Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Fictor Roring: Saya Cinta Pelita Jaya, juga Satria Muda
14 Mei 2017 14:52 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
ADVERTISEMENT

Jersey bernomor 18 itu tergantung rapi di langit-langit BriTama Arena, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Jersey itu bernamakan “Fictor Roring”, terpasang bersama nama-nama besar lain di rumah kebanggaan Satria Muda.
ADVERTISEMENT
Menemani jersey Ito, sapaan akrab Fictor Roring, ada nama-nama macam Amran A. Sinta, Syahrizal A., Ariano, Rony Gunawan, Situmorang, Youbel Sondakh dan sederet nama besar lainnya tergantung di langit-langit arena itu. Ini adalah sebuah kebanggaan, penggambaran akan kejayaan mereka ketika berkiprah sebagai pemain di Liga Bola Basket Indonesia.
Satria Muda boleh dibilang beruntung memiliki pemain-pemain macam mereka. Tak hanya terkenang di lapangan, nama mereka juga melegenda di jagat perbasketan Indonesia. Salah satu yang mencolok dari sekian nama itu, tentu saja, adalah Fictor Roring.
Pria kelahiran Manado 44 tahun silam ini kembali mengejutkan dunia basket Indoensia. Pasalnya, usai keluar dari Garuda Bandung pada 2016 silam. Coach Ito tak pernah lagi terlihat di lapangan atau membesut tim profesional lainnya. Bahkan namanya tak muncul dalam daftar pelatih Timnas Basket Indonesia.
ADVERTISEMENT
Namun, Februari 2017, saat Indoensia Basketball League memasuki seri ketiga di Semarang. Coach Ito kembali datang meramaikan Liga Basket Indonesia dengan bergabung ke Pelita Jaya Jakarta. Tentunya hal ini menimbulkan banyak pertanyaan, kenapa ia tak memilih kembali ke Satria Muda? Bukankah Satria Muda adalah tim yang pernah ia bela, baik sebagai pemain maupun pelatih?
Kepada kumparan (kumparan.com), Coach Ito menceritakan perjalanannya ketika dulu masih bermain hingga akhirnya bergabung di Pelita Jaya sebagai Head Director of Training.
Dengan logat khas Manado yang kental, Coach Ito kembali bernostalgia bersama saya soal perjalanannya meniti karier di dunia basket.
“Pertama kali saya bermain basket di tingkat profesional adalah di Pelita Jaya, dari Pelita Jaya saya pindah ke Aspac kemudian sempat kembali ke Pelita Jaya sampai akhirnya memutuskan pindah ke Satria Muda dan mengakhiri karier pemain di sana,” katanya.
ADVERTISEMENT
Sejatinya, dengan kembali ke Pelita Jaya, Coach Ito pulang kepada tim yang pertama kali memberikannya kesempatan untuk menjadi pemain. Namun, karier gemilang yang ia ciptakan bersama Satria Muda seolah membiaskan nama Pelita Jaya dari bab perjalanan hidupnya.
Tapi, rumah akan kembali memanggil pulang, bukan?
Meski Satria Muda telah mengabadikan namanya di BriTama Arena, jalan hidup kembali membawa Coach Ito mengulang petualangannya bersama Pelita Jaya.
Setelah pensiun sebagai pemain pada tahun 2001, Coach Ito memulai karier kepelatihannya sebagai asisten pelatih Satria Muda Jakarta di tahun 2002. Akhirnya manajemen SM mengangkatnya untuk menjadi pelatih kepala tahun 2004.
Karier Coach Ito sebagai pelatih terbilang sangat menyakinkan. Pada tahun pertamanya menjadi pelatih, ia berhasil membawa SM keluar sebagai juara Liga Basket Indonesia. Tangan dinginnya pun kembali membawa SM melaju ke babak final Liga Basket Indonesia tahun 2005, namun saat itu mereka hanya bisa menjadi runner-up.
ADVERTISEMENT
Gagal juara di musim 2005 menjadi titik balik baginya untuk membuktikan kapasitasnya sebagai pelatih berkualitas. Hasilnya, Coach Ito membawa SM menjuarai liga basket Indonesia dua tahun berturut-turut (2006 dan 2007).
