Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0

ADVERTISEMENT
Dalam olahraga sepak bola, terkenal istilah wonderkid untuk pemain muda dengan bakat yang mentereng. Di lapangan tenis, ada satu yang cocok untuk julukan tersebut, yakni Jennifer Capriati.
ADVERTISEMENT
Capriati menggebrak jagad tenis usai melakukan debutnya di usia yang terbilang masih sangat muda, yaitu 13 tahun. Sebelumnya, ia memenangkan Junior Orange Bowl di kategori 12 dan 14 tahun.
Perempuan kelahiran 29 Maret 1976 ini menjalani debut Grand Slam di Prancis terbuka. Capriati berhasil melaju sampai ke semifinal dan kalah dari Monica Seles.
Selanjutnya, ia melenggang ke putaran keempat di Wimbledon namun kalah dari Steffi Graf. Di tahun yang sama, Capriati memenangkan gelar WTA pertamanya usai mengalahkan Zina Garrison.
Setelah kemenangan tersebut, Capriati berhasil masuk peringkat 10 besar dunia. Ia menyelesaikan musim pertamanya sebagai seorang petenis profesional dengan menjad peringkat 8 dunia.
Selama debutnya, petenis kelahiran New York itu berhasil mencetak beberapa rekor seperti pemain termuda yang berhasil ke final WTA, pemain termuda di semifinal Prancis Terbuka, pemain termuda keempat yang merengkuh gelar juara WTA (14 tahun).
ADVERTISEMENT
Sejak saat itu, kariernya terus menanjak. Saat berusia 16 tahun, Capriati bangkit dari ketertinggalan satu set dan mengalahkan Steffi Graf (3-6, 6-3, 6-4) untuk mendapatkan emas di Olimpiade Barcelona 1992.
Kendati demikian, kariernya tak berjalan mulus. Setahun setelahnya, Capriati ditangkap setelah mencuri sebuah cincin seharga USD 15 (Rp 200 ribu) di pusat perbelanjaan.
Capriati kemudian ditangkap dan didakwa atas kepemilikan mariyuana pada 16 Mei 1994. Ia kemudian setuju untuk mengikuti program konseling.
Di tahun yang sama, Capriati mengakui bahwa ia pernah berpikir untuk menyudahi hidupnya karena kelelahan bermain tenis, masalah penampilan, dan hubungan pribadinya.
Selama sisa tahun 90-an, Capriati keluar masuk lapangan tenis sebelum melakukan comeback yang benar-benar mengejutkan menyusul bakatnya yang berkembang pesat.
ADVERTISEMENT
Tiga gelar Grand Slam sepanjang 2001 dan 2002 berhasil ia kantongi. Ditambah lagi, gelar-gelar yang dimenanginya itu membawa Capriati ke peringkat satu dunia pada Oktober 2001.
Bagaimanapun juga, kesuksesannya tak bertahan lama. Kali ini karena cedera bahu yang dideritanya. Kariernya kemudian berakhir di penghujung 2004.
Bagi banyak atlet, hilangnya karier bermain bisa sangat sulit untuk dihadapi, tetapi dia merasa itu lebih traumatis daripada kebanyakan.
Pada 2010, Capriati dirawat di rumah sakit setelah overdosis karena kesalahan resep obat. Kala itu, keluarganya berkilah ia coba menyudahi hidupnya lagi
Kejadian yang lebih menyenangkan hadir ketika Capriati terpilih menjadi Tennis Hall of Fame pada 2012. Namun, ia ditangkap pada tahun berikutnya dengan tuduhan menguntit dan menyerang pacarnya saat itu.
ADVERTISEMENT
Tuduhan itu akhirnya dibatalkan dengan syarat dirinya harus melakukan pengabdian kepada masyarakat selama 30 jam dan menjalani konseling selama empat jam.
Capriati sendiri tak menyesali semua yang telah terjadi dalam hidupnya. Kendati demikian, ia sadar dirinya terlalu belia untuk menggenggam semuanya.
"Aku tidak menyesali apapun yang terjadi dalam karierku, kecuali mungkin 14 tahun terlalu muda untuk menangani semuanya secara emosional," ungkap Capriati dikutip dari The New York Times.
****