Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Kisah Stephen Metcalfe: Melatih Sejak Usia 16 Tahun hingga Mengabdi di UPH
10 Agustus 2022 11:45 WIB
·
waktu baca 5 menitADVERTISEMENT
Stephen Metcalfe memimpin tim Universitas Pelita Harapan (UPH) Eagles dalam Turnamen Basket Universitas Dunia (WUBS) 2022 yang berlangsung di Tokyo, Jepang pada 9-11 Agustus ini. UPH Eagles boleh jadi beruntung memiliki pelatih kaya pengalaman seperti Metcalfe.
ADVERTISEMENT
Metcalfe telah memiliki riwayat karier kepelatihan selama 40 tahun lebih. Khusus di Indonesia, ia sudah melatih selama 25 tahun, dengan total 18 tahun mengabdi untuk tim basket UPH.
Metcalfe bak pria yang ditakdirkan hidup untuk menjadi seorang pelatih. Bayangkan, pelatih asal Amerika Serikat ini pertama kali melatih sebuah tim pada usianya masih 16 tahun. Namun uniknya, tim pertama yang dilatihnya adalah tim bisbol pada tahun 1981.
"Jadi, saya menekuni banyak cabang olahraga semasa sekolah, mulai dari American Football, bisbol, lari, basket, dan lain-lain. Ketika masa junior di sekolah menengah, komunitas tempat saya tinggal membuat program bisbol musim panas untuk anak-anak selama dua bulan," kenangnya saat berbincang langsung dengan kumparan di Tokyo, Rabu (10/8).
Ceritanya, Stephen Metcalfe mengaku waktu itu didekati oleh seorang pria yang merupakan alumni dari sekolahnya. Pria tersebut menawari Metcalfe untuk melatih di program bisbol itu dan Metcalfe pun menyanggupinya. Ia mendapat bayaran USD 2.000 saat itu.
ADVERTISEMENT
"Itu adalah pengalaman hebat, saya adalah pelatih termuda. Saya bekerja dengan anak berusia 8-12 tahun di dua tim berbeda. Saya waktu itu berusia 16 tahun," ujarnya.
Orang bisa bertanya-tanya kenapa Metcalfe yang kala itu masih remaja dipercaya menjadi pelatih tim anak-anak. Metcalfe mengaku ia selalu bermain baik di setiap olahraga yang ditekuninya. Terlebih, ia merasa dianugerahi kemampuan untuk melatih. Barangkali, orang yang percaya padanya bisa melihat hal tersebut juga.
"Saya bermain di tim sekolah menengah. Saya adalah pemain yang baik. Dan kemudian saya merasa memiliki anugerah untuk mengajari orang, untuk melatih, untuk memotivasi, untuk menginspirasi, bahkan saat itu, saya bisa melakukan itu. Saya adalah yang paling inspiratif di tim saya," terangnya.
Tidak lama setelah momen melatih tim bisbol itu, Stephen Metcalfe mulai melatih basket, khususnya melatih di tingkat universitas. Selayaknya pelatih-pelatih yang telah kaya pengalaman dalam kariernya, ia memiliki filosofi tersendiri dalam melatih.
ADVERTISEMENT
Ketika berangkat bersama rombongan UPH Eagles dari Bandara Narita menuju hotel, kumparan mendengar Metcalfe menyerukan slogan andalannya kepada para pemain: "It's about we, not me (Ini tentang kita, bukan saya)".
Lantas, apa maksudnya?
Jadi, bagi Metcalfe, basket bukanlah kehidupan. Basket hanyalah alat agar seseorang bisa menjadi pribadi yang lebih baik dalam kehidupannya. Untuk mencapai ke sana, para pemain harus menanggalkan egoisme pribadi dan berfokus pada tim.
"Basket bagi saya hanyalah alat. Ibarat mobil, mobil bukan kehidupan, mobil membawa saya dari satu titik A ke titik B. Basket juga bukan kehidupan, basket adalah kesempatan untuk anak-anak muda ini, beranjak dari titik A ke titik B. Untuk menjadi orang yang lebih baik, menjadi manusia yang lebih baik, mampu berkontribusi kepada masyarakat," jelasnya.
