Waspada, Ini Bahaya Berhenti Belajar Matematika setelah Usia 16 Tahun

28 Juni 2021 16:35 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi otak manusia. Foto: pixabay/TheDigitalArtist
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi otak manusia. Foto: pixabay/TheDigitalArtist
ADVERTISEMENT
Bagi kamu yang merasa ingin menghindari pelajaran matematika saat remaja, coba pikirkan ulang keputusanmu itu. Riset terbaru menemukan, berhenti belajar matematika setelah berumur 16 tahun dapat memberikan pengaruh buruk bagi perkembangan otak dan kognitif manusia.
ADVERTISEMENT
Tak seperti kebanyakan negara, siswa di Inggris dapat memilih dapat memilih subjek mata pelajaran yang mereka mau. Sistem pendidikan seperti itu membuat tak sedikit siswa SMA di Inggris yang memutuskan untuk enggak lagi mengambil mata pelajaran matematika. Dari fenomena ini, para peneliti Universitas Oxford hendak mencari tahu apa dampaknya bagi otak manusia.
Dalam penelitian yang dipublikasi di jurnal PNAS pada 15 Juni 2021, para peneliti melibatkan 133 siswa dengan rentang usia 14-18 sebagai bagian objek eksperimen mereka. Hasilnya, para peneliti menemukan bahwa siswa yang berhenti belajar matematika punya senyawa kimia otak penting yang lebih rendah ketimbang siswa yang terus belajar matematika.
Senyawa kimia yang dirujuk oleh para peneliti adalah gamma-Aminobutyric acid (GABA). Senyawa kimia ini berada di area otak yang disebut korteks prefrontal, dan punya fungsi kognitif penting, seperti penalaran, pemecahan masalah, matematika, memori dan belajar.
Ilustrasi pelajaran matematika Foto: Pixzito
“Masa remaja adalah periode penting dalam kehidupan yang berhubungan dengan otak penting dan perubahan kognitif. Sayangnya, kesempatan untuk berhenti belajar matematika pada usia ini tampaknya menimbulkan kesenjangan antara remaja yang berhenti belajar matematika dibandingkan dengan mereka yang melanjutkan,” kata pemimpin studi sekaligus profesor Ilmu Saraf Kognitif di Universitas Oxford, Roi Cohen Kadosh, dalam keterangan resminya.
ADVERTISEMENT
“Studi kami memberikan tingkat pemahaman biologis baru tentang dampak pendidikan pada otak yang sedang berkembang dan efek timbal balik antara biologi dan pendidikan,” sambungnya.
Terlepas dari kemampuan kognitif siswa, para peneliti dapat membedakan antara remaja yang masih belajar matematika dan yang tidak hanya dari jumlah senyawa kimia GABA di otak. Padahal, sebelum para siswa berhenti belajar matematika, para peneliti tak menemukan perubahan senyawa GABA di otak mereka.
Tak hanya itu, perubahan senyawa kimia GABA di otak terbukti dalam dunia nyata, catat peneliti. Dalam kurun waktu 19 bulan, siswa yang punya senyawa GABA lebih tinggi dapat mengerjakan soal matematika lebih baik ketimbang yang lebih rendah.
Ilustrasi ujian matematika Foto: Dok. Pixabay
Cohen mengatakan, hingga saat ini belum diketahui bagaimana perbedaan ini terjadi. Para peneliti juga belum memahami apa efek jangka panjang dari hilangnya senyawa kimia GABA di otak. Namun, Cohen menegaskan bahwa remaja yang enggak suka matematika mungkin dapat mencoba pelajaran lain yang mirip untuk menjaga senyawa kimia GABA di otak.
ADVERTISEMENT
“Tidak semua remaja menyukai matematika sehingga kita perlu menyelidiki kemungkinan alternatif, seperti pelatihan logika dan penalaran yang melibatkan area otak yang sama dengan matematika,” kata dia.