Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Asian Games 1962: Antara Ambisi dan Sikap Politik Soekarno
1 Agustus 2018 16:01 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB

ADVERTISEMENT
Palu sudah diketuk. Pada 23 Mei 1958 di Tokyo, Dewan Federasi Asian Games menunjuk Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games 1962, mengalahkan Pakistan.
ADVERTISEMENT
Hanya memiliki waktu 4 tahun sebagai masa persiapan, Soekarno, Presiden Indonesia kala itu, tidak gentar. Menjawab tantangan dari Dewan Federasi Asian Games, 'Putra Sang Fajar' langsung menyerukan pembangunan sebuah kompleks olahraga megah yang kelak akan menjadi tempat penyelenggaraan Asian Games 1962.
Tak butuh waktu lama berpikir, Soekarno langsung menunjuk sebuah lokasi yang pada saat itu kumuh dan masih berupa perkampungan bernama Senayan. Di area seluas 300 hektare, Soekarno membayangkan sebuah stadion sepak bola yang besar, gelanggang olahraga, disertai dengan perkampungan atlet, berdiri di atasnya.
"Asian Games keempat (Asian Games 1962) menjadi sebuah masa ketika Jakarta berproses dari sebuah kampung menjadi kota kosmopolitan berskala internasional. Proyek infrastrukturnya melibatkan Stadion Utama Senayan (GBK), hotel modern pertama (Hotel Indonesia), jalan tol baru, serta pusat perbelanjaan," tulis Friederike Totier dalam tulisannya di Inside Indonesia berjudul Jakarta's Asian Games, Yesterday and Today.
ADVERTISEMENT
"Kompleks olahraga modern memberikan kontribusi signifikan terhadap imaji baru Jakarta sebagai pusat dari kekuatan Asia, dengan kompleks olahraga Gelora Bung Karno sebagai simbol yang paling kentara," tambah tulisan tersebut.
Jelang ajang Asian Games 2018 yang akan mulai pada 18 Agustus sampai 2 September 2018 mendatang, mari kita bernostalgia sedikit tentang Asian Games 1962. Bagaimana ketika nasionalisme Soekarno berpadu dengan ambisi dan dampak negatif yang mengiringinya.
Garis Waktu Menuju Asian Games 1962
Ditunjuk hanya empat tahun sebelum tahun H penyelenggaraan, membuat Soekarno mengerjakan megaproyek Asian Games 1962 ini dengan cara yang terbilang ngebut. Dari tahun ke tahun, bulan ke bulan, berbagai venue diresmikan satu per satu, termasuk dengan segala fasiitas penunjangnya seperti jalan, hotel, dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
Bermotokan 'Indonesia: Maju Terus!', Soekarno menggenjot pembangunan infrastruktur Asian Games 1962. Mendapat pinjaman modal dari Uni Soviet sebesar 12,5 juta dolar AS, Soekarno memulai pembangunan infrastruktur Asian Games 1962 dengan menancapkan tiang pancang pertama Stadion Utama Senayan sebagai simbol awal pembangunan kompleks olahraga di Senayan.
Setelah itu, tahun demi tahun dihiasi dengan peresmian venue-venue baru yang akan menjadi tempat penyelenggaraan Asian Games 1962. Juni 1961, Stadion Renang berkapasitas 8.000 orang selesai dibangun. Lima bulan kemudian, tepatnya Desember 1961, dua venue, yaitu Stadion Tenis dengan kapasitas 5.200 penonton dan Stadion Madya dengan kapasitas 20.000 penonton selesai dibangun.
Berlanjut ke tahun 1962, berbagai venue baru kembali diresmikan. Istana Olahraga (Istora) selesai dibangun pada 21 Mei 1962. Pada Juni 1962, Gedung Bola Basket dengan kapasitas 3.500 penonton juga selesai dibangun. Puncaknya, pada 21 Juli 1962, Stadion Utama Senayan yang kini bernama Stadion Utama Gelora Bung Karno, berkapasitas 100.000 penonton dan menjadi stadion terbesar Asia Tenggara saat itu, diresmikan.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya meresmikan berbagai "venue" olahraga dan membangun perkampungan atlet, sarana penunjang lain seperti Bundaran Semanggi, Jalan Thamrin, Hotel Indonesia, juga dibangun. Patung sambutan di Bunderan Hotel Indonesia, yang dipahat Edhi Sunarso dengan motif sepasang remaja yang melambaikan tangan, juga sudah jadi dan terpasang.
Tak lupa, Menara TVRI (Televisi Republik Indonesia) juga diresmikan pada 24 Agustus 1962. Berkat menara tersebut, acara pembukaan Asian Games 1962 dapat disiarkan. TVRI menjadi pionir dunia televisi di Indonesia. Dalam balutan layar hitam putih, siaran Asian Games dapat dipancarkan ke seluruh Indonesia.
