Koki Pebalap: Kemas Kompor di Peti Motor hingga Buat Sambal di Sirkuit

6 Desember 2018 14:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gemellia Hampridewi, juru masak Tim Yamalube SND Factory, yang setia menyediakan makanan khas Indonesia di tiap seri ARRC luar negeri. (Foto:  Karina Nur Shabrina/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Gemellia Hampridewi, juru masak Tim Yamalube SND Factory, yang setia menyediakan makanan khas Indonesia di tiap seri ARRC luar negeri. (Foto: Karina Nur Shabrina/kumparan)
ADVERTISEMENT
Pemilik Tim Yamaha Yamalube SND Factory, Sandy Agung, selalu cerewet soal pentingnya kekompakan kepada kru yang terdiri dari pebalap dan para mekanik. Hasilnya, SND Factory bisa bertengger di posisi dua klasemen akhir Asia Road Racing Championship (ARRC) 2018 Kelas Underbone 150cc (UB150), meski hanya tim satelit.
ADVERTISEMENT
Torehan itu didapat berkat performa dua pebalap utama, Gupita Kresna Wardhana dan Syahrul Amin, serta pebalap wild card, Wawan Wello, bersama para mekanik yang mayoritas asal pelosok Bandung. Mereka kompak menjelma menjadi tim satelit yang keberadaannya mampu mengancam tim pabrikan, termasuk torehan sapu bersih podium tertinggi di dua race seri keenam sekaligus terakhir di Thailand.
Barangkali, kekompakan ini menular ke luar trek terutama urusan perut alias makanan. Ya, menjajal kompetisi balap level Asia musim 2018, SND Factory punya 'koki' khusus yang selalu memasak untuk keperluan tim yang beranggotakan 15 orang. Juru masak tersebut, tak lain tak bukan ialah istri Sandy, Gemellia Hampridewi.
Dari Kota Bandung, kantor pusat SND CNC Porting, Gemellia melancong ke berbagai negara penyelenggara ARRC untuk menjadi juru masak bagi anggota tim. "Mungkin suami saya pikir, banyak mekanik orang daerah, lebih baik bawa koki sendiri. Jadi bawa istri yang digajinya dengan terima kasih. Hahaha," kata Gemellia mengawali kisah serunya kepada kumparanSPORT, saat ditemui di Gedung Kementerian Pemuda dan Olahraga, Jakarta.
ADVERTISEMENT
Menurut ibu dua anak ini, mekanik-mekanik tim balap SND Factory memang asli daerah Padalarang, sebuah kecamatan di Kabupaten Bandung Barat. Dikelilingi budaya lokal, kepala mekanik yang berasal dari Yogyakarta pun disebut sudah terbiasa dengan cita rasa masakan khas Sunda.
"Waktu di Jepang, pernah kami ajak kru untuk makan sushi khas di sana. Ternyata mereka tidak cocok dan sakit perut. Bikinin sambal saja, Bu," tirunya sambil tertawa.
Untuk menyajikan makanan bagi para kru di paddock tim tiap kali berlaga di negeri orang, Gemellia membawa sendiri alat-alat memasaknya dari Tanah Air. Jika para pebalap punya alat tempur berupa helm, seragam dan sepatu balap, hingga motor andalan, maka Gemellia membawa senjatanya sendiri: kompor, penggorengan (wajan), talenan, pisau, spatula, dan perlengkapan lain.
ADVERTISEMENT
Semua itu tak kalah pentingnya karena ikut dibawa dan dimasukkan ke dalam peti kemas bersama motor para pebalap. "Saat packing peti motor untuk berangkat ke luar negeri, saya bawa sekalian alat-alat masak. Ada celah sedikit masukin wajan, kompor, dan lainnya. Alat masak dan motor itu gabung satu peti. Sama pihak ARRC sudah diberi izin," tuturnya.
Keberadaan 'dapur' dadakan di paddock Tim Yamalube SND Factory ikut mencuri perhatian Yamaha Racing Indonesia. Para kru tim pabrikan Yamaha itu, lanjut Gemellia, disebut sering mampir dan mencicipi masakannya. "Berasa di rumah sendiri. Saya begini (memasak) setiap ke luar negeri. Waktu di Jepang malah bulan puasa, sambil 17 jam puasa," imbuh nenek dari seorang cucu ini.
