Christian Hadinata: Guru Besar Sektor Ganda di PB Djarum dan Indonesia

6 Agustus 2018 14:49 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Christian Hadinata bincang kumparan. (Foto: kumparanVIDEO)
zoom-in-whitePerbesar
Christian Hadinata bincang kumparan. (Foto: kumparanVIDEO)
ADVERTISEMENT
Kaki-kaki yang renta itu terlihat masih kokoh menopang tubuh yang saat ini sudah berusia 68 tahun. Meski tak banyak melangkah, apalagi berlari, tangannya masih tampak gesit dan lincah menerima atau melepaskan pukulan kok.
ADVERTISEMENT
Pemandangan seperti itu saya dan tim kumparanSPORT saksikan di salah satu gelanggang bulu tangkis milik PB Djarum yang terletak di Petamburan, Jakarta Barat, pada Jumat (6/7/2018). Sosok Christian Hadinata tengah menjadi lawan latih tanding bagi anak-anak yang umurnya tampak jelas terpaut jauh.
Nama Christian Hadinata begitu harum di dunia bulu tangkis Indonesia. Sederet prestasi bergengsi di kancah internasional jadi buktinya. Namun, bulu tangkis bukan satu-satunya olahraga yang karib dengan Christian saat masih seorang bocah. Sepak bola, basket, dan voli juga sempat ia jajal keseruannya.
Dari sekian olahraga yang pernah dicicipi, garis hidup menuntun Hadinata kecil menggeluti bulu tangkis lebih serius. Dari penuturannya, sejak melihat surat kabar yang memberitakan keberhasilan atlet bulu tangkis Indonesia macam Tan Joe Hok, Ferry Sonnevile, Eddy Yusuf, pola pikirnya mulai terbentuk: Bulu tangkis adalah olahraga yang bisa membuat Indonesia bisa bersaing di luar negeri.
ADVERTISEMENT
Latihan para atlet PB Djarum. (Foto: Dok. PB Djarum)
zoom-in-whitePerbesar
Latihan para atlet PB Djarum. (Foto: Dok. PB Djarum)
Lantas, ia mulai menggeluti bulu tangkis lebih dalam. Tak hanya sekadar memainkan, tapi berlatih dan ikut kompetisi. Lewat perlombaan yang diikuti itu pula, Christian bisa melepaskan belenggu ketidakmampuan ekonomi keluarganya untuk menyediakan peralatan bermain bulu tangkis.
Kendati begitu, bulu tangkis nyatanya belum bisa meyakinkan Christian sebagai sebuah jenjang karier di masa depan. Berharap profesi lebih baik dengan mengejar pendidikan tinggi, jadi hal yang rasanya jauh realistis ketimbang memainkan tepok bulu. Namun, lagi-lagi garis hidup menuntun dirinya yang masih remaja menuju babak baru di karier bulu tangkisnya.
Melalui sang kakak, Christian diarahkan untuk lebih fokus berlatih bulu tangkis dan akhirnya masuk Sekolah Tinggi Olahraga di Bandung (STO). Sejak saat itu, bulu tangkis sudah menjadi bagian hidup yang tak terpisahkan darinya. Selesai menimba ilmu di STO, sore harinya Christian menggeber latihan di klub Blue White--atau yang saat ini dikenal dengan Mutiara Bandung.
ADVERTISEMENT
Di klub ini pula, Christian dipertemukan dengan pasangan ganda pertamanya, Atik Jauhari, dan kemudian merengkuh juara nasional pada 1971 di Yogyakarta. Dari kejuaraan ini, Christian-Atik berangkat ke Seleksi Nasional, hingga akhirnya berhasil masuk ke pelatnas (pelatihan nasional).
Di titik ini Christian kudu kehilangan Atik karena mengalami cedera di bagian matanya, Atik akhirnya undur diri dari pelatanas. Sebagai gantinya, dipilihkan Ade Chandra sebagai pasangan anyar. Tak disangka, Christian/Ade terpilih jadi anggota tim Indonesia di kejuaraan beregu Asia 1971. Bersama tunggal putra, Rudy Hartono dan Muljadi, Indonesia jadi juara.
Prestasi ini mengantarkan mereka melaju ke turnamen All England 1972. Di keikutsertaan pertama ini, Christian/Ade mencatatkan sejarah sebagai ganda putra Indonesia yang bisa menjuarai All England. Christian ingat betul nada-nada keraguan yang mengiring langkah mereka.
ADVERTISEMENT
Christian Hadinata. (Foto: kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Christian Hadinata. (Foto: kumparan)
“Kami satu-satunya ganda putra Indonesia dan dipandang sebelah mata karena bulu tangkis Indonesia hanya terkenal tunggal putranya saja, tetapi kami mampu membuktikan diri sebagai juara,” ujar Christian.
Ia kemudian menjadi ikon dari ganda putra Indonesia, tetapi dedikasinya kepada bulu tangkis tak membuatnya terhenti di sektor ini saja. Demi membawa Indonesia diakui sebagai salah satu kiblat bulu tangkis dunia, Christian juga bermain di sektor ganda campuran dan berhasil merengkuh medali emas Asian Games 1974 bersama Regina Masli, serta All England 1979 dengan Imelda Wiguna.
Christian juga dikenal sebagai pemain yang bisa dipasangkan dengan siapa saja. Selain bersama Ade Chandra, ia dan Lius Pongoh menjadi juara Jepang Terbuka 1981, dua medali emas Asian Games 1982 bersama Icuk Sugiarto dan Ivana Lie, Malaysia Terbuka 1983 berduet dengan Bobby Ertanto, dan di Indonesia Open 1984 dengan Hadi Bowo.
