Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Saat Lembaga Anti-Doping Indonesia (LADI) bicara, artinya ada kasus doping yang terjadi. Dan kini, kepanjangan tangan World Anti-Doping Agency (WADA) di Tanah Air ini mengumumkan ada dua atlet Indonesia yang terkena doping sejak akhir tahun lalu.
ADVERTISEMENT
Pertama, ada kasus Dhani Wiguna, atlet binaraga (bodybuilder) asal Semarang yang dinyatakan melanggar Pengaturan Anti-Doping saat bertanding di Natural Bodybuilding and Fitness Association (NBFA) di Singapura dan meraih emas pada 4 Agustus 2018.
Menurut penjelasan Ketua Dewan Disiplin Anti-Doping LADI, Cahyo Adi, Dhani melakukan pengambilan sampel urine pukul 16:25 setempat usai menjadi juara. Ia diketahui mengonsumsi suplemen Amino Whey Protein dan Antimo pada 2 Agustus 2018.
Namun, dari hasil analisis National Dope Testing Laboratory (NDTL) di India, sampel urine Dhani dinyatakan mengandung tiga zat yang dilarang WADA, yakni metenolone, drostanolone, dan stanozolol. Oleh Singapura, berkas dilimpahkan kepada LADI untuk disidang pada akhir tahun lalu.
Selama proses menuju sidang, LADI telah menghubungi Dhani dan tidak mendapat respons. Hingga akhirnya, berdasarkan WADA Code Pasal 2.1.1 Jo 2.1.2, sidang Dewan Disiplin memutuskan bahwa Dhani dilarang mengikuti aktivitas olahraga selama 4 tahun.
ADVERTISEMENT
Dhani pun berhak mengajukan banding sejak Dewan Direksi menetapkan keputusan itu pada 28 Februari 2019 di Jakarta. Jika selambat-lambatnya 21 hari sejak surat yang dikirimkan kepada Dhani itu tidak berbalas, LADI meminta permohonan publik, salah satunya lewat media.
Kasus kedua menimpa Acchedya Jagaddhita, lifter putri yang merupakan atlet nasional Persatuan Angkat Berat, Binaraga, Angkat Besi Seluruh Indonesia (PABBSI). Saat mengikuti EGAT’s Cup International Weightlifting Championship pada 7-10 Februari 2019 di Chiang Mai, Thailand, ditemukan zat terlarang, yakni metandienone, dalam tubuhnya.
Konsekuensinya, IWF menangguhkan status atlet Acchedya hingga sidang mengeluarkan keputusan. Kali ini, sidang dilakukan oleh IWF selaku federasi angkat besi internasional di Eropa, bukan oleh LADI.
Maka berbeda dengan Dhani yang merupakan atlet profesional, kasus Dea --sapaan Acchedya-- dianggap lebih rumit oleh LADI. Hal ini terbilang merugikan Indonesia, pasalnya Dea adalah salah satu atlet Indonesia yang diproyeksikan ke SEA Games 2019 dan PON 2020.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, LADI mengatakan telah menawarkan bantuan pendampingan kepada Dea. "Pihak Dea belum minta pendampingan. Dia jawab (zat) dari suplemen, sebut bukan sengaja pake doping. Tapi belum bisa dituduhkan," ujar Ketua LADI, Zaini Kadhafi Saragih.
"Sepertinya Dea tidak melawan (sidang), mungkin salah satu pertimbangan perkiraan saya masalah biaya. Kedua, banding akan sangat besar, apalagi kalau tidak punya bukti yang meringankan," imbuhnya.
LADI pun mengimbau kepada para atlet untuk lebih berhati-hati saat mengonsumsi suplemen. Jika tidak memiliki dokter di federasi masing-masing, atlet tetap diimbau bertemu dokter untuk konsultasi.
"Kami sudah ke Kwini (pelatnas PABBSI), sosialisasi juga dengan atlet. Kami tidak sampaikan nama obat secara detail karena mereka tidak mengerti, yang kami sampaikan, jangan obati diri sendiri, pergi ke dokter, tapi dokter olahraga yang update daftar obat (larangan WADA). Lalu kami sampaikan risiko kalau tertangkap doping," tutup Zaini.
ADVERTISEMENT