news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Waspada Long COVID-19, Gejala Jangka Panjang Pasca-Infeksi Corona

3 Desember 2020 16:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang petugas medis mengambil sampel dari seorang siswa sekolah menengah untuk menguji virus Corona, di Surabaya. Foto: AFP/JUNI KRISWANTO
zoom-in-whitePerbesar
Seorang petugas medis mengambil sampel dari seorang siswa sekolah menengah untuk menguji virus Corona, di Surabaya. Foto: AFP/JUNI KRISWANTO
ADVERTISEMENT
Selama pandemi virus corona melanda ke hampir seluruh dunia, muncul berbagai istilah untuk mendefinisikan gejala yang ditimbulkan SARS-CoV-2. Salah satunya adalah Long COVID-19 yang saat ini cukup banyak dialami pasien sembuh corona.
ADVERTISEMENT
Dijelaskan oleh Dr dr Agus Dwi Susanto SpP(K), Ketua Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FKUI RS Persahabatan, Long COVID-19 bisa diartikan sebagai suatu kondisi munculnya gejala-gejala pada pasien yang sudah dinyatakan sembuh dari corona berdasarkan hasil swab PCR (Polymerase Chain Reaction).
Ada perbedaan antara gejala corona dan Long COVID-19. Gejala Long COVID-19 lebih banyak bersifat kronik atau menahun, sedangkan gejala corona bersifat akut, seperti demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan, muncul selama beberapa hari hingga minggu, disertai riwayat kontak atau hasil PCR dinyatakan positif corona.
Gejala Long COVID-19 terjadi ketika pasien sudah sembuh dari corona, kemudian muncul gejala menetap. Gejalanya bervariasi, sebagian besar meliputi kelelahan kronik, sesak napas, jantung berdebar-debar, nyeri sendi, otot, dan gangguan psikologis. Gejala ini bisa berlangsung berminggu-minggu hingga berbulan-bulan.
Ilustrasi COVID-19. Foto: Dado Ruvic/Reuters
“Sebenarnya, kalau kita bicara Long COVID-19 ini bukan karena virus yang tersisa, tapi kita menyebutnya sebagai sekuele, artinya gejala sisa yang muncul pasca-dinyatakan sembuh dan ini bisa terjadi sebagai akibat dari proses ketika sakit menimbulkan kelainan yang menetap secara kronik yang akhirnya memengaruhi secara fungsional,” kata Dr. Agus dalam sebuah acara di BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) yang disiarkan virtual, Kamis (3/12).
ADVERTISEMENT
Gejala Long COVID-19 tidak terkait dengan materi virus yang masih ada di dalam tubuh, namun ini disebabkan karena dampak akibat kelainan anatomi yang muncul pasca-infeksi corona.
Long COVID-19 bisa menyerang siapa saja, tanpa memandang usia, kelompok, atau ras. Namun ada beberapa kelompok yang memiliki risiko lebih tinggi mengalami gejala Long COVID-19. Di antaranya mereka yang memiliki riwayat penyakit penyerta seperti jantung, paru, dan penyakit kronik lain.
Anggota staf medis mendata orang-orang yang mengantre di lokasi pengujian virus corona, di Adelaide, Australia, Selasa (17/11). Foto: AAP/Kelly Barnes via REUTERS
“Mereka dapat lebih mudah mengalami masalah Long COVID-19 karena sudah ada penyakit dasarnya. Kemudian kelompok lanjut usia, itu potensi untuk munculnya Long COVID-19 juga lebih tinggi, atau orang-orang dengan potensi mengidap penyakit kronik, seperti pasien yang punya kebiasaan merokok,” ujarnya.
Pasien dengan usia muda juga tidak menutup kemungkinan mengalami gejala Long COVID-19. Kendati begitu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk memastikan seberapa besar risiko anak muda mengalami Long COVID-19 setelah dinyatakan sembuh dari infeksi corona.
ADVERTISEMENT
“Karena belum ada riset, jadi belum bisa ditentukan seberapa besar Long COVID-19 akan terjadi. Namun, biasanya gejala Long COVID-19 muncul tergantung seberapa berat pasien mengalami infeksi corona, apakah gejalanya berat, sedang, atau asimtomatik. Orang tanpa gejala biasanya tidak mengalami Long COVID-19, tapi orang yang memiliki gejala berat, biasanya risikonya lebih tinggi,” ujar Agus.