news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Maria Sharapova: Dari Wonderkid Juara Wimbledon hingga Tersandung Kasus Doping

27 Februari 2020 15:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Maria Sharapova merayakan kemenangan di babak ketiga Australia Terbuka 2019. Foto: REUTERS/Aly Song
zoom-in-whitePerbesar
Maria Sharapova merayakan kemenangan di babak ketiga Australia Terbuka 2019. Foto: REUTERS/Aly Song
ADVERTISEMENT
Maria Sharapova memulai kariernya sebagai petenis profesional dengan kejutan. Maka, pada Rabu (26/2/2020), ia menutup perjalanan dengan elegan.
ADVERTISEMENT
Sharapova tidak menggelar konferensi pers dan mengumbar air mata di hadapan media dan publik. Ia mengumumkan keputusannya untuk pensiun dengan menulis esai di Vanity Fair. Tulisan yang berisi lebih dari 1.000 kata itu begitu personal.
Ia berkisah tentang tenis yang ternyata tidak hanya memberinya kebahagiaan. Baginya, tenis bukan dongeng yang penuh dengan kisah putri mencium pangeran katak atau ayunan tongkat penyihir baik hati. Tenis yang dikenalnya adalah tenis yang gemar menyusahkan, tenis yang tak jarang membawanya masuk dalam masalah dan masa kelam.
Namun, tenis seperti itulah yang membuatnya hidup. Tenis seperti itulah yang membuat Sharapova tetap bertumbuh.
Perjalanan Sharapova di atas lapangan tenis tidak seperti Billie-Jean King, Serena Williams, apalagi Margaret Court. Di sepanjang kariernya, ia 'cuma' mampu mengumpulkan lima trofi Grand Slam di nomor tunggal putri.
ADVERTISEMENT
Namun, Sharapova tetap Sharapova. Keberadaannya di atas lapangan tenis kerap melahirkan cerita. Berikut segelintir cerita Maria Sharapova kala berlaga sebagai petenis profesional.
2004, gelar Grand Slam pertama di Wimbledon
Wimbledon adalah panggung sakral di ranah tenis. Seri ketiga kompetisi Grand Slam ini bicara tentang elegansi dan histori. Sharapova datang pertama kali di Wimbledon sebagai profesional pada 2003. Namun, langkahnya terhenti di babak keempat akibat kalah dari Svetlana Kuznetsova.
Bagi Sharapova kekalahan di satu hari bukan berarti kekalahan di hari berikutnya. Ia kembali ke Wimbledon pada 2004. Menang dua set langsung atas Yuliya Beygelzimer di babak pertama, orang-orang tak peduli. Paling-paling itu cuma keberuntungan remaja 17 tahun, seperti itu pikir orang-orang.
ADVERTISEMENT
Sharapova tak berhenti. Begitu sampai di semifinal usai mengalahkan Ai Sugiyama, 5-7, 7-5, dan 6-1, publik mulai kasak-kusuk. Sharapova nyatanya sampai ke final usai mengalahkan Lindsay Davenport.
Maria Sharapova dan trofi Wimbledon 2004. Foto: Nicolas ASFOURI / AFP
Laga final ibarat laga gila. Yang menjadi lawan adalah Serena Williams. Serena datang ke pertandingan itu sambil membawa enam gelar juara Grand Slam di nomor tunggal putri. Ia bahkan menjejak ke Wimbledon 2004 sebagai juara bertahan.
Akan tetapi, lapangan tenis tidak pernah bosan dengan cerita baru. Sharapova menjadi underdog yang mengalahkan kampiun dalam dua set langsung, 6-1 dan 6-4.
Sharapova berdiri di podium, mengangkat tinggi piringan perak raksasa, lalu menciumnya dengan penuh afeksi. Media mewartakan kemenangannya sebagai the most stunning upset.
Sharapova tidak hanya pulang dengan gelar juara, tetapi juga dengan dua catatan. Pertama, Sharapova jadi petenis wanita termuda ketiga yang jadi kampiun di Wimbledon setelah Lottie Dod dan Martina Hingis. Kedua, ia jadi petenis wanita Rusia kedua yang menjuarai Grand Slam setelah kampiun French Open, Anastasia Myskina.
ADVERTISEMENT
2005, pertama kalinya jadi petenis nomor satu dunia
22 Agustus 2005 menjadi salah satu hari yang pantas diingat Sharapova. Untuk pertama kalinya dinobatkan sebagai petenis nomor satu dunia.
