Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Kisah Felix Baumgartner, Manusia yang Tantang Maut Lompat dari 'Angkasa' ke Bumi
19 Oktober 2022 17:57 WIB
·
waktu baca 7 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Pada 14 Oktober 2012, delapan juta orang dari seluruh dunia secara bersamaan menonton melalui YouTube saat Baumgartner melompat kembali ke Bumi dari ketinggian yang memecahkan rekor, yakni 39 km, dalam durasi 4 menit 19 detik. Itu menjadi live streaming terbesar dalam sejarah YouTube.
Baumgartner, yang merupakan seorang skydiver dan BASE jumper profesional, membuktikan bahwa manusia dapat menerabas kecepatan suara saat terjun bebas dalam proyek yang bersama Minuman Berenergi dari Austria itu. Sebab secara sains, kecepatan suara di udara adalah 1.235 km per jam.
Dan faktanya, Baumgartner menempuh kecepatan vertikal maksimum 1.357,6 km per jam. Itu menjadi satu dari tiga rekor dunia yang dipecahkannya. Sementara, rekor lainnya adalah lompatan tertinggi dari ketinggian 38.969,4 meter dan jarak vertikal terjun bebas 36.402,6 meter.
Waktu 10 tahun telah berlalu sejak aksi fenomenal tersebut. kumparan berkesempatan mewawancarai Felix Baumgartner secara eksklusif. Ia kembali mengenang momen mendebarkan dalam proyek Red Bull Stratos.
ADVERTISEMENT
"Pertama-tama, itu bukan di luar angkasa, karena luar angkasa dimulai dari 100 km [dari permukaan tanah], itu di stratosfer. Tapi tentu saja...," Baumgartner terhenti sekitar 5 detik untuk menekukan kata yang tepat, "...terasa menarik karena ketika keluar dari kapsul, saya berakselerasi 1.357,64 km/jam dalam 55 detik. Ini sangat memacu adrenalin," jelasnya.
"Saya ingin melakukan sesuatu yang berbeda, bekerja dengan tim yang lebih besar, bekerja dengan beberapa ilmuwan, karena menarik, banyak yang harus dipelajari," tambahnya.
Membayangkan diri kita melompat dari ketinggian 39 km boleh jadi sangat menakutkan. Wajar jika ada rasa penasaran tentang bagaimana perasaan Felix Baumgartner yang melakukan aksi super ekstrem tersebut, bagaimana dia mengatasi rasa takut, apakah ia terpikir tentang kematian, dan lain sebagainya.
ADVERTISEMENT
Untuk mengontrol diri tetap tenang dalam situasi amat berbahaya, manusia biasanya memerlukan metode khusus dengan bantuan psikolog atau ritual tertentu atau persiapan spesial. Akan tetapi, saat ditanya tentang itu, Baumgartner menjawab dengan dingin.
"Ya, mungkin ada metodenya, tetapi saya tidak membutuhkannya karena saya sudah lama melakukan hal seperti ini [aksi melompat dari ketinggian ekstrem]. Pikiran saya sudah terlatih untuk menemukan jalan keluar dari situasi itu. Saya telah melakukan ini begitu lama, jadi saya tidak memerlukan metode apa pun, alamiah saja," jelasnya.
Baumgartner mengatakannya seolah-olah melompat dari ketinggian adalah rutinitasnya. Namun memang, dalam perjalanan hidupnya, pria 53 tahun itu telah melompat dari berbagai tempat yang sangat tinggi. Dan perusahaan minuman berenergi dengan ciri kaleng biru dan silver itu senantiasa mendukung aksi-aksinya.
Pada 1999, pria kelahiran 20 April 1969 itu memecahkan rekor dunia untuk lompatan parasut tertinggi saat melakukannya dari Menara Petronas di Kuala Lumpur, Malaysia. Pada 20 Juli 2003, Felix Baumgartner menjadi orang pertama yang terjun payung melintasi Selat Inggris menggunakan sayap serat karbon khusus.
ADVERTISEMENT
Pada 12 Desember 2007, Baumgartner menjadi orang pertama yang melompat dari lantai 91 dari salah satu gedung tertinggi di dunia, Taipei 101, di Taiwan. Inilah contoh aksi-aksi lompatan ekstrem yang dilakukannya.
Bahkan untuk latihan atau tes proyek Red Bull Stratos, Baumgartner melakukan tahapan-tahapan tes yang panjang. Ia bahkan sempat harus mencoba untuk melompat dari ketinggian 21 km, lalu 27 km, dengan bantuan helikopter.
Namun kepada kumparan, Baumgartner secara terang-terangan mengatakan bahwa 'bahaya' tidak ada lagi dalam kamus hidupnya. 'Bahaya' telah menjadi nama tengahnya.
Felix Baumgartner bahkan tak terlalu memikirkan risiko meninggal dalam proyek Red Bull Stratos. Ia bahkan menekankan hal itu dengan tenang dan percaya diri.
