Kisah Hendrawan, Peraih 3 Gelar Piala Thomas yang Ogah Disebut Legenda

13 Oktober 2021 16:30 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tunggal putra Indonesia, Hendrawan, saat bertanding di Asian Games ke-14 di Busan, Korea Selatan, pada 13 Oktober 2002. Foto: YOSHIKAZU TSUNO / AFP
zoom-in-whitePerbesar
Tunggal putra Indonesia, Hendrawan, saat bertanding di Asian Games ke-14 di Busan, Korea Selatan, pada 13 Oktober 2002. Foto: YOSHIKAZU TSUNO / AFP
ADVERTISEMENT
Jika berbicara tentang Piala Thomas, ada satu nama yang menyita perhatian: Hendrawan. Nukilan peristiwa yang masih terngiang hingga saat ini adalah manakala ia keluar sebagai penentu keberhasilan Indonesia merengkuh Piala Thomas 2002.
ADVERTISEMENT
Sejatinya sama sekali tak berlebihan menyematkan kata legenda kepada pria kelahiran Malang, 27 Juni 1972 itu. Jika membuka daftar panjang sejarahnya, ada tiga trofi Piala Thomas yang sanggup dibawanya pulang ke Tanah Air.
Hebatnya lagi, itu dilakukan Hendrawan bersama Tim Indonesia dalam tiga edisi beruntun: 1998, 2000, dan 2002. Bendera ‘Merah Putih’ selalu berkibar paling tinggi dalam tiga edisi turnamen dua tahunan itu. Ia meneruskan tinta emas kemenangan beruntun yang sudah ditorehkan RI sejak 1994.
Selain tiga trofi Piala Thomas, Hendrawan merupakan juara satu di ajang Rusia Terbuka 1995, Thailand Terbuka 1997, dan Singapura Terbuka 1998. Ia juga sempat menambahkan medali perak Olimpiade Sydney 2000 dan trofi Kejuaraan Dunia 2001 di daftar panjang prestasi menterengnya.
ADVERTISEMENT
Ada juga saat ia menjadi runner-up di Swiss Terbuka 1995, Denmark Terbuka 1995, Kejuaraan Asia 1997, Asian Games Bangkok 1998, hingga Jepang Terbuka 2000 sebelum resmi gantung raket pada 2003.
kumparan berkesempatan mewawancarai eks pebulu tangkis berdarah Tionghoa bernama Hendrawan alias Yap Seng Wan itu. Lantas, mengapa pria yang kini melatih tim bulu tangkis Malaysia itu dengan tegas menolak disebut legenda Piala Thomas? Simak perbincangan lengkapnya di sini.

Anda adalah legenda Piala Thomas, bagaimana menanggapinya?

Tunggal putra Indonesia, Hendrawan, merayakan kemenangan Piala Thomas di Guangzhou, China, pada 19 Mei 2002. Foto: GOH Chai Hin / AFP
Piala Thomas kan main tim, jadi kalau disebut legenda saya rasa enggak bisa seperti itu. Kalau tim event kemenangan bukan ditentukan satu orang. Kemenangan itu kemenangan semua tim. Kerja sama tim saling mendukung.
Kadang perkiraan di atas kertas bisa kalah, tim bisa menang. Jadi tergantung persiapan mental, taktik, dan strategi. Kalau saya dianggap legenda dan pahlawan, saya rasa semua tim pantas disebut pahlawan.
ADVERTISEMENT

Apa perbedaan main tim dan sendiri?

Ada bedanya, dalam arti tim event itu kayak membawa nama negara lebih besar, karena kan kebersamaan. Prestige-nya beda antara individu dan tim. Ada pemikiran pemain kalau bermain individu lebih bebas. Kalau kalah, kalah sendiri.
Kalau tim kan memengaruhi semuanya. Kadang, kalau kalah di tim ada perasaan tidak enak. Perasaan bersalah lebih besar kalau di tim event.
Tim Thomas Indonesia usai Juara di Tahun 2002. Foto: Dok. Pribadi

Waktu main di Piala Thomas itu seperti apa?

Saya main Piala Thomas dengan posisi berbeda. Tahun 1998 sebagai tunggal kedua, tahun 2000 sebagai tunggal pertama, dan 2002 sebagai tunggal ketiga. Jadi semua posisi sudah pernah merasakan.

Waktu Piala Thomas 2002 itu kan main di partai kelima, bagaimana ceritanya waktu itu?