ADVERTISEMENT
Usia, penurunan performa, serta pemahaman bahwa regenerasi diperlukan membuat Christian akhirnya memutuskan pensiun pada 1988. Meski awalnya mengaku tidak berencana jadi pelatih, ia menyebut ada kewajiban moril yang mengharuskan mengambil profesi ini.
"Awalnya tidak bercita-cita jadi pelatih, tapi melihat prestasii buku tangkis Indonesia sebagai salah satu cabang olahraga yang bisa memberi juara di ajang internasional. Jadi dengan kondisi ini menjadi tanggung jawab moril agar prestasinya tetap bagus," jelas Christian.
"Sekitar 1988 akhirnya saya terjun ke dunia pelatihan dan bercita-cita ingin membentuk sektor ganda putra, khususnya di PB Djarum. Jadi saya minta izin ke manajemen, karena saat itu PB Djarum istilahnya ngetop dengan atlet tunggal putranya," tambahnya.
"Saya juga saat itu masih mengambil atlet-atlet main tunggal putra di Kudus. Saya lihat potensi mereka apakah bisa main di ganda, kemudian saya bawa ke Jakarta, dialihkanlah seperti itu istilahnya."
ADVERTISEMENT
Fasilitas yang didapatkan atlet PB Djarum. (Foto: Dok. PB Djarum)
zoom-in-whitePerbesar
Fasilitas yang didapatkan atlet PB Djarum. (Foto: Dok. PB Djarum)
Saat ini, Christian memang tak berkecimpung langsung sebagai pelatih di lapangan. Namun, pengalaman dan insting membaca kemampuan atlet masih menjadi sesuatu hal yang begitu berharga dalam dirinya. Oleh karenanya, Christian masih bersedia untuk menyibukkan diri di lapangan.
"Dunia saya sudah di bulu tangkis dan masih senang di lapangan. Memang tidak lagi aktif sebagai pelatih langsung, tapi bisa dibilang saya masih memberikan masukan, saran soal hal yang tidak hanya teknik tapi juga pemasangan ganda," ucapnya.
"Kalau atlet pun bertanya saya coba untuk melayani, banyak juga yang bertanya misalnya 'Saya harus latihan apa?' 'Saya kurangnya apa?' Tentu dengan senang hati saya akan berbagi, dan saya menilai hal ini bagus sebagai atlet karena menunjukkan kemauan untuk maju."
ADVERTISEMENT
Meski tak lagi terlibat, kenangan Christian membawa atlet Indonesia khususnya ganda putra kadung banyak tercipta. Maka, tak heran pula jika ia begitu hapal sosok-sosok siapa saja yang selama ini ia anggap berhasil sebagai anak latihnya.
"Kalau yang paling senior kita semua mungkin ingat ada nama Edy Hartono Gunawan atau disapa 'Kempong', lalu ada Bambang Sugiarto Gunawan. Kalau yang fenomenal kita pasti ingat duo R, Ricky dan Rexy Mainaky, juara Olimpiade. Terus ada Chandra Toni dan Chandra Sigit, mereka adalah pemain yang hebat-hebat," kenang Hadinata.
Kini, Christian memposisikan dirinya sebagai penonton dan pendukung bulu tangkis seperti kebanyakan orang lain. Untuk lebih memudahkan orang lain memahami keinginan Hadinata soal bulu tangkis Indonesia, sosok kelahiran Purwokerto ini menganalogikan atlet saat ini seperti atlet lari estafet di atletik.
ADVERTISEMENT
Christian Hadinata dapat penghargaan dari Unnes (Foto: Aditya Pradana Putra/Antara)
zoom-in-whitePerbesar
Christian Hadinata dapat penghargaan dari Unnes (Foto: Aditya Pradana Putra/Antara)
"Saya sering mengibaratkan atlet seperti di cabang olaharaga atletik nomor lari estafet. Kami ini 'kan (atlet terdahulu) adalah pelari pertama yang sudah finis, nanti pelari kedua meneruskan, lalu pelari ketiga. Pemain macam Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo adalah pelari keempat, mereka punya tanggung jawab untuk menjaga prestasi yang sudah ada," katanya.
Di akhir perbincangan dengan kumparanSPORT, Christian menyampaikan beberapa harapan yang ingin ia lihat dalam beberapa tahun ke depan soal prestasi bulu tangkis Indonesia. Beberapa di antaranya adalah mengembalikan kejayaan Indonesia di Olimpiade dan Piala Thomas.
"Kalau yang nomor satu saya ingin melihat Piala Thomas kembali, karena saya pernah jadi pemain, pelatih, dan manajernya, yang belum kesampaian adalah melihat piala ini kembali. Kemudian di 2020 kita berharap sektor ganda putra menang di Olimpiade," tuturnya.
ADVERTISEMENT
"Kemarin sudah luar bisa ganda campuran bisa menang, sudah luar biasa. Selanjutnya ganda putri bisa meraih medali, apa pun medalinya, karena selama ini belum pernah di ajang Olimpiade. Jadi, ganda putra kembali tradisi emas, ganda campuran pertahankan emas, dan ganda putri menang medali apa pun," tutup Christian.
Tubuh boleh saja renta, tapi hasrat besar yang dimiliki terhadap bulu tangkis akan terus diemban oleh Hadinata untuk melihat prestasi Indonesia terus berjaya di dunia. Baginya, PB Djarum saat ini menjadi salah satu tempat yang dijadikan untuk mewujudkan harapan itu.