ADVERTISEMENT
Terkait persiapan, Baumgartner dan timnya membutuhkan waktu tujuh tahun. Selama fase itulah, mereka mematangkan persiapan dengan menemukan solusi dari kegagalan, memperbaiki kesalahan yang sempat terjadi, dan menyempurnakan segalanya.
ADVERTISEMENT
"Itu sebabnya ketika Hari H tiba, ketika saya berdiri di sana, saya memiliki kepercayaan diri tinggi bahwa saya tidak akan mati. Orang-orang selalu bertanya kepada saya seberapa besar peluang untuk mati, itu adalah 50:50," ucapnya.
"Namun jika peluang untuk mati sama besar dengan peluang untuk bertahan hidup, itu akan menjadi perjudian, seperti kita pergi ke kasino. Dan ketika saya melakukannya, lebih dari 90 persen untuk hidup dan 10 persen untuk mati [karena persiapan sudah matang]," lanjutnya.
Dalam persiapannya, Felix Baumgartner memang membutuhkan jasa psikolog. Namun, ia tidak meminta tolong untuk ditenangkan agar tak takut saat akan melompat dari ketinggian 39 km. Ia membutuhkannya karena tidak nyaman dengan kostum spesial (space jumpsuit) yang harus dipakainya.
ADVERTISEMENT
"Awalnya, saya tidak pernah menyukai kostum itu karena membikin sangat sulit bernapas. Bagi saya, kostum itu musuh," kenangnya.
"Dia [psikolog] mengatakan kepada saya, 'Felix, kamu akan naik ke stratosfer, kostum itu adalah temanmu karena itu satu-satunya cara untuk naik ke sana. Jadi, kamu harus melihat setelan itu sebagai teman, sebagai pendukungmu'."
"Itu mengubah pikiran saya sepenuhnya. Jadi, setelah beberapa minggu, saya bisa mengatasi claustrophobia saya dan menghabiskan 7-8 jam dalam kostum itu," imbuhnya.
Sekali lagi, Felix Baumgartner adalah seorang story teller. Melompat dari ketinggian memang telah menjadi bagian dari hidupnya, caranya mengukir sejarah selama hayat masih di kandung badan.
Hal menarik lain dari proyek Red Bull Stratos bukan cuma fakta Baumgartner telah menaklukkan kecepatan suara dan hal ekstrem di balik itu. Ada sebuah kutipan yang dikatakannya saat jelang melompat itu:
ADVERTISEMENT
Rupanya, Baumgartner juga melihat aksinya ini sebagai sesuatu yang filosofis, sehingga muncullah kalimat itu. Apa maknanya?
"Saya pikir untuk menghilangkan masalah, Anda harus agak menjauh dan memiliki perspektif berbeda ketika melihat masalah. Itulah yang terjadi pada banyak astronot. Ketika mereka menginjakkan kaki di bulan, mereka melihat planet bumi, Anda melihat diri Anda berbeda," bebernya.
"Itu juga terjadi pada saya ketika saya berdiri di sana, di puncak dunia, 130.000 kaki atau 39 km, saya melihat ke bawah ke bumi, dan itu mengubah perspektif saya, saya menjadi sangat rendah hati pada saat itu. Itu sebabnya saya berkata 'Terkadang kamu harus naik sangat tinggi untuk memahami betapa kecilnya kamu sebenarnya'. Saya benar-benar serius," tegasnya.
Secara keseluruhan, Felix Baumgartner tidak pernah menyesal telah melaksanakan proyek Red Bull Stratos. Faktanya, masalah yang ditemuinya saat melompat itu terbukti bisa diatasi dari solusi yang didapatkan selama persiapan panjang. Ia tetap hidup dengan kenangan luar biasa dan menaruh kebanggaan besar di pundaknya.
ADVERTISEMENT
"Saya berakselerasi begitu cepat, lalu mulai berputar datar sangat liar. Itu [tubuh saya] menuju ke arah yang salah. Saya harus menemukan cara untuk menghentikan putaran itu dan saya butuh 50 detik untuk menemukan solusinya dan begitu menghentikan putaran, saya stabil seperti batu," terangnya.
"Saat itu, saya menikmatinya. Saya sangat bangga menjadi manusia pertama dalam sejarah yang memecahkan kecepatan suara bahkan bukan supersonik [1,236 km/jam], itu lebih cepat dari supersonik [1.357,64 km/jam]. Jadi, itu adalah program yang sangat menarik, saya senang kami berhasil."
"Seluruh dunia saat itu menonton. Ketika mendarat, saya senang karena persiapan 7 tahun akhirnya terbayar. Jadi, terima kasih kepada tim saya, dan terima kasih kepada semua orang yang mendukung rencana saya," tandasnya.
ADVERTISEMENT