Kisah Heroik Hariyanto Arbi Menangi Final Piala Thomas dengan Pinggang Retak

12 Oktober 2021 11:40 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan atlet bulu tangkis Indonesia Hariyanto Arbi. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Mantan atlet bulu tangkis Indonesia Hariyanto Arbi. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Reputasi Hariyanto Arbi di dunia bulu tangkis memang tidak perlu diragukan lagi. Salah buktinya adalah karena ia berada di tim Piala Thomas yang meraih 4 trofi berturut-turut pada 1994, 1996, 1998, dan 2000.
ADVERTISEMENT
Di balik torehan menawan itu, Hariyanto ternyata menyimpan kisah menakjubkan dan juga menyakitkan pada partai final Piala Thomas 1996 di Hong Kong. Kala itu, sang pemilik 'Smash 100 Watt' harus bertanding melawan wakil Denmark, Thomas Stuer-Lauridsen, sambil menahan sakit.
Ketika itu, Hariyanto turun sebagai wakil ketiga RI. Keadaannya, Indonesia sudah memimpin 2-0 berkat kemenangan Joko Supriyanto dan Ricky Subagja/Rexy Mainaky, sehingga hanya butuh satu kemenangan lagi untuk mengunci titel juara.
Stuer-Lauridsen bukanlah lawan berat buat Hariyanto. Menurut data BWF Tournament Software, pria kelahiran 21 Januari 1972 ini tercatat bisa mengalahkan sang lawan tak kurang dari 5 kali sebelum partai di Queen Elizabeth Stadium, Hong Kong, itu.
Mantan atlet bulu tangkis Indonesia Hariyanto Arbi. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Namun, kondisi kurang mengenakkan harus dirasakan oleh Hariyanto. Pria kelahiran Kudus tersebut tiba-tiba merasakan rasa sakit yang sangat hebat di pinggangnya. Kendati demikian, ia tetap memaksakan diri bertanding.
ADVERTISEMENT
"Pada laga final Piala Thomas 1996, pinggang saya terasa sakit, entah apa penyebabnya. Saya bermain sebagai tunggal ketiga dalam partai beregu. Dengan adanya hal tersebut, mau tidak mau saya harus bertanding jika ingin menyabet gelar juara," kenangnya saat dijumpai kumparan di kantor Flypower, Jakarta.
"Kenanya juga pas main, pas gim pertama, habis poin 8 atau 10 gitu, smash lompat lalu lompat lagi, nah itu yang kena," lanjutnya.
Untuk meredakan rasa nyeri, Hariyanto pun menggunakan semprotan pereda rasa sakit untuk sementara agar ia tetap bisa lanjut tanpa kendala berarti. Alhasil, nyeri di pinggangnya pun mulai berkurang dan tetap bisa bermain.
Singkat cerita, Hariyanto tetap tampil apik dan mengalahkan Stuer-Lauridsen via dua gim langsung, skor 15-8 dan 15-8. Indonesia mengamankan titel juara dengan skor sempurna 5-0 usai Alan Budikusuma dan Bambang Suprianto/Rudy Gunawan juga menang atas lawan-lawannya.
ADVERTISEMENT
Hariyanto tak tinggal diam dengan cederanya. Rasa sakit hebat itu mendorongnya melakukan pemeriksaan di rumah sakit. Tenyata, ada bagian pinggangnya yang retak. Jadi bisa dibilang, ia bermain di final Piala Thomas 1996 dengan pinggang retak.
"Waktu pulang ke Indonesia, saya langsung cek rongten bagian pinggang, dan ternyata ada bagian yang retak. Padahal setelah disemprot spray penghilang nyeri saat main, rasa sakitnya enggak kerasa. Mungkin itu juga karena semangat saya yang membara," tandasnya.
Penulis: Hamas Nurhan
***
Ikuti survei kumparan Bola & Sport dan menangi e-voucher senilai total Rp3 juta. Isi surveinya sekarang di kum.pr/surveibolasport.