Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Kisah Leon Edwards: Hidup di Zona Perang, Kehilangan Ayah hingga Calon Juara UFC
18 Agustus 2022 19:04 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Edwards bersama keluarganya tinggal di Kingston, Jamaika. Gubuk kayu satu kamar yang beratapkan seng adalah satu-satunya pelindung mereka.
Kingston bisa dibilang sebagai 'zona perang'. Pasalnya, di kota itu erat dengan kehidupan geng dan kekerasan senjata, baku tembak pun bukan hal yang baru di tempat itu.
Ayah Edwards merupakan salah satu petinggi geng lokal, orang-orang memanggilnya 'Jenderal'. Jadi, ia tak jarang mendengar desingan peluru kala bermain dengan teman sejawatnya.
"Ada baku tembak di sekitar saya. Anda harus lari dan bersembunyi. Ini aneh karena Anda sudah terbiasa, hidup di zona perang yang gila ini, Anda tahu?" kata Edwards dikutip dari BBC.
"Saya punya seorang putra sekarang yang berusia sembilan tahun dan saya tidak bisa membayangkan dia di lingkungan itu. Tetapi pada saat Anda mendengar suara tembakan. Anda seperti 'OK, tidak ada yang tertembak dan tidak ada yang meninggal,' jadi Anda kembali bermain lagi. Itu menjadi normal," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Pada saat itu, Edwards baru berusia 9 tahun dan ayahnya telah pergi ke London, Inggris. Sang ayah kemudian mengajak keluarganya pindah ke Aston, Birmingham.
Edwards awalnya enggan untuk pindah karena teman-temannya ada di Kingston. Ia yang datang dengan status imigran pun tak jarang jadi korban perundungan dan ia bersedia saja untuk adu jotos. Dari sinilah julukan 'Rocky' datang.
Ditambah lagi, situasi di Birmingham dan Kingston tak jauh beda, 'zona perang' yang sama. Kala itu, Birmingham juga kental dengan kekerasan geng.
Edwards berusia 13 tahun kala ia mendengar kematian ayahnya. Sang ayah ditikam di sebuah kelab malam karena urusan uang, hingga kini ia tak tahu pasti kronologi dan sebab kematian ayahnya.
ADVERTISEMENT
Ia pun masuk ke dalam kehidupan itu. Menjual narkoba, merampok, menembak, menusuk adalah makanan sehari-harinya. Ibunya tak jarang harus ke kantor polisi untuk mengeluarkannya.
"Saya memiliki temperamen yang lebih pendek, saya lebih marah dan saya berakhir dengan lebih banyak perkelahian," katanya.
Saat berusia 17 tahun, Edwards melihat sebuah gym di atas toko DVD kala ia sedang berjalan ke halte bus bersama ibunya. Ia pun bergabung tanpa tahu apa itu MMA karena ia belum pernah dengar sebelumnya.
"Itu aneh karena pada saat itu saya berpikir bahwa berkelahi itu, tidak aneh, sih, tetapi saya tidak pernah langsung [berkelahi dengan] seseorang, Anda tahu?" ungkapnya.
"[Geng] lebih cenderung menikam Anda. Itu adalah mentalitasnya," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Setelah menghadiri beberapa kelas, Edwards berhasil meraih penghargaan dan prestasi. Ia ingat membawa pulang piala ke rumah dan disambut degan senyuman ibunya.
"Saya bisa melihat ibu saya bangga dengan saya, ketika saya membawa pulang piala dan itu, dan itulah yang membuat saya tetap melakukannya," tutur Edwards.
"Jika Anda melakukan sesuatu yang negatif [dalam geng], semua orang mendukung Anda, maka jika Anda melakukan sesuatu yang baik, saya menyadari bahwa Anda mendapatkan pujian yang sama, jadi saya berpikir, 'Baiklah saya mungkin juga berbuat baik'," lanjutnya.
Edwards melakoni debut amatirnya pada usia 18 tahun, dua kemenangan dari tiga duel. Lima tahun berselang, ia meneken kontrak dengan UFC.
14 pertarungan telah dijalaninya di UFC dengan catatan 2 kali kalah dan sekali tanpa hasil. Kini, Edwards mendapatkan kesempatan untuk menantang juara kelas welter, Usman, di UFC 278, Minggu (21/8) mendatang.
ADVERTISEMENT
Edwards mengaku MMA telah mengubah dirinya serta kehidupannya. Pasalnya, ia mungkin saja berada di dalam penjara atau berakhir seperti ayahnya jika tak menjadi atlet adu jotos.
"Salah satu teman saya, dia masuk penjara, ditikam dan meninggal. Beberapa dari mereka telah menjadi baik dan bekerja dan sebagainya, tetapi kebanyakan dari mereka masih melakukan apa yang mereka lakukan," ujar Edwards.
"Jadi, ya, saya melihat dari situ, [tanpa MMA] saya akan berada di penjara, mati atau bekerja dari pukul 9 pagi ke 5 sore.
"Saya 100 persen lega. Bukan hanya saya, tapi keluarga saya juga, Anda tahu. Akan menyedihkan bagi ibu saya memiliki suami yang terbunuh dan kemudian seorang putra yang terbunuh," pungkasnya.
ADVERTISEMENT