Agus Sutanto: Raja Tenis Meja Asia Berkaki Kursi Roda

5 Oktober 2018 14:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Atlet Asian Para Games 2018, Agus Sutanto. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Atlet Asian Para Games 2018, Agus Sutanto. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Kursi roda yang duduki pria berbadan gempal itu bergerak maju mundur. Tangannya sibuk memukul bola tenis meja yang diumpan oleh rekan di depannya.
ADVERTISEMENT
Dia adalah Agus Sutanto, atlet tenis meja khusus penyandang disabilitas. Pak Agus, begitu dia biasa disapa, sudah banyak menorehkan prestasi untuk negeri di usianya yang sudah setengah abad.
Pada siang yang terik di Solo Baru, kumparan berkesempatan berjumpa dengan sang atlet. Kala itu tidak ada raut lelah terpancar di wajahnya. Padahal, bisa dibilang sudah hampir 4 jam dia habiskan di meja latihan.
Agus bercerita sudah jatuh cinta dengan tenis meja sejak duduk di bangku SMP. Saat itu, kondisi fisik Agus masih sempurna, kedua kakinya masih berfungsi. Agus banyak berlatih tenis meja dengan orang tuanya.
“Kebetulan orang tua sendiri tenis meja dulunya. Jadi diajarin. Tapi lama-lama mandiri,” kata Agus, Senin (10/9).
Atlet tenis meja difabel Agus Sutanto (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Atlet tenis meja difabel Agus Sutanto (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Sering berlatih membuat Agus semakin piawai bermain tenis meja. Dia kemudian mengikuti banyak kejuaraan tenis meja. Prestasinya bisa dibilang cukup mentereng. Seringkali dia menjadi juara di ajang nasional, misalnya pada tahun 1996 dan 2000 dia berhasil menjadi kampiun PON. Dengan capaian prestasinya di tenis meja, Agus diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS).
ADVERTISEMENT
Hari-hari Agus biasa dihabiskan dengan bermain tenis meja dan menjadi PNS di Disporda Jawa Barat. Hingga pada tahun 2004, musibah datang menimpa Agus. Dia mengalami kecelakaan sehingga membuat dua kakinya lumpuh. Dia tak lagi berdiri jejak dan bermain tenis meja seperti semula.
Delapan tahun dihabiskan Agus untuk berdiam diri di rumah. Dia malu dan tak tahu lagi ke mana arah hidupnya.
Tapi, Tuhan Maha Baik pada Agus. Lewat pertemuannya dengan seorang pengurus National Paralympic Committee (NPC) bernama Fachroji pada 2012 Agus perlahan bertekad untuk bangkit.
“Nah di situ saya merasa hidup kembali. Tadinya sudah terpuruk, jatuh, enggak bisa ke mana-mana, enggak bisa nyalurin hobi,” ungkap Agus bersemangat.
Atlet tenis meja difabel Agus Sutanto (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Atlet tenis meja difabel Agus Sutanto (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Saat itu Agus ditawari untuk menjadi petenis meja kursi roda. Tak begitu lama berpikir Agus mengiyakan ajakan tersebut.
ADVERTISEMENT
Tepatnya di Peparnas Riau 2012 Agus menjejak laga pertamanya sebagai petenis meja kursi roda. Meski terbilang baru, Agus berhasil mendapat 2 medali emas dan 1 medali perak.
“Ya senang banget walaupun sampai pakai kursi roda gitu. Kaki saya yang satu ini layu gitu. Tulangnya enggak nempel layu. Jadi enggak ada tenaganya,” kenang Agus akan kemenangan pertamanya.
Setelah merajai ajang nasional, Agus melebarkan sayap dengan berlaga di level internasional. Dan lagi-lagi Agus menjadi primadona.
Tahun 2013 dia berhasil merebut 3 emas di ASEAN Para Games Myanmar. Lalu, 1 medali emas dia persembahkan satu tahun berikutnya di Asian Para Games Korea Selatan. Tiga emas lagi-lagi dia borong dari ASEAN Para Games Singapura 2015. Capaian apiknya itu membuatnya bertengger di 10 besar peringkat tenis meja dunia.
ADVERTISEMENT
Tak terkira di benak Agus dia bisa mempersembahkan banyak prestasi bagi Indonesia. Dia terharu bukan main kala lagu Indonesia Raya berkumandang karenanya.
“Saya juga sempat kayak pertama dapat mewakili Indonesia di sana bisa juga sampai nangis. Haru gitu, kok saya jadi begini gitu (bisa). Di Myanmar nyanyi Indonesia Raya kok jadi begini. Beda, beda waktu nyanyi Indonesia Raya waktu sekolah gitu,” Agus berujar.
Beratnya Latihan
Banyaknya prestasi yang diraih berbanding lurus dengan perjuangan dan pengorbanan yang dilakukan Agus.
Untuk bisa mewakili Indonesia di ajang multi-event internasional, Agus harus menjalani pemusatan latihan di Solo. Dia harus berpisah dengan anak istrinya yang sehari-hari menetap di Bandung, Jawa Barat.
Sementara, di Solo Agus melahap habis semua menu latihan yang diberikan oleh pelatihnya.
ADVERTISEMENT
“Saya latihannya berat. Saya banyaknya sama partner saya, Mas Hardianto itu Mas Anto, latihan tambahan dulu Mbak. Sampai sekarang juga latihan tambahan,” sebut Agus.
Atlet tenis meja, Agus Sutanto. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Atlet tenis meja, Agus Sutanto. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Cara Agus menambah porsi latihan adalah wujud tekad kuatnya tak ingin kalah dari negara lain. Sedari dulu, cara ini telah dilakukannya.
Dia berusaha semaksimal mungkin untuk menampilkan yang terbaik bagi Indonesia. Walau pada realitasnya Agus mengaku kesulitan kala bermain dengan kursi roda. Jatuh tersungkur adalah ‘makanan’ sehari-hari yang dia alami kala berlatih dengan kursi roda.
“Saya prinsipnya begini, kalau misalnya China, Korea latihan, Jepang latihannya seharinya 5 jam, saya harus lebih dari 5 jam. Barometernya di waktu. Kalau teknik mah kita sama semua,” tutup Agus.
ADVERTISEMENT
kumparan menyajikan story soal atlet-atlet penyandang disabilitas kebanggaan Indonesia dan hal-hal terkait Asian Para Games 2018 selama 10 hari penuh, dari Kamis (27/9) hingga Sabtu (6/10). Saksikan selengkapnya konten spesial dalam topik ‘Para Penembus Batas’.