Dalam jangka waktu empat tahun tersebut, Seokarno sukses menyulap kawasan Senayan menjadi sebuah kampung olahraga bertaraf internasional. Diawali dengan Bundaran HI sebagai gerbang pembuka, lalu lanjut ke Jalan Sudirman sampai Senayan, Indonesia menunjukkan diri mampu bersaing dengan negara besar lain dan menjadi salah satu pusat kekuatan Asia, sesuai dengan yang diinginkan oleh Soekarno.
ADVERTISEMENT
Semakin digdaya, ketika Indonesia mampu mengakhiri gelaran Asian Games 1962 di peringkat kedua, di bawah juara umum Jepang. Dari 12 negara Asia yang ikut dan 13 cabang olahraga yang dipertandingkan, Indonesia meraih total 77 medali, dengan rincian 21 medali emas, 26 medali perak, dan 30 medali perunggu. Indonesia, negara yang baru 17 tahun memproklamirkan kemerdekaannya, menunjukkan diri di depan dunia.
Antara Nasionalisme, Ambisi, dan Sikap Politik yang Berkelindan
Sekilas, apa yang dilakukan oleh Soekarno memiliki tujuan mulia. Sadar bahwa Indonesia sedang membangun imaji sebagai salah satu negara maju di dunia, dia tak segan untuk membangun secara jor-joran demi satu hal, agar Indonesia tidak diinjak bangsa lain dan dicap sebagai bangsa rendahan. Dia ingin agar Indonesia dicap sebagai bangsa besar di mata negara lain.
ADVERTISEMENT
Lagi pula, jika Soekarno tidak mencanangkan pembangunan Stadion Utama Senayan, TVRI, serta kompleks olahraga di Senayan, mungkin saja kawasan Senayan, bersambung ke kawasan Sudirman dan Thamrin, tidak akan berkembang sepesat ini. Tak akan ada stadion untuk Timnas Indonesia, serta tak akan ada televisi jika dulu tak ada Asian Games 1962.
Melihat tujuan Soekarno di atas, tercermin sebuah nasionalisme yang sangat kuat. Saking tidak inginnya Indonesia menjadi bahan olok, dia sampai rela mengucurkan puluhan juta duit dan meminjam uang dari Uni Soviet untuk melancarkan proses pembangunan infrastruktur di kawasan Senayan. Namun, di balik sikap nasionalisme Sokearno tersebut, ada juga ambisi pribadi dan sikap politik yang berkelindan.
Ambisi pribadi Soekarno ini tersalip di nasionalisme yang dia pancarkan. Tak peduli ekonomi Indonesia yang sedang morat-marit (devaluasi membuat harga barang naik empat kali lipat), dia membangun sesuatu yang serba megah. Ambisi Soekarno ini dilakukan dengan tidak melihat kondisi Indonesia kala itu.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya itu, Friederike Totier juga menyebut bahwa ada sisi negatif lain yang muncul berkaitan dengan Asian Games 1962 yang dilaksanakan di Jakarta. Asian Games ini menunjukkan sikap politik Indonesia, dengan tidak memberikan izin visa untuk dua negara Asia lain, yaitu Taiwan dan Israel (Israel kala itu masih masuk Asia). Sikap ini diambil Indonesia untuk menghormati Palestina dan Republik Rakyat China.

Hal ini membuat Indonesia dihukum oleh Komite Olimpiade Internasional (IOC) setelah penyelenggaraan Asian Games 1962. Mereka tidak lagi dapat menyelenggarakan hajatan olahraga di bawah bendera IOC. Hubungan Indonesia dan India --India adalah negara asal Dewan Olimpiade Asia (OCA)-- juga menjadi buruk karena sikap Indonesia ini.
Tak bisa lagi menyelenggarakan pesta olahraga tidak membuat Indonesia risau. Bersama negara-negara berkembang lain, Indonesia menginisiasi GANEFO, atau pesta olahraga negara berkembang, untuk menentang hajat olahraga yang berada di bawah naungan IOC. Asian Games, yang seharusnya membuat Indonesia semakin terkenal di mata dunia, justru membuat Indonesia diekslusi dari dunia olahraga internasional.
ADVERTISEMENT
Ternyata, Soekarno sudah paham sejak dulu, bahwa olahraga dapat dijadikan alat untuk menjual diri, dan tentu saja menunjukkan sikap politik yang kentara.
***
Jika dibandingkan, kondisi ketika Indonesia melaksanakan Asian Games 1962 dan sekarang berbeda. Panitia pelaksana Asian Games saat ini (INASGOC) tidak perlu repot lagi menyediakan banyak venue baru, khususnya di Jakarta. Mereka tinggal menyempurnakan "venue" yang ada, karena Soekarno sudah menancapkan fondasinya pada 1962 silam.
Jadi, meski ada bumbu politik dan aktualisasi diri yang disertakan Soekarno, pada dasarnya hajat Asian Games 1962 menjadi hajatan yang patut disyukuri. Dengan digelarnya acara tersebut, Indonesia bisa memiliki stadion megah, stasiun TV pertama, kawasan metropolitan, dan tentu saja tidak diinjak oleh bangsa-bangsa lain meski baru 17 tahun merdeka.
ADVERTISEMENT