Memang penentuan di tunggal ketiga ada dua pilihannya: Enggak main karena posisi tim menang 3-1, atau 3-0. Kalau sudah masuk lapangan berarti posisinya 2-2. Waktu 2002 itu semestinya posisi Indonesia tertinggal 1-2. Taufik [Hidayat] yang diunggulkan menang, ternyata kalah. Jadi kami ketinggalan.
ADVERTISEMENT
Terus ganda kedua partai keempat itu Tri Kusharyanto/Halim Haryanto Ho. Sebelum masuk lapangan, mereka saya kasih motivasi, ‘Kamu fokus saja ke partai kamu sendiri. Kalau kamu bisa menang, yang terakhir tanggung jawab saya’.

Anda lalu sukses jadi penentu saat main di partai kelima Piala Thomas 2002, bagaimana perasaannya?

Dari saya sendiri memang saya siap mental, kalau main sudah harus mati-matian, tidak ada pilihan. Waktu itu memang posisi saya semestinya underdog. Sebelum turnamen Piala Thomas, saya tidak pernah menang. Pada 2002 itu menggunakan skor tujuh poin, jadi saya nothing to lose. Pokoknya berusaha yang terbaik mengeluarkan kemampuan yang ada.

Momen tak terlupakan seorang Hendrawan di Piala Thomas?

Tunggal putra Indonesia, Hendrawan, merayakan kemenangan Piala Thomas di Guangzhou, China, pada 19 Mei 2002. Foto: GOH Chai Hin / AFP
Semuanya mempunyai momen berbeda. Tahun 1998 waktu itu kan kerusuhan, saya masih ingat kami berangkat dilepas Presiden Soeharto. Keadaan Indonesia waktu itu ada ribut besar, Presiden Soeharto mundur digantikan Presiden Habibie. Waktu itu juga kan kayak kacau. Jadi fokus kami terganggu karena memikirkan keluarga.
ADVERTISEMENT
Tetapi, kami berusaha yang terbaik karena waktu itu manajer bilang bahwa kami harus berusaha juara. Karena dengan kami membawa pulang Piala Thomas, sedikitnya bisa mengobati luka masyarakat.
Sedangkan 2000, kami bertanding dalam keadaan main di Malaysia. Secara persiapan kami mikir tidak gampang main di Malaysia. Jadi berusaha yang terbaik. Tahun 2002 sebagai penentu punya kebanggaan. Kalau main tim event, kami diarak kalau juara. Momen seperti itu tidak bisa dibeli dengan uang.

Negara mana yang paling sulit dikalahkan di Piala Thomas?

ADVERTISEMENT
Hampir semuanya berat, ya, karena saya bukan pemain yang pasti menang. Peluangnya 50:50, tetapi saya dipercaya main di tim. Saya lihat teman-teman dan pengurus, mereka percaya karena dianggap saya selalu bermain bagus, dianggap memiliki mental yang kuat untuk bermain di tim.
ADVERTISEMENT

Kenapa memutuskan pensiun di 2003 dan tak lanjut main di Piala Thomas 2004?

Tim Thomas Indonesia usai Juara di Tahun 2002. Foto: Dok. Pribadi
Saya ada cerita, kan 2003 saya mundur dari Pelatnas pada waktu itu Piala Thomas 2004 di Jakarta. Pada waktu itu saya diminta bermain kembali. Tetapi saya tidak mau karena saya memiliki cita-cita kalau Olimpiade adalah terakhir bermain dan ternyata saya tidak masuk.
Saya juga berpikir sudah tidak ada kemauan besar untuk main di Piala Thomas. Pada waktu PBSI minta ke saya, ‘Pokoknya masuk saja sebagai tunggal keempat, tak perlu main. Supaya membuat tim lebih ada keyakinan’. Tetapi saya menolak, karena lebih baik tempat saya diberikan kepada pemain muda.

Putra Anda bernama Thomas, ada pengaruhnya dari Piala Thomas?

Kebetulan 2002 waktu berangkat ke Piala Thomas, istri saya mengandung. Jadi, kami berjanji kalau juara Piala Thomas, nama anaknya Thomas. Nama tengah ada Thomas-nya [Alexandre Thomas].
ADVERTISEMENT

Kalau nama putri Anda, bagaimana ceritanya?

Yang pertama Josephine Sevilla, lahir tahun 2001. Kebetulan waktu saya berangkat main di Kejuaraan Dunia di Spanyol, pada waktu itu istri saya sedang mengandung. Jadi, kami berjanji kalau saya juara, kalau perempuan namanya Sevilla.
Jadi dua-duanya seperti itu, ada hubungannya dengan bulu tangkis. Yang perempuan Josephine Sevilla, yang laki-laki Alexandre Thomas.