Lima Tahun Pendakian Petra Kvitova

24 Januari 2019 19:49 WIB
clock
Diperbarui 15 Maret 2019 3:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petra Kvitova capai final Australia Terbuka 2019. (Foto: REUTERS/Adnan Abidi)
zoom-in-whitePerbesar
Petra Kvitova capai final Australia Terbuka 2019. (Foto: REUTERS/Adnan Abidi)
ADVERTISEMENT
Lima tahun tidak pernah menjadi periode yang sebentar apalagi mudah untuk Petra Kvitova. Ibarat sudah di puncak, satu kekalahan membikinnya terguling sampai ke dasar. Upaya pendakiannya belum membuahkan hasil. Gelar juara Wimbledon 2014 tak cukup hebat untuk mendongkraknya naik hingga puncak gunung prestasi Grand Slam.
ADVERTISEMENT
Australia Terbuka 2015 ditutupnya dengan kekalahan di babak 32 besar. Di Wimbledon, langkah Kvitova hanya sampai di babak keempat. Menutup musim di Amerika Serikat (AS) Terbuka, lagi-lagi pendakiannya terhenti di babak ketiga.
Memanggul asa mengulang kesuksesan juara Wimbledon 2011 dan 2014, Kvitova gigit jari lagi di musim 2016. Paling jauh ia hanya sampai di babak 16 besar AS Terbuka setelah terhenti di babak ketiga Australia Terbuka dan Wimbledon. Sementara, Prancis Terbuka ia tuntaskan dengan kekalahan di babak keempat. Situasi serupa terjadi di 2017. Absen di Australia, ia cuma sanggup menjejak ke babak kedua Roland Garros dan Wimbledon walaupun sampai ke perempat final AS Terbuka.
Musim lalu di Melbourne Park, Kvitova bahkan gugur di babak pertama karena kalah dari Andrea Petkovic. Setelah kalah di babak ketiga Prancis Terbuka dari Anett Kontaveit, Kvitova melanjutkan catatan suramnya di Wimbledon dan Amerika Serikat Terbuka.
ADVERTISEMENT
Di Wimbledon, langkahnya sudah kandas di babak pertama akibat kekalahan dari petenis Belarusia, Aliaksandra Sasnovich. Sementara di seri terakhir Grand Slam, kekalahan di babak ketiga dari Aryna Sabalenka menjadi makanan yang harus ditelannya bulat-bulat.
Maka, kemenangan di semifinal Australia Terbuka 2019 tidak hanya membukakan pintu laga final untuknya, tapi juga kesempatan untuk kembali duduk di takhta tertinggi. Apalagi, Kvitova juga belum pernah merengkuh mahkota juara di Melbourne Park.
"Sudah lima tahun, ya, ternyata. Itulah sebabnya saya bekerja begitu keras supaya dapat sampai ke sini. Semuanya terasa sangat luar biasa. Jadi, saya sangat gembira karena dapat kembali ke sini. Sejujurnya, saya pikir tidak banyak orang yang percaya saya bisa sampai ke final lagi, bahkan untuk bertanding dengan level seperti tadi. Mungkin hanya segelintir orang yang percaya."
ADVERTISEMENT
"Namun, saya bergembira karena masih memiliki orang-orang yang sedikit itu. Saya pikir, mereka yang terbaik. Dan semoga saya bisa gantian memberikan yang terbaik buat mereka," jelas Kvitova.
Petra Kvitova capai final Australia Terbuka 2019. (Foto: KIM KYUNG-HOON/REUTERS)
zoom-in-whitePerbesar
Petra Kvitova capai final Australia Terbuka 2019. (Foto: KIM KYUNG-HOON/REUTERS)
Walaupun trofi Wimbledon 2011 dan 2014 itu menjadi torehan terbaik, bukan berarti ia tak meninggalkan jejak lain di kompetisi Grand Slam. Pada 2015 dan 2017 ia sampai ke perempat final Amerika Serikat (AS) Terbuka. Pada 2015, langkahnya terhenti di tangan petenis Italia yang akhirnya menjadi juara di Flushing Meadow tahun itu, Flavia Pennetta.
