Virus Raksasa Ditemukan, Hidup di Tempat Terdalam Bumi

27 Juli 2021 11:39 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi virus. Foto: Maulana Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi virus. Foto: Maulana Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Tim peneliti China berhasil menemukan virus raksasa di Bumi. Virus ini, yang berasal dari kelompok genus mimivirus, ditemukan para ilmuwan selama penjelajahan di tempat terdalam Bumi, Palung Mariana.
ADVERTISEMENT
Temuan virus raksasa ini telah dipublikasi dalam jurnal ilmiah Genome Biology pada 13 Juli 2021 dan Genes pada 29 Juni 2021. Dalam laporannya, peneliti mengungkap kumpulan virus pertama yang diketahui manusia dan diambil dari zona hadal, wilayah terdalam di samudra dengan kedalaman 11.000 m, yang ada di Palung Mariana.
Para peneliti menjelaskan, upaya untuk mendapatkan sampel virus dari laut terdalam di Bumi sempat gagal karena tantangan teknis yang ekstrem. Namun, sampel sedimen yang dikumpulkan lima tahun lalu oleh kapal penelitian canggih bernama Zhang Jian sudah cukup bagi tim untuk menyelidiki virus dan mikroorganisme apa saja yang hidup di Palung Mariana.
Analisis dari sedimen yang dilakukan para peneliti mengungkap keberadaan genom dari 15 jenis virus yang berbeda dan lebih dari 100 jenis dari mikroorganisme lain. Para peneliti juga mengangkat lebih dari 2.000 jenis mikroorganisme di lingkungan laboratorium bertekanan tinggi.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, virus dan mikroorganisme yang ditemukan telah mati dan tak bisa dihidupkan kembali.
Ilustrasi lokasi Palung Mariana. Foto: Dcfleck via Wikimedia Commons (CC BY 2.5)
"Struktur biosfer penuh dan eksplorasi fungsional komunitas mikroba di Challenger Deep of the Mariana Trench, zona hadal terdalam yang diketahui di Bumi, tertinggal jauh di belakang alam laut lainnya," tulis tim ilmuwan dalam laporannya.
"Selain peningkatan tekanan hidrostatik (60-110 MPa), lingkungan palung dicirikan sebagai suhu hampir beku, kegelapan total, ketersediaan nutrisi yang buruk, dan isolasi dalam topografi."
Salah satu temuan menarik yang didapatkan peneliti dalam sampel sedimen dasar laut adalah keberadaan mimivirus. Ini merupakan kelompok virus yang umumnya berukuran lebih besar ketimbang virus lain di dunia.
Menurut laporan South China Morning Post, mimivirus dikira sebagai bakteri ketika para peneliti pertama kali melihatnya selama wabah pneumonia pada 1992.
Mimivirus (paling besar) dengan dua virofag Sputnik (ditandai dengan panah) pada 2019. Foto: Sarah Duponchel and Matthias G. Fischer via Wikimedia Commons (CC BY SA 4.0)
Mimivirus punya karakteristik serat berbulu dan tubuh besar bisa mencapai 700 nanometer. Kadang-kadang, saking besarnya virus ini, para peneliti dapat melihatnya dengan mata telanjang.
ADVERTISEMENT
Tim ilmuwan China menjelaskan dalam laporannya, bahwa 4,16 persen dari total populasi virus yang ada di sampel dasar laut merupakan mimivirus. Bagaimanapun, mereka tak dapat melihat mimivirus di sampel sedimen mereka karena jumlahnya sedikit.
Namun, mereka menjelaskan bahwa penemuan memberikan wawasan baru soal virus aneh yang masih sedikit diketahui ini.

Apa itu mimivirus? Virus terbesar di dunia

Mimivirus telah menarik perhatian ilmuwan sejak awal identifikasinya. Popularitas virus tersebut muncul bukan hanya karena ukurannya yang jumbo, tetapi juga karena urutan genomnya yang sangat kompleks.
Sebuah mimivirus setidaknya dapat memiliki lebih dari 1,2 juta pasangan basa dalam genomnya. Jumlah tersebut jauh lebih banyak daripada virus lain. Sebagai perbandingan, genom dari virus corona SARS-CoV-2 yang menyebabkan COVID-19 cuma memiliki 30.000 pasangan basa.
ADVERTISEMENT
Dalam beberapa eksperimen ilmiah, mimivirus terbukti mampu menyebabkan kerusakan jaringan pada mamalia. Untungnya, sejauh ini tak ada bukti bahwa virus raksasa ini dapat secara langsung membahayakan manusia.
Struktur mimivirus. Foto: Swiss Institute of Bioinformatics via Wikimedia Commons (CC BY SA 4.0)
Selain itu, mimivirus punya keunikan tersendiri karena menurut peneliti, virus raksasa ini mengalami “evolusi terbalik”, di mana pada awalnya ia merupakan mikroba sebelum menjadi virus.
Virus sendiri adalah salah satu bentuk kehidupan parasit paling sederhana. Aktivitas kehidupan virus (seperti produksi protein dan metabolisme) sangat bergantung pada inangnya.
Namun, dalam kasus mimivirus, para peneliti menemukan bahwa virus jumbo tersebut memiliki sejumlah gen produktif yang terkait dengan aktivitas ini. Padahal, keberadaan gen produktif hanya ditemukan dalam bentuk kehidupan yang lebih mandiri, seperti bakteri atau hewan bersel tunggal.
ADVERTISEMENT
Hingga saat ini, para ilmuwan belum memahami bagaimana bisa mimivirus memiliki begitu banyak fungsi produktif dalam gen mereka.
South China Morning Post melaporkan, para peneliti China percaya bahwa gen yang dimiliki mimivirus mungkin memainkan peran penting untuk bertahan hidup di lautan yang sangat dalam. Meski umumnya semua parasit mengeksploitasi inangnya, hubungan itu bisa berubah di lingkungan yang ekstrem, kata mereka.
Analisis genetik menunjukkan bahwa mimivirus mungkin menggunakan gen produktif mereka untuk membantu inangnya, seperti jamur dan hewan bersel tunggal, dengan mempercepat pemecahan karbohidrat yang dicerna. Mutualisme ini memberi inang dan virus yang jadi parasit dapat bertahan hidup di Palung Mariana yang gelap dan sunyi, di mana nutrisi begitu langka.
Sayangnya, kata para peneliti, hubungan inang dan virus seperti itu menjadi teori. Sebab, mereka tak mampu menghidupkan kembali mimivirus di laboratorium.
ADVERTISEMENT