Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Johanna Konta Menutup Tahun-tahun Muram di Atas Lapangan Tenis
1 Januari 2019 10:09 WIB
Diperbarui 15 Maret 2019 3:51 WIB
ADVERTISEMENT
Tahun 2018 bukan tahunnya Johanna Konta . Bahkan periode muram itu sudah dimulai sejak akhir perjalanannya di Wimbledon 2017. Di turnamen tenis tertua edisi itu, Konta sampai ke babak semifinal. Sayangnya, ia kalah dalam perebutan tiket final dari Venus Williams, 4-6, 2-6.
ADVERTISEMENT
Ternyata kekalahan itu bukan peristiwa yang kelewat buruk. Keberhasilan merengkuh tiket semifinal mengatrolnya naik ke peringkat empat dunia kategori tunggal putri.
Namun, AS Terbuka 2017 adalah mimpi buruk yang menjadi kenyataan. Petenis asal Inggris ini gugur di babak pertama dari non-unggulan, Aleksandra Krunic. Melangkah ke Toray Pan Pacific Open (Tokyo Terbuka), ia kalah di babak kedua dari wakil Republik Ceko, Barbora Strycova.
Perjalanan Konta berlanjut ke Wuhan Terbuka. Lagi-lagi makanan pahit ditelannya dalam rupa kekalahan di babak kedua. Kali ini, yang menjadi lawan adalah petenis Australia, Ashleigh Barty. Cerita di China Terbuka pun tak berbeda jauh. Ia malah kalah di babak pertama dari Monica Niculescu.
Dengan kekalahan berturut-turut ini, tepat pada 9 Oktober 2017, peringkatnya merosot hingga posisi 10. Mengawali musim 2018, asa Konta kembali meninggi di Brisbane International karena menjejak ke perempat final. Sayangnya, cedera pinggang memaksanya mengundurkan diri.
ADVERTISEMENT
Sebagai pemanasan Australia Terbuka 2018, Konta menjajal kemampuannya di Sydney International. Toh, di awal 2017, ia menjadi juara di turnamen ini. Alih-alih mempertahankan gelar, Konta justru kandas di babak pertama dari Agnieszka Radwanska.
Cerita kekalahan ini berlanjut hingga empat seri Grand Slam, Indian Wells, Miami Terbuka, Charleston Terbuka, Madrid Terbuka, Birmingham Classic, dan Eastbourne International 2018. Alhasil, peringkat Konta terjun bebas hingga posisi 37.
"Saya pikir sejak 2017 itu, saya kehabisan tenaga. Makanya, saya berusaha membangun kembali dengan manajemen yang lebih baik. Yang bisa saya lakukan adalah mencoba belajar dari pengalaman dan kesalahan masa lalu. Tahun ini saya akan mencoba untuk menentukan jadwal dengan memperhatikan siklus turnamen, istirahat, dan latihan. Penting bagi saya untuk memiliki orang-orang yang memahami saya," ujar Konta, mengutip dari Telegraph.
ADVERTISEMENT
Persoalan Konta bukan cuma kekalahan, tapi perpisahan dengan pelatihnya, Mike Joyce. Sebenarnya sebelum memutus kerja sama dengan Joyce, sudah ada dua pelatih yang memutuskan berpisah dengannya: Wim Fissette pada akhir 2017 dan Esteban Carill pada awal 2018.
Namun, Konta belum menyerah. Upaya yang dilakukannya untuk mengelilingi diri dengan orang-orang yang memahaminya adalah menemukan pelatih yang tepat. Kabar baiknya, ia menemukan apa yang ia butuhkan dalam pelatih barunya, Dimitri Zavialoff.
Metode yang digunakan oleh mantan pelatih Stan Wawrinka ini cukup berbeda. Alih-alih memaksakan atau kelewat mengatur Konta untuk mengikuti turnamen ini dan itu, Zavialoff mendorongnya untuk menjadi pribadi yang independen dan berani mengambil keputusan sendiri.
"Kerja sama saya dengan Dimitri (Zavialoff) berbeda dengan yang sudah-sudah. Dimitri mendorong saya untuk memikirkan masukan apa yang baik untuk memperbaiki permainan saya. Ia mengajar saya untuk lebih paham dengan permainan sendiri dan dia membuat saya lebih mandiri di lapangan."
ADVERTISEMENT
'Overload', 'burnout' apa pun istilahnya--itulah yang dinilai sebagai pangkal penurunan performa Konta. Petenis wanita asal Inggris pertama yang mencapai semifinal Wimbledon sejak 1978 ini pun mengakui bahwa persoalan psike memang mengganggu permainannya. Saking penatnya, Konta bahkan mengaku tidak bisa menikmati liburan singkat di Moskwa yang memang sudah ia rencanakan.
"Itu bukan liburan terbaik saya, dalam arti saya tidak benar-benar rileks karena pada dasarnya saya merasa ada banyak hal yang harus saya kerjakan. Tubuh saya rasanya begitu sibuk dan saya tidak beristirahat dengan benar. Jadi, saya pikir, saya memang butuh waktu bersantai," kata Konta .
"Istilah yang biasa kita gunakan adalah 'burnout'. Artinya, kamu mengeluarkan energi dan sumber daya lainnya jauh lebih banyak daripada yang harusnya kamu berikan--baik secara emosi maupun fisik. Tiba-tiba kamu kandas begitu saja dan menemukan momen saat kamu harus menampilkan yang terbaik. Yang kamu sadari, penampilan terbaikmu tak ada lagi. Sejak 2017, saya mengalami sendiri momen seperti itu. Saya tidak bisa mengatasi tekanan dan ekspektasi," jelas Konta.
ADVERTISEMENT
Begitulah, ketika hidup sedang sibuk-sibuknya, biasanya mala itu gemar menghajar dengan seketika. Ketika menyadari bahwa kekuatannya sudah mencapai batas, Konta melakukan kesalahan dan terjatuh, lantas kesulitan untuk bangkit kembali. Penyesalan yang tadinya lamat-lamat seketika berubah menjadi teriakan lantang. Benaknya penuh dengan rutuk. Konta sadar pertandingannya sudah tamat.
Tapi, itu cerita musim lalu. Kini musim baru sudah menunjukkan rupanya. Cerita muram yang sudah-sudah telah mencapai epilognya sendiri. Serupa petenis lain, Konta bersiap--mempertegas langkah, mengangkat raket, dan menjejak ke lapangan. Memang tak ada yang tahu akan sejauh apa langkahnya nanti. Tapi yang jelas, ayunan raket dari satu lapangan ke lapangan lain itu adalah bukti bahwa manusia--termasuk Konta --tidak diciptakan untuk ditaklukkan.
ADVERTISEMENT
***
Seri pertama kompetisi Grand Slam 2019, Australia Terbuka 2019, akan digelar di Melbourne Park--Melbourne, Australia--pada 14 Januari hingga 27 Januari 2019.