Wanita Ini Idap Auto-brewery Syndrome: Mabuk 2 Tahun Padahal Tak Minum Alkohol

4 Juni 2024 17:12 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Mabuk. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Mabuk. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Seorang wanita harus dirawat di rumah sakit dengan rasa kantuk berlebih, ngomong melantur, dan bau alkohol di napasnya. Padahal, dia tidak setetes pun minum minuman keras. Penyebabnya ternyata mikroba di usus yang memproduksi alkohol.
ADVERTISEMENT
Dokter mendiagnosis wanita tersebut dengan kondisi langka yang disebut auto-brewery syndrome. Sebelum dirawat di rumah sakit, wanita berusia 50 tahun yang tidak disebutkan namanya itu sudah dirujuk ke unit gawat darurat sebanyak tujuh kali dalam kurun waktu dua tahun.
Setiap kali kambuh, dia mengalami gejala serupa, yakni mabuk. Gejala paling parah adalah rasa kantuk yang tak tertahankan. Dia bisa tiba-tiba tidur saat mau berangkat kerja atau menyiapkan makanan. Rasa kantuk ini juga membuatnya tidak bisa bekerja selama berminggu-minggu dan bikin nafsu makannya terganggu.
Dalam Canadian Medical Association Journal dokter menulis, setiap kali dia ke UGD, dokter mendiagnosis si wanita kecanduan alkohol. Padahal, dalam beberapa tahun terakhir, pasien sudah berhenti minum minuman keras. Ini juga diperkuat oleh keterangan keluarganya.
ADVERTISEMENT
Dokter akhirnya menemukan petunjuk dari riwayat kesehatan pasien, tentang apa yang menyebabkan si wanita sering mabuk. Sebelum mengalami mabuk-mabukan, pasien memiliki riwayat infeksi saluran kemih (ISK) secara berulang selama lima tahun. Penyakitnya sering kambuh-kambuhan dan sulit dicegah. Untuk mengobatinya, pasien sering minum antibiotik. Antibiotik ini ternyata memiliki efek samping negatif pada sistem pencernaan.
Ilustrasi kesehatan usus anak. Foto: Helena Nechaeva/Shutterstock
Dokter yang menangani pasien menduga, selain menyembuhkan ISK yang diderita, antibiotik dosis tinggi dapat membuat bakteri bermanfaat di usus mati. Hal ini kemungkinan membuka jalan bagi berbagai jamur di usus untuk mengambil alih. Beberapa jamur ini dapat karbohidrat terfermentasi, sehingga menghasilkan alkohol sendiri.
Di sinilah pasien didiagnosis auto-brewery syndrome. Sebelum didiagnosis auto-brewery syndrome, pasien sempat diperiksa beberapa kali oleh psikiater di UGD untuk mengetahui tanda-tanda gangguan penggunaan alkohol. Namun, hasil pemeriksaan menunjukkan tidak ada satu pun indikasi wanita tersebut kecanduan miras.
ADVERTISEMENT
Pada kunjungan UGD ketujuh, seorang dokter menyarankan wanita tersebut kemungkinan mengalami auto-brewery syndrome dan memberinya obat anti-jamur. Setelah dirujuk ke klinik gastroenterologi, pasien juga diminta untuk menjalani diet rendah karbohidrat untuk menghilangkan jamur gula yang berfermentasi di tubuhnya.
Beberapa bulan kemudian, gejala mabuk yang dialami pasien mulai hilang. Dia kemudian kembali meningkatkan asupan karbohidratnya, dan gejala mabuk kembali muncul. Sekali lagi, obat antijamur dan diet rendah karbohidrat harus dijalani untuk menghilangkan gejala.
Pasien lalu diberi probiotik untuk membantu memulihkan bakteri bermanfaat di ususnya, dan dokter menyarankan dia untuk mengonsumsi narrow-spectrum antibiotics guna mengobati ISK. Broad-spectrum antibiotics yang selama ini dikonsumsi pasien dapat membunuh banyak bakteri sehingga memberikan dampak besar pada mikrobioma usus. Sebaliknya, narrow-spectrum antibiotics memiliki efek lebih baik dan tidak membunuh bakteri baik di usus.
Ilustrasi patogen jamur Candida albicans. Foto: Kateryna Kon/Shutterstock
Pasien menjalani pengobatan ini selama berbulan-bulan. Gejala mabuknya berangsur membaik dan tidak kambuh lagi. Dokter kemudian menguji pasien dengan kembali meningkatkan asupan karbohidrat untuk melihat apakah dia kembali mabuk atau tidak. Hasilnya, kondisi pasien ternyata berhasil stabil.
ADVERTISEMENT
“Auto-brewery syndrome membawa konsekuensi sosial, hukum, dan medis yang besar bagi pasien dan orang yang mereka cintai,” tulis para dokter dalam laporannya. “Pasien kami menjalani beberapa kunjungan UGD, diperiksa oleh ahli penyakit dalam dan psikiater, dan disertifikasi berdasarkan Undang-Undang Kesehatan Mental sebelum didiagnosis auto-brewery syndrome, yang memperkuat betapa kesadaran akan sindrom ini sangat penting untuk diagnosis dan manajemen klinis.”
Auto-brewery syndrome sendiri muncul ketika jamur Saccharomyces cerevisiae atau ragi pembuat bir dan Candida albicans tumbuh dalam konsentrasi tinggi dan mengakses cukup karbohidrat melalui makanan yang dikonsumsi seseorang sehingga membuat jamur tersebut memproduksi alkohol.
Beberapa bakteri juga dikaitkan dengan sindrom ini. Orang dengan gula darah tinggi dan kemampuan buruk dalam memecah alkohol dianggap paling rentang mengalami auto-brewery syndrome, dan karakteristik ini sebagian besar disebabkan oleh faktor genetik.
ADVERTISEMENT
Sulit untuk mendiagnosis auto-brewery syndrome karena kasusnya terbilang langka. Kurang dari 100 kasus telah dilaporkan sejak pertama kali ditemukan pada akhir tahun 1940-an.