ADVERTISEMENT
Gupita Kresna, pebalap utama Yamalube SND Factory, terima bonus dari pemerintah usai menang di ARRC Race 2 seri Thailand Kelas UB150. (Foto: Karina Nur Shabrina/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Gupita Kresna, pebalap utama Yamalube SND Factory, terima bonus dari pemerintah usai menang di ARRC Race 2 seri Thailand Kelas UB150. (Foto: Karina Nur Shabrina/kumparan)
Kebiasaannya memasak bagi anggota tim pun sejauh ini tidak mengalami kendala. Namun, Gemellia tetap melakukannya sesuai aturan dan kondisi sirkuit yang didatangi. Di Jepang, ia sempat dilarang memasak. Ketika penyelenggara sadar bahwa banyak Muslim termasuk dari tim Malaysia, Gemellia akhirnya tetap bisa memasak dan menyajikan hidangan buka puasa bagi para pebalap dan mekanik, termasuk suami tercinta. Di Negeri Kangguru, lain lagi ceritanya.
"Kalau di Australia, kami sewa rumah yang dekat ke sirkuit, berjarak tempuh sekitar sembilan menit. Masak di penginapan, dibungkus, dan saya bawa ke paddock. Kalau makanan habis, saya bolak-balik masak dan bawa ke sirkuit. Karena seri balap tidak bisa diprediksi, bisa sampai malam."
"Yang paling sering saya buatin itu bala-bala (bakwan). Saya sendiri olahnya tidak seperti bala-bala biasa, kadang saya akalin biar tidak bosan, sausnya saya bikin beda. Yang penting perut tidak pernah kosong. Saya selalu masak sendiri," ujar wanita yang berstatus sebagai ibu rumah tangga ini.
ADVERTISEMENT
Pebalap utama tim pun punya kebiasaan berbeda. Syahrul, sebut Gemellia, tidak begitu suka memakan nasi dan hanya memakan lauk, entah ayam atau dendeng sapi. Kalau Gupita yang punya masalah dengan lambung, Gemellia ikut-ikutan tidak boleh telat menyiapkan makanan. "Tapi yang lain tidak rewel, yang jelas harus ada buah."
"Kadang (walau) belum masak, sudah saya sajikan buah. Misal di Buriram, panasnya 10 kali lipat Jakarta, kadang pagi baru sampai sirkuit, saya potong buah, eh langsung ludes," katanya semringah.
"Setiap hari saya masaknya tiga sampai empat macam, dua kali. Jadi bervariasi jenisnya biar semua suka, syukurnya tidak pernah ada yang rewel. Semua sebanding dengan kerja keras kru kami. Berapa biayanya tidak saya hitung," ucap Gemellia mengakhiri.
ADVERTISEMENT
Terpisah, sang suami, Sandy, mengaku membuat tim di balap ARRC berdasarkan hobi, apalagi dengan statusnya sebagai mantan pebalap sekaligus pemilik perusahaan penyedia perlengkapan motor. Untuk satu musim, Sandy mengatakan harus menyiapkan dana miliaran.
"Tim saya pribadi bisa Rp 2,5 sampai 3 miliar sebagai tim satelit. Kalau pabrikan bisa lebih. Industri balap Indonesia untuk pasar sudah ada, untuk kemampuan atlet pun banyak yang bisa sejajar dengan pebalap Asia. Saya mewakili masyarakat otomotif, mengaku butuh dukungan pemerintah. Itu kendala utama," kata Sandy.
"Untuk atlet, saya yakin bisa bertarung di internasional. Tidak seperti sepak bola, atlet balap 'kan butuh dukungan tim untuk melambungkan namanya. Otomatis perlu banyak bantuan dari sponsor, (kalau) mandiri akan susah," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Sandy dan Gemellia, pasangan suami istri berdomisili di Gunung Batul, Kota Bandung, ini pun akan tetap setia mendukung dan berjuang bersama para pebalap timnya. Musim depan, Yamaha Yamalube SND Factory akan menjajal tujuh seri yang tersebar di Malaysia, Australia, Thailand, Jepang, dan Korea Selatan.
Sayangnya, Gemellia tak akan merasakan memasak di paddock Sirkuit Internasional Sentul. ARRC yang musim 2019 menambah satu kelas, Asia Superbike (ASB1000), ini mencoret trek balap di Bogor itu karena dianggap tidak memadai untuk kelas 1000cc. Musim depan, kisah seru apalagi yang dirasakan sang koki?