Kepiawaiannya meracik tim pun membawa pria bertinggi 195 cm ini ditunjuk sebagai pelatih Tim Nasional Basket Indonesia. Di bawah arahannya, prestasi tim basket Indoensia perlahan mulai menemukan kebangkitan. Terhitung tiga kali ia membesut Timnas Basket untuk ajang SEA Games di tahun 2007, 2011, dan 2015, hasilnya dua medali perak dan satu medali perunggu berhasil di persembahkan untuk Ibu Pertiwi.
Hampir 15 tahun lamanya Coach Ito menjadi bagian dari SM. Namun, pada 2012, ia memutuskan hengkang. Ia mengatakan, keputusannya keluar dari SM pada 2012 didasarkan pada keputusan internal.
ADVERTISEMENT
“Setelah menjalani hampir 12 tahun lebih di SM, pada 2012 saya memutuskan keluar karena keluarga saya pindah ke luar negeri. Tapi saat itu saya berkeyakinan akan kembali pulang ke Indonesia,” kata Coach Ito yang memenangi delapan gelar juara Liga Basket Indonesia bersama SM ini.
Keyakinannya itu berbuah manis. Pada tahun 2015 ia kembali ke Indonesia dan langsung menjadi pelatih Timnas Basket untuk SEA Games di Singapura.
Bermaterikan pemain macam Christian Ronaldo Sitepu, Andakara Prastawa, Mario Wusyang dkk. Coach Ito sukses membawa medali perak bagi Indonesia.
Sukses membesut Timnas, Coach Ito mendapat banyak tawaran untuk melatih di tim peserta Indonesia Basketball League 2016. Namun, kali ini bukan SM yang jadi labuhan anyarnya, melainkan Garuda Bandung yang berhasil menggaetnya.
ADVERTISEMENT
“Setelah dari SEA Games saya dapat banyak tawaran dari klub di liga, tapi saya memutuskan mencari tempat baru di Garuda Bandung,” katanya.
Perjalanan Coach Ito di Garuda Bandung hanya berlangsung satu musim saja. Setelah hanya mampu mengantar Garuda Bandung sampai di babak palyoff, ia memutuskan untuk tidak melanjutkan kerjasama dengan pihak Garuda Bandung, terlebih dengan kondisi internal Garuda yang memang sedang tidak kondusif.
Nama Coach Ito tidak muncul di IBL musim 2017. Sempat ada kabar bahwa ia kembali pindah ke luar negeri, pada Februari 2017 silam. Namun, ia mengejutkan publik perbasketan Indonesia dengan kembali bergabung dengan salah satu tim peserta IBL.
Alih-alih kembali ke Garuda atau SM, Coach Ito malah muncul sebagai bagian dari Pelita Jaya Jakarta. Bukan sebagai pelatih, ia menjabat sebagai Head Director of Training di sana.
ADVERTISEMENT
Kehadirannya jadi “faktor X” dari penampilan PJ musim ini. Di bawah arahan Johannis Winar (yang akrab disapa Coach Ahang) dan dukungan dari Coach Ito, PJ menjelma jadi tim menjanjikan dan konsisten musim ini.
Pembuktian pertama adalah PJ keluar sebagai juara di divisi putih mengungguli tim kuat macam W88 News Aspac Jakarta. Penampilan PJ yang semakin matang di bawah kolaborasi Coach Ahang dan Coach Ito berbuah manis hingga akhirnya PJ sampai di babak final untuk tiga musim berturut-turut.
Namun, bagaikan sebuah kutukan. PJ selalu saja gagal meraih kemenangan dari tiga final yang mereka mainkan. Hingga akhirnya musim ini, mereka berhasil mematahkan keraguan dan dahaga akan gelar juara yang hampir 20 tahun lamanya mereka nantikan.
ADVERTISEMENT
Di partai puncak, PJ harus menghadapi tim dengan komposisi pemain yang lebih matang: Satria Muda. Bagi Coach Ito, juga Faisal Ahmad dan Amin Prihantono, yang juga pernah menjadi bagian dari SM, laga ini terasa lebih spesial. Pasalnya, mereka bertiga menghadapi mantan tim yang telah membesarkan nama mereka di dunia basket Indonesia.
Sambil membenarkan posisi duduknya, Coach Ito menceritakan apa yang ada di benaknya ketika harus menghadapi SM sebagai lawan di final IBL, Minggu, 7 Mei lalu.
