Kisah Jeka Saragih Merantau ke Batam: Kerja di Galangan Kapal, Tekuni MMA

3 Februari 2023 13:27 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jeka Saragih. Foto: Instagram/@jekasaragih
zoom-in-whitePerbesar
Jeka Saragih. Foto: Instagram/@jekasaragih
ADVERTISEMENT
Tak ada pelaut tangguh lahir dari ombak yang tenang. Ungkapan itu tampaknya cocok untuk menggambarkan perjalanan hidup Jeka Saragih, sang atlet Mixed Martial Art (MMA).
ADVERTISEMENT
Ya, selangkah lagi, Jeka bakal mencatatkan sejarah sebagai petarung Indonesia pertama yang bergabung dengan UFC. Hal itu bakal terwujud jika ia mampu meraih kemenangan dalam final Road to UFC melawan Anshul Jubli asal India di Las Vegas, Amerika Serikat, Minggu (5/2) pagi WIB.
Meski demikian, untuk berada pada titik ini, Jeka harus menapaki jalan terjal nan berliku. Ia mengaku pilihannya untuk menekuni bela diri sempat ditentang oleh orang tuanya yang menilai atlet tak menjanjikan masa depan mumpuni.
"Saya sebenarnya terpilih jadi perwakilan Sumatera Utara di PON Jawa Barat 2016. Tapi, saat mau bertanding, orang tua saya tidak setuju karena berpikir atlet tidak ada masa depan, tidak ada artinya," cerita Jeka kepada kumparan di Las Vegas, Rabu (1/2) waktu setempat.
ADVERTISEMENT
"Karena waktu SMP-SMA sudah berprestasi di tingkat nasional dan internasional, yang mengeluarkan uang adalah orang tua saya sendiri, mungkin karena dilihat dari sisi itu, makanya orang tua saya tidak setuju, saya diarahkan untuk melamar tentara, rupanya melamar tentara juga kalah, sudah banyak prestasi tetapi masih kalah. Dari situ, orang tua enggak ada lagi dukung," lanjutnya.
Alhasil, Jeka diminta orang tuanya untuk merantau selepas SMA. Ia pun kemudian hijrah ke Batam.
Pada awalnya, Jeka mengaku ke Batam hanya untuk mengantar saudaranya. Akan tetapi, sang ayah memintanya untuk bekerja di sana.
Saat itu, Jeka pun menyetujui permintaan orang tuanya dengan syarat dibelikan motor untuk bekerja. Di sana, Jeka bekerja di perusahaan yang bekerja di bidang minyak dan gas.
ADVERTISEMENT
"Saya dimasukin kerja di sana sebagai painting. Tapi, saya kerja enggak pakai hati, bukan passion saya, kadang malas kerja, kadang ribut. Saya akhirnya keluar setelah ribut dengan atasan saya, mau berantem waktu itu," katanya.
Sejak kejadian itu, Jeka memilih fokus berlatih di klub bela diri bernama Batam Fighter Club (BFC). Hal itu dilakukan tanpa sepengetahuan orang tuanya.
"Dengan bakat saya, di perantauan juga, saya kembangkan tanpa sepengetahuan orang tua," ucapnya.
Petarung Jeka Saragih (kiri) saat berlatih jelang laga Final Road to UFC di Amerika Serikat. Foto: ANTARA/HO-Mola
Dari situlah, Jeka kemudian mendapatkan tawaran dari pimilik BFC untuk berlaga di ajang One Pride. Gayung bersambut, Jeka langsung menerima tawaran tersebut.
Sayangnya, ia kalah dalam laga debutnya. Akan tetapi, kekalahan itu justru menjadi cambuk bagi Jeka untuk bangkit hingga meraih kemenangan dalam delapan laga beruntun sebelum akhirnya patah.
ADVERTISEMENT
Pada April 2017, pria dengan tinggi 181 cm ini berhasil menyabet juara One Pride kelas 70 kg setelah sukses mengalahkan Ngapdi Mulidy, petahana asal Semarang dengan TKO di ronde pertama.
Nama Jeka semakin terkenal setelah didaulat membawa api obor Asian Games 2018 dengan berkeliling ke Sumatera Utara.
"Saya minta doa dan dukungannya supaya saya tetap bisa memberi yang terbaik untuk Indonesia, Merah-Putih, supaya ke depannya fighter Indonesia lebih semangat lagi dan lebih disiplin lagi untuk berlatih dan bisa bersaing di kancah internasional, tetap dukung kita untuk masyarakat Indonesia," kata Jeka soal laga final Road to UFC nanti.