Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Herry IP: Naga Api Cipayung yang Enggan Tinggalkan Indonesia
28 Februari 2019 17:59 WIB
Diperbarui 21 Maret 2019 0:03 WIB

ADVERTISEMENT
Pemusatan latihan nasional (pelatnas) Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) di Cipayung, Jakarta Timur, adalah pabrik pencetak pebulu tangkis nasional. Di sanalah puluhan pemain top, para juara dunia, hingga penyumbang emas Olimpiade digembleng sedemikian rupa.
ADVERTISEMENT
Dalam usaha mencetak atlet berkualitas tinggi itu, peran pelatih tentu tak bisa dikesampingkan. Di balik penampilan hebat para jawara, ada tangan-tangan dingin yang membentuknya. Herry Iman Pierngardi, alias Herry IP, adalah salah satunya.
Herry IP bergabung dengan PBSI pada 1993 dan enam tahun kemudian dirinya mulai berkecimpung di ganda putra. Dalam perjalanannya, pria 56 tahun ini sudah banyak mencetak pasangan berkualitas, mulai dari Toni Gunawan/Candra Wijaya sampai Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan, dari Sigit Budiarto/Candra Wijaya sampai Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo.
Sang pelatih sendiri sempat keluar dari PBSI pada 2007-2011. Selama periode tersebut, Sigit Pamungkas yang menakhodai sektor ganda putra Indonesia berhasil mempersembahkan emas Olimpiade 2008 lewat Markis Kido/Hendra Setiawan.
ADVERTISEMENT
Sekembalinya ke Cipayung, Herry IP yang lahir pada 21 Agustus 1962 ini bertugas meneruskan rapor emas yang dipersembahkan Markis/Hendra setelah duo tersebut keluar dari pelatnas. Lantas, Hendra yang kembali ke Cipayung pada 2012 menemukan jalan kesuksesan lain bersama Mohammad Ahsan.
Ya, meski berbagai gejolak tersebut membuat sektor ganda putra Indonesia sempat melempem beberapa tahun, Herry IP kembali mengangkatnya lewat gelar Ahsan/Hendra di Kejuaraan Dunia 2013, All England 2014, Asian Games 2014, hingga Kejuaraan Dunia 2015.
Berikutnya, tongkat estafet kedigdayaan ganda putra Indonesia diberikan kepada Marcus /Kevin. Semua itu dicapai dengan berlatih hari demi hari bersama Herry IP di Pelatnas PBSI Cipayung. Kepada Marcus/Kevin juga Herry IP akan menaruh asa di Olimpiade 2020, gelar yang masih alpa di rapor sang pelatih.
ADVERTISEMENT
Semua capaian Herry IP itu tidak didapatkan dalam waktu singkat. Dia sadar betul akan hal itu. Baginya, belajar dari kegagalan adalah syarat mutlak menuju keberhasilan.
"Saya (melatih) ganda putra dari 1999, menggantikan Koh Chris (Christian Hadinata, red). Saat itu saya sudah keluar klub Tangkas, sampai sekarang saya independen. Awalnya pun saya latih pratama (junior) dulu. Kunci transisi ke senior, kita (pelatih) harus jeli melihat kualitas pemain, dan pastinya kerja keras," kata Herry IP.
"Yang pasti pengalaman saya sudah banyak. Tidak semua sukses, pasti ada gagalnya. Tapi saya belajar dari kegagalan. Jangan bilang saya berhasil, sebelumnya 'kan saya tidak berhasil. Dan saya belajar dari kegagalan itu. Jadi (kuncinya) tetap jam terbang dan pengalaman," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Bersama asisten pelatih Aryono Miranat, Herry IP pun tidak mengalami kendala dalam menyusun program latihan. "Kelebihan dan kekurangan sudah tahu dan saling mengisi. Yang terpenting, sejalan sudut pandangnya dengan tujuan yang sama," kata Herry IP.
Ke sana kemari menemani Marcus/Kevin hingga rutin berpose di setiap momen juara, Herry IP tentu mencuri perhatian penggemar bulu tangkis di luar negeri, khususnya Asia. Dari China, lahirlah julukan 'Naga Api' untuk Herry IP.
"Saya tidak tahu (kenapa), tahunya itu dari penggemar bulu tangkis China. Sinyo (Marcus, red) 'Senyum Matahari', Kevin 'Tangan Petir', saya dijuluki Coach 'Naga Api'. Dari China jadi ke seluruh dunia dan melekat," ujarnya.
Selain 'Naga Api', rambut Herry IP yang semakin memutih juga melahirkan julukan lain: 'Pelatih Rambut Putih'. "Yang penting sehat, rambut hitam kalau sakit melulu juga percuma," imbuh Herry IP sambil terkekeh.
ADVERTISEMENT
Selain mengawal Marcus/Kevin, pelatih kelahiran Pangkal Pinang ini juga mengemban tugas membina skuat pelatnas utama ganda putra PBSI yang di antaranya berisikan Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto, Berry Angriawan/Hardianto, hingga Akbar Bintang Cahyono/Moh Reza Pahlevi Isfahani.
Seiring generasi yang berubah, Herry IP pun menyadari bahwa godaan para pemain saat ini adalah media sosial, termasuk komentar negatif di dalamnya. Untuk menghindari hilangnya fokus, dia pun mengimbau agar atlet tak perlu membuka media sosial.
"Itu langkah paling jitu. Kalau kalah jangan buka, saat menang saja kadang masih ada komentar negatif. Jadi tidak usah buka itu (media sosial)," ujar Herry IP.
"Saya mengimbau saja, jadi kalau memang pemain terganggu, jangan buka media sosial. Setiap pemain beda, ada yang terima, ada yang keki, ada yang bahkan panas. Jadi yang terbaik cuekin saja (komentar negatif). Karena tidak hanya di Indonesia, di China juga sama soal bully (pemain)," katanya.
ADVERTISEMENT
Well, uban yang mulai menjajah semua helai rambut sang pelatih juga bukti bahwa umurnya yang tak muda lagi. Belasan tahun melatih di PBSI, Herry IP sadar akan tiba waktunya untuk berhenti.
"Selama masih dipercaya sama PBSI, saya akan terus (melatih). Tapi saya pun tidak akan selamanya di sini. Otomatis, saya harus mempersiapkan pengganti. Itu sudah terpikir oleh saya, cuma waktu yang menjawab," kata 'Sang Naga'.
"Sebenarnya saya melatih juga sudah tidak seperti dulu lagi, jadi butuh waktu. Saya juga sudah mikir sama istri, masa begini melulu. Kalau tawaran dari luar negeri sebenarnya banyak banget, tapi sampai saat ini saya masih belum tertarik, masih senang sama Indonesia, berat (untuk meninggalkan)," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Gelar, nama besar, semua sudah dimiliki oleh Herry IP. Namun, pada dasarnya semua itu bukan tujuan utama yang dia canangkan. Baginya, yang paling penting dari ini semua adalah berbagi. Inilah yang ingin terus dilakukan Herry IP seterusnya.
"Membagi ilmu, kalau dibilang cari apalagi, sudah jalani saja. Saya bantulah anak-anak Indonesia yang bisa mengharumkan nama Indonesia. Kalau kita punya ilmu tapi tidak berguna untuk orang lain, buat apa?" ucap Herry IP mengakhiri.