“Kami berharap mendapat lawan terbaik di partai final dan ternyata SM yang jadi lawan, dan itu babgus. Suatu kebanggaan yang luar biasa. PJ dan SM adalah tim favorit saya, apa lagi Youbel Sondakh (pelatih SM saat ini, red) adalah mantan pemain besutan saya dulu. Saat itu perasaan saya campur aduk, tapi motivasi kami saat itu sangat tinggi dan berhasil menang atas mereka,” katanya sambil tersenyum.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, kemenangan PJ di final juga tidak terlepas dari faktor keberuntungan. Pasalnya, kata Coach Ito lagi, secara hitung-hitungan di atas kertas, SM unggul di hampir setiap aspek atas PJ.
“Saya hanya melakukan sedikit perbaikan di PJ, khususnya mental bermain anak-anak. Soal taktik bermain saya sangat mengapresiasi Coach Ahang yang bisa bekerjasama dengan saya. Yang jadi keuntungan bagi PJ adalah belum matangnya para pemain muda SM di musim ini dan keputusan yang kami ambil sudah tepat dan bisa mengatasi keunggulan SM,” jelas Coach Ito.

Meski begitu, belum matangnya pemain muda SM, menurut Coach Ito, menjadi sesuatu yang berharga bagi SM sendiri. Hanya tinggal menunggu waku sampai pemain SM menyatu dan menjadi lebih dewasa dari segi permainan. Saat ini, Coach Ito sedang mengusahakan agar PJ bisa menyamai sistem yang dibuat oleh SM.
ADVERTISEMENT
Namun, kemenangan atas SM pada Minggu malam itu tidak menjadikannya jemawa berlebihan. Dengan langkah pasti ia menuju bench pemain dan staf SM tak lama setelah laga berakhir. Ia kemudian menyalami dan mengusap kepala para pemain SM yang tertunduk meratapi kekalahan.
Tapi, tangan kokoh dari Coach Ito seolah mengusap air mata kepedihan para pemain SM dan juga para penggemarnya. Dia si anak hilang, tak pernah melupakan rumahnya dan tetap mencintai tempat ia dibesarkan.
“Setiap momen juara itu adalah kebanggaan, perasaan itu muncul tiba-tiba, kepuasan dan semua orang pasti akan senang luar biasa. Namun, saya tetap respek dan mencintai mereka (SM) karenanya saya menghampiri ke bench mereka. Saya tahu bagaimana rasa pedih oleh kekalahan,” katanya.
ADVERTISEMENT
Coach Ito di Luar Kepelatihan Profesional
Bagi Coach Ito, sudah semua hal ia dapatkan dari bola basket. Gelar juara, materi, kawan, ilmu, serta hal-hal tak kasat mata lainnya yang mungkin lebih berpengaruh ketimbang materi.
Berangkat dari situ, Coach Ito kemudian mendirikan sebuah akademi bola basket bagi anak-anak usia dini yang ingin belajar bola basket. Baginya sudah saatnya untuk berbagi ilimu yang dia miliki.
“Iya, itu adalah giving back, memberikan apa yang sudah saya dapatkan. Saya juga ‘kan memang senang melatih. Jadi, yah, ini pun hobi saya,” katanya.
Baginya, telah banyak kenangan manis yang ia dapatkan selama bermian dan melatih di dunia basket Indonesia. Namun, hal indah yang ia rasakan selama jadi pelatih bukan melulu soal gelar juara, melainkan bisa melihat anak didiknya bisa menjadi seseorang dan bisa membangun hidup dari bola basket.
ADVERTISEMENT
“Saya merasa bangga ketika melihat anak-anak saya tumbuh, bisa menyelesaikan sekolahnya, membangun keluarga dan bisa mapan adalah sebuah kebahagiaan tersendiri,” tuturnya.
Kalimat penutup seorang Coach Ito seolah mengantarkan ingatan saya menuju Yogyakarta, di mana mimpi dan pendewasaan kala itu sedang saya curahkan di lapangan. Hasrat untuk sukses menjadi seorang pelatih diredam oleh kepuasaan melihat anak-anak didik bisa membangun kehidupan dari bola basket.
Bagi Coach Ito, melihat para atlet binaannya membangun kehidupan masing-masing, bisa berkeluarga, dan mampan di kehidupan adalah kepuasan tersendiri. Bagi saya, melihat anak-anak bisa mengembangkan pemikiran, semangat belajar, dan arti pertemanan lewat basket adalah kepuasaan tersendiri selain mendapatkan kemenangan.
Hari itu, bukan hanya Coach Ito yang bernostalgia dengan kenangannya tapi pria yang duduk termangu di depannya pun sedang bermain dengan ingatan indahnya.
ADVERTISEMENT