Waspada! Kualitas Air Tanah di Kota Besar Indonesia Semakin Buruk

6 Oktober 2022 13:04 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Foto udara jalan nasional yang terendam banjir di Baleendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Selasa (25/5/2021). Foto: Raisan Al Farisi/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Foto udara jalan nasional yang terendam banjir di Baleendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Selasa (25/5/2021). Foto: Raisan Al Farisi/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Kualitas air tanah di kota-kota besar seperti Bandung, Jakarta, Tangerang, dan Malang ternyata semakin memburuk, bahkan hampir sama buruknya dengan air sungai. Hal ini ditemukan dalam studi yang dilakukan oleh peneliti Institute Teknologi Bandung (ITB) dan Universitas Brawijaya.
ADVERTISEMENT
Salah satu penulis penelitian dari ITB, Dasapta Erwin Irawan, menjelaskan dia bersama rekannya mencoba membandingkan kualitas air tanah dan air sungai di kota-kota besar Indonesia, seperti di bantaran Sungai Cikapundung, Kota Bandung; Kali Sumpil dan Kali Jilu di Malang, Jawa Timur; dan Sungai Ciliwung di Jawa Barat-DKI Jakarta.
Hasilnya, semua air tanah di wilayah tersebut kualitasnya hampir mirip dengan air sungai. Mereka menemukan kadar total dissolved solids (TDS) atau zat padatan terlarut di air tanah sudah sama tingginya dengan air sungai. TDS ini digunakan sebagai indikator tingkat pencemaran karena dapat mencerminkan seberapa banyak kandungan unsur, termasuk unsur logam.
Semakin tinggi nilai TDS-nya semakin tinggi pencemaran air. Nilai TDS pada air tanah di Sungai Cikapundung (Bandung), Sungai Ciliwung (Jakarta), dan Sungai Cisadane (Banten) bisa mendekati 1000 ppm. Sementara TDS pada mata air berkisar antara 100-500 ppm.
Warga antre untuk mendapat air bersih di Perumahan Persada, Kasemen, Serang, Banten, Rabu (2/3/2022). Foto: Asep Fathulrahman/Antara Foto
Kemiripan kualitas air tanah dan air sungai sangat mungkin akibat pencampuran keduanya di Zona Hiporeik yang berada di dasar sungai. Pada zona ini, terjadi pertukaran kualitas air dari sungai ke dalam akuifer (lapisan pembawa air) dan sebaliknya. Pertukaran ini turut membawa unsur kimiawi hingga organik, termasuk bakteri dan virus, yang terkandung dalam air sungai ke air tanah, maupun sebaliknya.
ADVERTISEMENT
Proses pertukaran ini menjadi lebih cepat akibat banyaknya aktivitas pompa air tanah di sepanjang bantaran sungai. Akibatnya, air sungai ikut tersedot dan berimbas ke pelebaran Zona Hiporeik ke arah daratan.

Pemicu kualitas air semakin buruk

Aktivitas manusia di permukaan juga turut memengaruhi kualitas air tanah, seperti pembuangan limbah rumah tangga mengandung bahan organik secara langsung ke selokan, menyebabkan peningkatan kandungan bakteri seperti E-coli, senyawa nitrit, dan nitrat di dalam air. Air di selokan itu mengalir ke sungai dan sebagian meresap ke dalam tanah.
Kondisi ini diperburuk dengan situasi pandemi yang menyebabkan banyak orang membuat usaha rumahan seperti katering dan penatu tanpa alat penetral limbah. Faktanya, kata Erwin, kontaminasi limbah rumah tangga bisa saja melebihi limbah industri.
ADVERTISEMENT
Selain itu, kualitas air tanah yang buruk juga disebabkan oleh urbanisasi yang meningkat di kota-kota besar Indonesia. Urbanisasi ini memicu banyak pemukiman kumuh yang tak jarang membuang limbah sembarang ke sungai. Di sinilah air tanah mulai terkontaminasi.
Pemerintah sebenarnya telah berupaya untuk memperbaiki bantaran sungai. Termasuk melarang limbah pabrik ke sungai. Erwin bilang, untuk mempertahankan kualitas air, larangan pembuangan limbah industri dan rumah tangga secara langsung ke selokan umum perlu terus digalakkan.
“Para pengembang perumahan dapat membuat sistem pengolahan limbah atau memasang alat pemerangkap lemak (grease trap) di rumah-rumah yang dibangunnya,” tulis Erwin dalam The Conversation.