Liem Swie King: Terlahir di PB Djarum, Menjadi Legenda di Indonesia

22 Mei 2018 21:18 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Liem Swie King, legenda bulu tangkis Indonesia. (Foto: PB Djarum)
zoom-in-whitePerbesar
Liem Swie King, legenda bulu tangkis Indonesia. (Foto: PB Djarum)
ADVERTISEMENT
Kehebatan bulu tangkis Indonesia bukan sekadar legenda atau isapan jempol semata. Deretan trofi dari pelbagai kejuaraan yang tersusun rapi di kabinet Indonesia adalah salah satu bukti betapa seringnya lagu 'Indonesia Raya' berkumandang di negeri orang.
ADVERTISEMENT
Dalam puluhan tahun kejayaan bulu tangkis Indonesia, PB Djarum punya porsi besar dalam berkontribusi menyalurkan atlet-atlet berbakat yang kemudian menjelma jadi jagoan dan generasi emas bulu tangkis Tanah Air.
Berbicara soal bulu tangkis, PB Djarum, dan juga Indonesia, maka semua bakal bermuara pada satu nama, yaitu Liem Swie King. Empat subjek ini kemudian membentuk sebuah epos di dunia bulu tangkis Indonesia. Hingga akhirnya, kisah itu beranak cucu dan jadi legenda yang diperdengarkan ke mana-mana.
****
Liem Swie King punya hubungan yang kuat dengan PB Djarum. Pria kelahiran Kudus yang sekarang berusia 62 tahun adalah cikal bakal terbentuknya salah satu klub bulu tangkis terbesar ini. Pada 1969, Budi Hartono (CEO PT Djarum) memutuskan menggunakan barak rokok di Jalan Bintingan Lama, Kudus, Jawa Tengah, untuk digunakan sebagai tempat bermain bulu tangkis bagi karyawan.
ADVERTISEMENT
Keluwesan hati dan pemikiran Budi yang membolehkan non-karyawan PT Djarum ikut bermain tepok bulu pun menjadi awal mula Liem Swie King kecil menjejakkan kaki di PB Djarum. Menurut Ketua PB Djarum Yoppy Rosimin, King kecil kerap ikut latih tanding dengan lawan yang berusia di atasnya.
"Biasanya ada yang ikut nimbrung, seperti anak-anak kecil melawan orang yang umurnya lebih tua, salah satunya Liem Swie King," kisah Yoppy saat dihubungi kumparanSport.
Keisengan King kecil ikut bermain tepok bulu dengan karyawan PT Djarum berlanjut menjadi romansa yang diseriusi. Bakat alami yang tercium dari tubuhnya membawa King sering diuji tandingkan dengan pemain-pemain di berbagai kota, hingga akhirnya King memenangi Kejuaraan Nasional (Kejurnas) tunggal putra di Piala Munadi tahun 1972.
ADVERTISEMENT
Seiring bakat King yang terus ditempa, PB Djarum di Kudus akhirnya diresmikan pada 1974 dan mulai dari sini sosok-sosok berjasa di karier King bermunculan semacam Mohammad Anwari, yang jadi pelatih King selama 1974-1975. Kepada kumparanSport, pria yang akrab disapa Anwar ini berkisah ulang bagaimana proses King dari sekadar bermain di barak rokok hingga akhirnya menuju panggung dunia.
Liem Swie King, legenda buluu tangkis Indonesia. (Foto: PB Djarum)
zoom-in-whitePerbesar
Liem Swie King, legenda buluu tangkis Indonesia. (Foto: PB Djarum)
Menurut Anwar, alasan pemilihan King kerap melakoni berbagai perlombaan didasarkan pada trek rekor dan perkembangan yang dia torehkan dalam kurun waktu 1972-1973. Dari penuturan Anwar, ada beberapa kejuaraan bergengsi yang ditorehkan King.
"Saya melatih dia sekitar dua tahun, dulu ada seleksi-seleksi yang dilakukan di Jawa Tengah dan King masuk, kemudian pada 1973 dia ikut PON VIII tetapi juara dua karena kalah sama Iie Sumirat. Tapi di tahun itu dia ikut Kejuaraan Dunia Bulu Tangkis Piala Garuda," ujar Anwar.
ADVERTISEMENT
"Kemudian 1975 dia juara Kejurnas di Surabaya, terus kejuaraan invitasi dunia di Malaysia. Di tahun itu pun dia sudah ikut All England, tapi tidak sampai final."
Serangkain kejuaraan yang diwarnai keberhasilan dan kegagalan itu menempa King menjadi lebih kuat di tahun-tahun berikutnya. Lalu sampailah kisah pada All England 1976 di mana King mencapai partai puncak, tapi harus mengakui keunggulan seniornya saat itu, Rudy Hartono, dengan dua gim langsung, 15-7 dan 15-7.
King kembali gagal di partai puncak usai ditaklukkan pebulu tangkis asal Denmark, Flemming Delfs pada All England 1977. Namun, hal ini tidak memutus asa King menorehkan tinta emas dan menurut Anwar, All England edisi 1978 jadi tonggak bagaimana King akhirnya muncul sebagai pebulu tangkis kenamaan yang dikenal seantero Tanah Air.