Sementara, pada 2017, giliran Venus Williams yang menghabisinya dalam laga tiga set. Meski dua kompetisi ini tak berujung trofi juara, Kvitova tetap menganggap AS Terbuka di dua periode itu menjadi highlight yang cukup terang dalam perjalanan kariernya.
ADVERTISEMENT
"Kekalahan demi kekalahan membuat semuanya jadi terasa begitu panjang. Saya juga tetap menganggap dua perempat final AS Terbuka itu sebagai highlight karier saya sebagai petenis. Tapi kekalahan demi kekalahan itu ada sejumlah persoalan mental yang sulit saya atasi. Rasanya setiap kali bertanding di Grand Slam saya bakal kalah. Mungkin ini juga yang menyebabkan kemenangan kali ini jadi terasa lebih manis dari yang sudah-sudah," jelas Kvitova.
Yang menjadi definisi perjalanan terjal dan berliku bagi Kvitova bukan cuma kekalahan beruntun tadi, tapi juga apa yang terjadi pada Desember 2016. Singkat kisah, seorang perampok masuk ke dalam apartemen Kvitova dan menyerang petenis asal Republik Ceko itu. Kvitova yang berusaha mempertahankan diri justru mendapatkan luka cukup parah di sekujur tangan kirinya. Uang senilai 155 poundsterling pun berhasil dibawa lari oleh si perampok.
ADVERTISEMENT
Dilaporkan The Guardian, perampok tersebut menyamar sebagai petugas penghitung meteran listrik. Kvitova yang tak curiga pun langsung membukakan pintu dan saat itu pula, si perampok justru menodong Kvitova dengan pisau.
Kvitova kemudian langsung dibawa ke rumah sakit di Brno untuk menjalani operasi. Cedera di bagian tendon dan saraf tangan kiri Kvitova sempat dikhawatirkan akan mengancam karier juara Wimbledon 2011 dan 2014 itu. Namun, operasi yang berjalan selama hampir empat jam itu berjalan lancar.
Walau demikian, Kvitova tetap harus istirahat selama enam bulan untuk proses pemulihan. Berangkat dari perjalanan yang tak mudah ini, Kvitova bahkan tak percaya ia bisa sampai berlaga di semifinal Australia Terbuka 2019.
"Rasanya aneh saya masih bisa bermain tenis. Saat-saat berjuang menghadapi persoalan macam ini bukan periode yang menyenangkan. Yang terkuras bukan hanya fisik, tapi juga mental. Bahkan saya membutuhkan waktu yang tak sebentar untuk mengembalikan kepercayaan diri, untuk percaya kepada orang-orang yang ada di sekitar saya," jelas Kvitova.
ADVERTISEMENT
Kvitova dan Collins di laga semifinal Australia Terbuka 2019. (Foto: REUTERS/Kim Kyung-Hoon)
zoom-in-whitePerbesar
Kvitova dan Collins di laga semifinal Australia Terbuka 2019. (Foto: REUTERS/Kim Kyung-Hoon)
Barangkali ini yang berputar-putar dalam benak Kvitova: Adegan demi adegan yang mempertontonkan kegagalannya sampai ke puncak, rangkaian fragmen yang menampilkan para penonton yang bersorak untuk kemenangan lawan dan ia yang tertunduk di hadapan kekalahannya. Dalam setiap detailnya selalu ada pemicu yang menyadarkannya tentang musim yang baru, tentang pendakian panjang, dan kejatuhan yang berulang kali.
Bak teman karib, ironi macam itulah yang acap mendatanginya dalam lima tahun terakhir. Tapi, serupa pendakian yang lama-lama selesai juga begitu diperhadapkan dengan puncak, seperti itu jugalah nasib buruk akan berhenti menemui Kvitova. Walaupun mengetahui kapan pendakian itu akan berakhir tidak pernah menjadi tugas yang mesti dirampungkan oleh Kvitova.