ADVERTISEMENT
"Ketika mereka lulus dari UPH, mereka harus menjadi orang yang lebih baik, mereka harus lebih cerdas, mereka harus lebih peduli pada komunitas mereka, mereka harus menjadi suami dan ayah yang lebih baik, intinya menjadi manusia yang lebih baik," tambah Metcalfe.
Bagi Stephen Metcalfe, tidak ada istilahnya bermain demi kebanggaan nama di punggung. Yang terpenting adalah tim, tentang lambang di dada.
"Kami [para pelatih] memiliki tanggung jawab untuk memberi mereka nilai-nilai yang baik, sudut pandang yang baik. Jadi, ini tentang 'kita', bukan tentang 'saya'. Jika mereka egois, memikirkan nama di punggung mereka, keinginan mereka, mereka cuma ingin didukung, dan berbuat semaunya; itu adalah racun," tegasnya.
"Tetapi jika mereka berpikir tentang Indonesia, berpikir tentang UPH, berpikir tentang tim, dan mencoba untuk membuat orang lain lebih baik, mereka mencoba untuk memberi kepada orang lain, itu adalah basket yang jauh lebih baik. Dalam permainan ini, jika kita kalah, kita kalah. Jika kita menang, kita menang. Ini bukan individu [saya]," lanjutnya.
Filosofi kepelatihan yang menarik lainnya dari seorang Stephen Metcalfe adalah kemenangan bukanlah hal paling utama. Ini juga yang dia sangat tekankan di UPH Eagles.
ADVERTISEMENT
"Menang adalah hasil dalam pertandingan basket. Jadi, fokus kami adalah apakah kami bisa bermain basket dengan baik? Saya tahu mereka mampu. Saya melihat mereka setiap hari dalam latihan. Saya tahu gaya basket yang bisa mereka mainkan dan ekspektasi saya."
"Ini seperti jika Anda mampu mendapatkan nilai A di sekolah dan saya mampu mendapatkan nilai B. Saya bekerja keras, saya mendapatkan B. Anda bekerja keras, Anda mendapatkan A. Itu tidak membuat saya menjadi orang yang lebih buruk, saya telah melakukan yang terbaik," tambahnya.
Intinya, Stephen Metcalfe menekankan pentingnya kerja keras dan bermain maksimal. Ia memiliki standar untuk para pemainnya dan tidak mau jika mereka bermain di bawah standar tersebut.
ADVERTISEMENT
"Jika bermain dalam kapasitas kami, kami akan baik-baik saja. Saya tidak punya masalah. Tapi, jika Anda bermain di bawah kapasitas, itulah masalah besarnya. Kemudian, saya akan menendang pantat kalian semua karena bukan itu yang kami harapkan," bebernya.
"Anda datang ke sini, Anda bermain di level tertinggi. Anda harus memberikan yang terbaik yang Anda miliki. Jika kami bermain dengan tim yang lebih baik dari kami, biarlah. Saya tidak bisa mengendalikan mereka. Saya tidak bisa mengontrol latihan mereka, saya tidak bisa mengontrol seberapa besar mereka, saya tidak bisa mengontrol jika bola masuk."
"Tapi yang bisa saya kendalikan adalah bagaimana performa tim saya. Jadi itulah pekerjaan saya. Saya katakan, 'Ayo kawan, kita bermain di level tertinggi'," tegasnya.
UPH menjadi wakil pertama Indonesia dalam sejarah WUBS. Terkait dengan kesempatan tersebut, Stephen Metcalfe menunjukkan kepeduliannya yang besar pada basket Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Secara pribadi, saya memberikan hidup untuk negara ini. Saya sudah 25 tahun di Indonesia, lama sekali, waktu yang panjang bagi sebagian orang. Dan kemudian untuk mewakili negara ini, saya merasa rendah hati karena saya bukan orang Indonesia, tetapi saya peduli dengan Indonesia, saya memilih Indonesia," tegasnya.
UPH Eagles mengawali WUBS dengan kekalahan saat menghadapi wakil Filipina, Ataneo de Manila University. Berlaga di Yoyogi National Gymnasium, Tokyo, Jepang, Selasa (9/8), UPH Eagles takluk dengan skor 39-125.