ADVERTISEMENT
King memulai All England 1978 dengan mengalahkan tiga pebulu tangkis asal Denmark sejak babak 32 besar hingga perempat final. Di semifinal, King mengalahkan Sumirat yang pernah mengandaskannya di PON VIII 1973. Kepuasan King kian membuncah di partai final karena berhasil mengalahkan Rudy yang jadi lawannya di final 1976.
"Idola saya Rudy Hartono, saya masih kecil, Rudy sudah juara All England. Makanya pas bisa menang dari Rudy di All England itu menjadi kenangan terbaik bagi saya. Saya bisa mengalahkan idola saya, benar-benar tak terlupakan, benar-benar mimpin jadi nyata,” cerita King soal laga final ini dilansir situs PB Djarum.
Tak mudah menyerah jadi kunci bagaimana King bisa mengubah berbagai kegagalan menjadi kemenangan. Namun, dalam praktiknya, King punya jumping smash mematikan yang jadi senjata andalan tiap kali berada di atas lapangan. Tak heran pula, gerakan itu menjadi julukan King di masa kejayaanya dengan sebutan 'King Smash'.
ADVERTISEMENT
Namun, yang tak boleh dilupakan pula adalah proses dan tokoh yang menempa King hingga memiliki jumping smash yang mematikan itu. Menurut Anwar, bakat alami yang dikombinasikan dengan latihan rutin dan sikap tak mau kalah yang dimiliki King adalah kunci utama dari lahirnya jumping smash yang fenomenal itu.
"Dia rajin berlatih, tidak mau kalah sama orang lain dan kemauannya kuat. Fisiknya memang kuat, dan yang bagus dia tidak mau kalah, baik itu saat bertanding atau latihan, dalam hal apa pun. Latihan lari pun misalnya atau angkat beban dia tidak mau kalah. Selesai latihan sering dia minta tambah lagi, biasanya minta tolong teman untuk main lagi," imbuh Anwar.
"Kenapa pukulannya kuat karena dia rajin angkat besi, jadi tanganya kuat kalau mukul (shuttlecock) kencang. Dia juga memang punya bakat alami karena berasal dari keluarga bulu tangkis. Dua kakak perempuannya pernah bermain di Piala Uber."
ADVERTISEMENT
Anwar menjelaskan tak ada senjata rahasia atau program khusus yang disediakan selama dia menempa King. Yang membedakan dan menjadi alasan mengapa King dipilih oleh PB Djarum saat itu untuk ikut kejuaraan di sana-sini adalah disiplin dan kemauan lebih yang dia tunjukkan untuk menempa bakatnya menjadi lebih istimewa.
"Percuma punya tinggi badan dan bakat bagus tapi tidak mau berlatih. Dia latihan hampir setiap hari, seminggu hanya libur satu kali, jadi otomatis dia selalu bugar. Kalau makan, ya, ada program dan aturan pola juga tambahan makanan. Dia orangnya nurut, tidak neko-neko," tukas Anwar.
Anwar juga menilai dengan mulai dikalahkannya Rudy Hartono dan kian menurunnya performa sang legenda, tongkat estafet untuk meneruskan generasi emas bulu tangkis Indonesia berpindah ke tangan King yang memenangi puluhan trofi.
ADVERTISEMENT
Namun, laiknya Rudy dan legenda-legenda bulu tangkis lain yang kudu rela menanggalkan kejayaannya untuk dilestarikan oleh pemain lain, King pun mencapai bab terakhir dalam perjalanan kariernya dan memutuskan gantung raket pada 1988.
Liem Swie King di coaching clinic. (Foto: PB Djarum)
zoom-in-whitePerbesar
Liem Swie King di coaching clinic. (Foto: PB Djarum)
Sedangkan bagi Anwar yang pernah jadi bagian tak terpisahkan di perjalanan bertabur bunga ini, pergantian era tersebut adalah sebuah kewajaran. Baginya, pernah menempa King hingga menemaninya di pinggir lapangan adalah momen terbaik. Anwar pun mafhum, generasi emas terus berlanjut dan berharap bisa menyakiskannya selama mungkin.
"Masa keemasannya Rudy memang sudah berganti dan saat itu Liem Swie King sudah seharusnya jadi juara. Seperti halnya Rudy, setelah King berlanjut ke eranya Icuk (Sugiarto), Alan Budi (Kusuma), Hastomo Arbi, kemudian sampai Taufik (Hidayat). Bagi saya, ya, setiap mendampingi dia bermain hal yang berkesan," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Alegori King memang bukan hanya All England. Dalam perjalanan kariernya, dia menjuarai Thomas Cup 1976, 1979, dan 1984, berkat gelar ini pula King punya julukan lain: 7 pendekar PB Djarum.
Julukan ini disematkan karena 8 Atlet yang dikirim ke Thomas Cup pada periode itu, 7 di antaranya yaitu Liem Swie King, Kartono, Christian Hadinata, Hastomo Arbi, Hadiyanto, Heryanto, dan Hadibowo adalah atlet binaan PB Djarum.
Akhirnya, setelah merasa cukup dengan segala hal soal bulu tangkis, King pensiun pada 1988. Usai gantung raket, King tak langsung meneruskan kariernya di bulu tangkis dan memilih menjadi pengusaha. Meski begitu, aroma lapangan tak bisa ditolak oleh King, sehingga dia pun menjadi pemandu bakat dan memberikan coaching clinic bersama PB Djarum.
ADVERTISEMENT