus, itu karakteristiknya seperti apa?
Sebagaimana virus lain, 2019-nCoV butuh reseptor atau inang untuk dapat menginfeksi manusia (Pernah nonton film Venom, nggak? Dia selalu butuh inang. Cuma nCoV ini ya bukan alien, tapi virus).
Nah, jika suatu virus sudah masuk ke dalam sel, dia akan hidup dan dapat memperbanyak diri alias berkembang biak layaknya makhluk hidup lain.
2019-nCoV dinamai “corona” karena punya tonjolan-tonjolan runcing seperti mahkota. Tonjolan itu bukan hiasan, tapi punya fungsi vital. Dengan tonjolan itu, virus menempel lekat pada sel reseptor untuk kemudian masuk semakin dalam, dan akhir bereplikasi membentuk partikel-partikel virus baru.
Sekarang pertanyaan penting: gejala spesifik terserang novel coronavirus itu apa? Katanya kan demam, batuk, pilek. Waduh, kalau macam itu sih saya juga sering.
Memang, menurut WHO (World Health Organization), mayoritas penderita 2019-nCoV mengalami demam dengan suhu di atas 38 derajat Celcius, batuk, pilek, nyeri tenggorokan, dan sesak napas. Gejala-gejala itu diperkirakan muncul antara 2 sampai 14 hari setelah terinfeksi.
Masalahnya, berdasarkan perkembangan terbaru, sebagian penderita justru tidak menunjukkan gejala apa pun. Ini tentu jadi menyulitkan proses pendeteksian.
Begini, bisa saja seseorang tidak demam, namun dia membawa virus itu di tubuhnya (carrier). Ia bahkan mungkin saja tak sakit karena punya daya tahan tubuh bagus. Namun ketika ia bertemu orang lain dengan daya tahan tubuh lemah, virus tersebut bisa menulari orang tersebut, meski tak “menyakiti” orang yang semula menjadi carrier-nya.
Untuk amannya, kita bisa ikuti saran Kementerian Kesehatan RI. Kemkes menasihatkan bagi kita yang pernah berkunjung ke China beberapa waktu terakhir, lalu mengalami gejala-gejala umum di atas, untuk segera memeriksakan diri ke rumah sakit terdekat.
Jadi kalau tidak pernah ke China aman?
Tidak juga. Transmisi atau penularan virus bisa terjadi di mana saja. Ada sejumlah penderita di beberapa negara yang tidak pernah ke China, namun terjangkit novel coronavirus. Mereka antara lain di Amerika Serikat, Jepang, Vietnam, Thailand, Taiwan, Jerman, dan Prancis. Dalam kasus itu, bisa jadi orang-orang tersebut bersinggungan dengan orang lain yang menjadi carrier novel coronavirus.
Ngeri juga, ya...
Begitulah. Sebaik-baiknya upaya kita adalah tetap waspada dengan menjaga kebersihan serta kesehatan.
Katanya novel coronavirus berasal dari kelelawar?
WHO belum mengetahui persis sumber penyebarannya. Namun, virus ini memang jamak ditemukan di berbagai spesies hewan seperti kelelawar, ular, unta, kucing, dan sapi.
Otoritas kesehatan China semula menduga novel coronavirus berasal dari pasar ikan dan hewan liar di kota Wuhan, Provinsi Hubei. Tapi begini, meski virus corona ditemukan di hewan, ia tak serta-merta dapat langsung menular ke manusia.
WHO menyatakan, belum ada bukti bahwa virus itu menyebar langsung dari hewan ke manusia. Kemudian, sebagian besar pasien Wuhan Coronavirus ternyata tak pernah mendatangi pasar ikan. Mereka juga tak melakukan kontak dengan hewan liar. Bisa jadi mereka terjangkit dari penularan antar-manusia.
Jadi harus ada penelitian lebih lanjut soal itu. Tak bisa langsung disimpulkan.
Lalu bagaimana novel coronavirus menginfeksi manusia?
Berbagai macam organ tubuh manusia itu bisa jadi reseptor novel coronavirus. Mulai dari paru-paru, lambung, usus besar, kulit, limpa, ginjal, hati, sampai otak. Namun, 2019-nCoV lebih banyak hidup di sel paru-paru dan usus. Itu sebabnya mayoritas pengidapnya mengalami infeksi saluran pernapasan akut dan kadang disertai diare.
Kapan obat atau vaksin Wuhan coronavirus tersedia di pasaran?
Ini pertanyaan sulit, sebab sampai sekarang belum ada obat maupun vaksin untuk novel coronavirus. Bahkan, menurut WHO, pengembangan vaksin untuk wabah baru bisa memakan waktu beberapa tahun. Jadi untuk saat ini, yang paling baik adalah menjaga diri agar tak terjangkit.
Sungguh tak solutif, ya…
Hidup memang kadang begitu. Tak semua hal tersedia jawabannya seketika. Semua butuh proses. Semoga yang satu ini bisa cepat.
Jadi bagaimana supaya terhindar dari virus corona?
Minimal kita bisa menerapkan rekomendasi WHO:
Oh ya, ada satu tambahan dari dr. Fera Ibrahim. Ia bilang, cairan disinfektan dan sinar matahari juga membantu menonaktifkan virus.
Kalau sudah terjangkit novel coronavirus, bisa sembuh tidak?
Sepertinya bisa. Sejauh ini pemerintah China mengklaim bahwa 300 lebih pasien 2019-nCov mereka berhasil sembuh.
Dalam pencatatan John Hopkins Center for Systems Science and Engineering yang datanya antara lain berasal dari WHO dan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit di AS (CDC), terdapat 486 orang yang per 3 Februari 2020 dapat pulih dari novel coronavirus. Mayoritas merupakan pasien China, namun beberapa dari luar China—5 di Thailand, 2 di Australia, 1 di Jepang, dan 1 di Vietnam.
Wah, semoga makin banyak yang sembuh…
Amin.
Sejauh mana novel coronavirus telah menyebar?
Per 3 Februari 2020, novel coronavirus menjangkau 27 negara dengan total korban terinfeksi lebih dari 17.000 orang, dan korban meninggal 362 orang. Persebaran virus ini dapat dipantau real time di sini .
Artinya kita benar-benar harus siaga, ya?
Tentu. WHO pun telah menetapkan darurat kesehatan global untuk wabah novel coronavirus. Ini penting supaya negara-negara di dunia dapat bekerja sama mengatasinya.
Novel coronavirus belum masuk Indonesia, kan?
Sejauh ini belum ada kasus novel coronavirus yang terkonfirmasi di Indonesia. Beberapa warga negara China di Indonesia yang sebelumnya diduga terinfeksi, telah dinyatakan negatif corona. Belum ada pula warga negara Indonesia di China yang dinyatakan terjangkit.
Kini pemerintah Indonesia telah mengevakuasi WNI dari Wuhan. Menurut Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi, 241 WNI itu dalam kondisi sehat. Mereka akan dikarantina di Natuna selama dua pekan.
Rumah sakit mana saja di Indonesia yang disiagakan untuk menangani kasus n-Cov?
Kemkes telah menyiapkan 100 rumah sakit rujukan untuk pencegahan dan penanganan penderita virus corona . Menurut Kemkes, keseratus rumah sakit itu punya fasilitas kesehatan lengkap. Rumah sakit-rumah sakit itu dulu juga digunakan untuk menangani kasus flu burung dan MERS.