Disabilitas Tak Halangi Sapto Yogo Berprestasi di Arena Atletik Dunia

1 Oktober 2018 16:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Atlet Asian Para Games 2018, Yogo. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Atlet Asian Para Games 2018, Yogo. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Siapa pun pasti ingin terlahir dengan sempurna. Punya organ tubuh yang lengkap dan juga berfungsi optimal.
ADVERTISEMENT
Namun, kehendak Tuhan adalah kuasa paling niscaya dalam hal ini. Setiap insan tak dapat memilih bagaimana dan seperti apa dia dilahirkan. Pun kelak akan tumbuh seperti apa.
Hal inilah yang juga terjadi pada seorang Sapto Yogo Purnomo. Pria 20 tahun ini tak pernah memilih bertumbuh dengan kondisi mengidap cerebral palsy, sebuah gangguan pada gerakan, otot, atau postur.
Kondisi tersebut membuat Sapto memiliki kelemahan di tangan dan kaki sebelah kanan. Begitu pun dengan bentuknya, tangan kanan Sapto terlihat kaku dan tak seluwes orang pada umumnya.
Dengan kondisi itu, semasa kecil Sapto pernah dirundung rasa minder. Dia malu bukan main kala beberapa temannya memandanginya secara aneh.
“Itu kayak dikucilkan gitu sama teman-teman terus sering diejek, ini fisiknya kuranglah ini,” cerita pria asal Banyumas itu saat bersua kumparan di Stadion Sriwedari, Solo.
ADVERTISEMENT
Elegi itu pun tak hanya terjadi sekali dua kali. Seringkali omongan tak pantas itu harus terurai di telinganya. Lebih-lebih, nyanyian “kurang ajar” itu juga diterimanya di sekolah, di tempat anak-anak seharusnya fokus belajar dan menggali bakat serta mengasahnya. Sapto sempat tak tahan dengan ejekan itu dan sejenak mengibarkan bendera putih.
“Itu sering banget sampai saya enggak pernah masuk sekolah seminggu gara-gara dikucilkan terus gara-gara diejek gitu,” tambah dia.
Atlet difabel Indonesia, Sapto Yogo Purnomo. (Foto: Charles Brouwson/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Atlet difabel Indonesia, Sapto Yogo Purnomo. (Foto: Charles Brouwson/kumparan)
Mengetahui anaknya jatuh terpuruk, orang tua Sapto terus mengangkat kepercayaan diri sang anak. Tak ada gunanya terus berdiam di rumah dan meratapi nasib. Sapto lalu perlahan bangkit dan melangkah perlahan kembali ke sekolah.
Berjumpa lari, berjumpa bahagia
Di sekolah, perlahan Sapto bangkit dan membuktikan siapa dirinya yang sebenarnya. Meski mengidap cerebral palsy Sapto begitu menonjol di pelajaran olahraga, terutama cabang atletik. Dia lebih unggul dari teman-temannya yang fisiknya tak berkekurangan.
ADVERTISEMENT
Memasuki SMK, bakat Sapto semakin kentara dan tak terelakkan. Hal itulah yang membuat seorang guru kemudian mendatanginya. Sebuah tawaran yang mengantar Sapto keluar dari lubang derita kala itu.
“Itu kebetulan guru saya melihat potensi saya itu di olahraga juga. Terus bagian fisik juga kurang normal. Akhirnya saya ditemukan oleh seseorang yang juga pengurus atlet-atlet difabel di Jateng akhirnya saya mulai latihan di sini di Solo untuk mengikuti Peparpenas di Bandung,” Sapto bercerita.
Guru bernama Winda Prasepti itu terus menerus memotivasinya, sekaligus menjadi pelatih pertama dalam sejarah karier Sapto. Berkat kerja kerasnya dan sang pelatih, Sapto kemudian memetik hasil manis di turnamen nasional pertamanya.
“Di Peparpenas kemarin mendapat 5 medali emas,” sebut dia.
ADVERTISEMENT
Dari capaian apik itu, Sapto kemudian dipanggil untuk mengikuti Pelatnas Atletik di Solo yang berada di bawah naungan National Paralympic Committee (NPC). Saat itu, Pelatnas tersebut dipersiapkan untuk menghadapi ajang ASEAN Para Games 2017 di Kuala Lumpur. Akan tetapi, mendapat ajakan tersebut tak membuat orang tua Sapto lantas begitu saja meridai.
“Pertama sih orang tua ragu-ragu ya,” ujar Sapto.
Oleh karena keinginan Sapto begitu kuat, solusinya akhirnya ditempuh dengan mengadakan pertemuan antara orang tua dan pengurus NPC. Setelah diyakinkan oleh pengurus NPC, restu untuk Sapto menempa karier di Pelatnas pun diberikan.
Atlet Boccia Sapto Yogo (Foto:  Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Atlet Boccia Sapto Yogo (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Walau begitu, orang tua sapto tak lantas langsung melepaskannya. Mereka sesekali di awal sering memantau latihan yang dijalani sang anak.
ADVERTISEMENT
“Pertama sih sering ke sini untuk melihat saya ke sini untuk melihat saya latihan langsung itu gimana. Tanya pengurus yang ngurus saya di NPC. Apakah benar dari ucapannya (Sapto) gimana (latihan atau tidak),” terang Sapto.
Nyatanya Sapto tak salah. Dia memang benar-benar latihan serius.
Buahnya di kejuaraan internasional pertamanya, ASEAN Para Games 2017, dia berhasil mendulang 2 medali emas serta 1 medali perak. Tak berhenti di situ, di ajang yang lebih mendunia Sapto kembali menunjukkan tajinya. Dia berhasil menjadi kampiun di World Para Athletic 2018 di China.
Atlet difabel Indonesia, Sapto Yogo Purnomo. (Foto: Charles Brouwson/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Atlet difabel Indonesia, Sapto Yogo Purnomo. (Foto: Charles Brouwson/kumparan)
Capaian gemilang itu membuat Sapto bisa tersenyum lega. Dia kini bisa melibas olokan teman-temannya dulu dengan segudang prestasi gemilang.
Justru, mereka yang dulunya menghina Sapto kini berbalik arah mendukungnya.
ADVERTISEMENT
“Kalau sekarang sih teman-teman sekolah sudah enggak ngomong kayak gitu. Sekarang malah mendukung sekali untuk mengikuti ajang lomba ini karena ini adalah jalan untuk masa depan,” tutup Sapto.
kumparan akan menyajikan story soal atlet-atlet penyandang disabilitas kebanggaan Indonesia dan hal-hal terkait Asian Para Games 2018 selama 10 hari penuh, dari Kamis (27/9) hingga Sabtu (6/10). Saksikan selengkapnya konten spesial dalam topik ‘Para Penembus Batas’.