Waspada Aritmia Jantung! Kondisi yang Bisa Serang Kapan Saja Bahkan Saat Tidur

1 Desember 2022 17:58 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi jantung. Foto: deepadesigns/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi jantung. Foto: deepadesigns/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Kematian mendadak atau Sudden Adult Death Syndrome (SADS) belakangan ini menjadi perbincangan banyak orang setelah jumlahnya meningkat semenjak pandemi COVID-19.
ADVERTISEMENT
Beberapa pesohor diketahui mengalami kematian mendadak bahkan di usia muda. Kondisi ini diketahui menjadi penyebab kematian nomor satu di Amerika Serikat dan banyak menyerang orang dewasa, terutama laki-laki di umur 30-40an.
Meski terdapat banyak faktor, namun menurut Konsultan Kardiologi Intervensi & Aritmia Eka Hospital BSD, dr. Ignatius Yansen Ng, Sp.JP (K), FIHA, SADS sering diasosiasikan dengan gangguan irama jantung atau aritmia jantung.
"Hal ini dikarenakan diduga banyak kasus kematian mendadak seperti saat tidur disebabkan karena adanya gangguan irama jantung fatal (maligna) yang tidak terdeteksi sebelumnya," ujarnya dalam keterangan resmi Eka Hospital, Kamis (1/12).
Ilustrasi jantung. Foto: Explode/Shutterstock
dr. Ignatius mengatakan, jumlah pasien dengan gangguan irama jantung yang fatal sangat sedikit sekali dibandingkan dengan jumlah pasien aritmia, tetapi akibatnya sangat fatal dan bisa menyebabkan kematian mendadak.
ADVERTISEMENT
"Dalam kondisi jantung sehat, aritmia jantung mungkin tidak akan mengganggu kesehatan Anda. Namun jika Anda memiliki suatu kondisi atau kelainan yang bisa menyebabkan aritmia jantung terjadi terus menerus, maka gangguan ini bisa saja menyebabkan masalah kesehatan dan terburuknya henti detak jantung mendadak yang menyebabkan kematian," paparnya.

Apa itu Aritmia Jantung?

dr. Ignatius menjelaskan aritmia jantung merupakan gangguan yang menyebabkan gangguan pada detak jantung, yakni interval detaknya bisa menjadi lebih cepat, lebih lambat atau tidak teratur.
"Aritmia adalah penyakit yang tergolong sebagai silent killer, yaitu penyebab kematian yang minim atau hampir tidak menunjukkan gejala sama sekali," jelasnya.
Bahkan, penderita penyakit ini bisa saja akan terlihat dalam keadaan sehat dan bugar sebelum akhirnya menyerang mereka. Akibatnya, banyak orang yang terlambat untuk mendapatkan pertolongan karena penyakit ini menyerang di saat yang tidak terduga, seperti saat tidur.
ADVERTISEMENT

Penyebab dan Faktor Risiko Aritmia Jantung

dr. Ignatius Yansen, Sp.JP (K) FIHA, Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah Konsultan Aritmia dan Konsultan Kardiologi Intervensi Eka Hospital BSD. Foto: Eka Hospital
Aritmia jantung disebabkan oleh aktivitas sinyal listrik yang tidak normal dan menyebabkan irama detak jantung menjadi tidak stabil.
"Kondisi tersebut bisa terjadi karena beberapa faktor, mulai dari bawaan genetik, penyakit jantung koroner, kelainan otot jantung, gangguan elektrolit, penyakit bawaan lainnya seperti diabetes, hingga penggunaan obat-obatan dan gaya hidup yang tidak sehat seperti konsumsi alkohol," kata dr. Ignatius.

Gejala dari Aritmia Jantung

Meskipun sebagian besar kasus aritmia tidak menunjukkan gejala, dr. Ignatius mengingatkan ada beberapa gejala awal dari Aritmia yang bisa diwaspadai, seperti:
"Beberapa gejala lain yang tidak disebutkan mungkin juga bisa dirasakan tergantung dari kondisi penderitanya. Gejala-gejala tersebut bisa timbul kapan saja, baik itu saat penyakit masih ringan atau saat penyakit sudah memburuk," ujar dr. Ignatius.
ADVERTISEMENT

Mendeteksi Aritmia Jantung

Ilustrasi kesehatan jantung Foto: dok.shutterstock
Mendeteksi aritmia mungkin akan sulit jika dilakukan secara mandiri. Selain gejalanya yang tidak menentu, sifatnya yang silent killer membuat kondisi ini semakin sulit untuk dideteksi dan bisa menyerang kapan saja.
Maka menurut dr. Ignatius, cara yang paling efektif dalam mendeteksi apakah Anda memiliki kelainan pada irama detak jantung adalah dengan memeriksakan diri kepada dokter.
"Dalam mendeteksi aritmia jantung, dokter dapat menganalisis aktivitas listrik jantung Anda secara langsung dengan menggunakan alat seperti elektrokardiogram (EKG) atau holter, pemeriksaan penunjang lain berupa ekokardiografi, tes treadmill atau melakukan pemeriksaan invasif berupa pemeriksaan listrik jantung (studi elektrofisiologi), yang merupakan standard baku emas untuk diagnosis gangguan aritmia," ujarnya.
"Anda juga bisa melakukan pemeriksaan skrining genetik melalui tes DNA untuk mengetahui apakah tubuh Anda memiliki mutasi genetik yang berpotensi untuk menimbulkan terjadinya aritmia jantung walaupun pemeriksaan ini belum bisa dikerjakan di negara kita," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Namun ada 1 hal yang bisa dilakukan secara mandiri untuk mengantisipasi aritmia jantung, yaitu dengan menghitung denyut nadi. Caranya yaitu dengan menempelkan 2 jari pada denyut nadi di pergelangan tangan atau bagian leher samping, lalu hitung denyut nadi selama 1 menit dengan bantuan stopwatch.
"Detak jantung yang normal umumnya akan berdetak sebanyak 60-100 kali dalam 1 menit, sehingga jika Anda menemukan jumlah detak jantung Anda berada di atas, di bawah normal atau tidak beraturan, segera periksakan diri Anda kepada dokter," kata dr. Ignatius.

Pencegahan Aritmia Jantung

Ilustrasi olahraga bersepeda. Foto: Shutterstock
Sayangnya, Aritmia saat ini tidak bisa dicegah dan diobati. Namun dapat diantisipasi risikonya dengan rutin memeriksakan diri ke dokter.
"Terutama jika Anda memiliki riwayat keluarga dengan kematian mendadak yang disebabkan oleh aritmia atau riwayat keluarga dengan kematian di usia muda," ungkap dr. Ignatius.
ADVERTISEMENT
Selain itu, penerapan hidup sehat juga sebaiknya dilakukan untuk menurunkan risiko dari aritmia, seperti:
"Mari waspadai kehadiran aritmia jantung dari sekarang, karena tindakan kecil yang Anda lakukan sekarang dapat menentukan masa depan Anda di kemudian hari," imbau dr. Ignatius.