Sharapova menjadi petenis wanita asal Rusia pertama yang merengkuh status tersebut. Meski demikian, status ini cuma bertahan selama sepekan. Lindsay Davenport kembali merebut tempat tertinggi usai menjuarai Pilot Pen Tennis.
2006, jadi kampiun US Open dalam usia 19 tahun
Sharapova membutuhkan waktu sekitar dua tahun untuk kembali merengkuh mahkota juara Grand Slam.
Kali ini ia berjaya di Negeri Paman Sam. Sharapova mengklaim gelar juara tunggal putri di US Open 2006 usai mengalahkan wakil Belgia, Justine Henin-Hardenne.
Maria Sharapova dan trofi US Open 2006. Foto: Action Images via Reuters/Jason O'Brien/File Photo
Mirip laga puncak Wimbledon 2004, pertandingan itu pun ia selesaikan dalam dua set langsung. Sharapova menang 6-4 dan 6-4.
ADVERTISEMENT
Ketika itu Sharapova masih berusia 19 tahun. Sebelum Bianca Andreescu menjuarai US Open 2019, Sharapova menjadi remaja terakhir yang berdiri di podium puncak Flushing Meadows.
2008, tak terhentikan di Australian Open
Keberhasilan Sharapova menjuarai Wimbledon 2004 adalah kejutan. Publik menyebutnya sebagai salah satu remaja tersukses di ranah tenis.
Namun, penampilannya di Australian Open 2008 tidak akan terlupakan. Sharapova menutup turnamen di Melbourne ini sebagai juara. Ia mengalahkan Ana Ivanovic, 7-5 dan 6-3, di laga final.
Maria Sharapova dan trofi Australian Open 2008. Foto: Reuters/Brandon Malone/File Photo
Cerita Sharapova di Australian Open 2008 lebih dari gelar juara. Sejak babak pertama sampai final, ia tidak kehilangan satu set pun. Itu berarti, Sharapova selalu menang straight set alias dua set langsung.
2012, Career Grand Slam
ADVERTISEMENT
Career Grand Slam adalah status yang diberikan kepada seorang petenis yang menjuarai keempat seri Grand Slam. Sharapova menerima predikat harum semerbak ini pada 2012. Ia menjuarai French Open edisi itu setelah mengalahkan wakil Italia, Sara Errani, 6-3 dan 6-2.
Maria Sharapova dan trofi French Open 2012. Foto: PATRICK KOVARIK / AFP
Sharapova menjadi petenis wanita keenam yang merengkuh Career Grand Slam di era terbuka setelah Margaret Court, Chris Evert, Martina Navratilova, Steffi Graf, dan Serena Williams.
2012, medali perak Olimpiade untuk Rusia
Olimpiade 2012 di London menjadi Olimpiade pertama dan terakhir Sharapova. Namun, jumlah yang segelintir itu tidak membuatnya ciut. Sharapova bahkan berlaga sampai ke final tenis tunggal putri.
Serena menjadi lawannya di duel pemungkas. Akan tetapi, Sharapova kalah 0-6 dan 0-1. Dengan kemenangan ini, status Career Golden Slam jatuh ke tangan Serena.
Hormat Sharapova untuk penonton AS Terbuka. Foto: Geoff Burke-USA TODAY Sports
Career Golden Slam adalah gelar yang diberikan kepada seorang petenis yang mampu menjuarai keempat seri Grand Slam dan merengkuh medali emas Olimpiade. Yep, Serena dan Sharapova sama-sama datang ke final Olimpiade 2012 sambil berburu predikat Career Golden Slam.
ADVERTISEMENT
Serena menjadi petenis wanita kedua yang menyegel gelar ini. Sebelumnya, hanya Steffi Graf yang sanggup memanggul titel Career Golden Slam.
2014, Grand Slam kelima
Sharapova kembali menjadi ratu di Prancis pada 2014. Ia kembali merengkuh gelar juara di atas lapangan tanah liat Roland Garros.
Ini menjadi Grand Slam kelima sekaligus gelar juara French Open keduanya. Setelah bertarung selama tiga jam di laga pemungkas, ia berhasil mengalahkan Simona Halep, 6–4, 6–7(5–7), 6–4.
Maria Sharapova merayakan kemenangan di final French Open 2014. Foto: KENZO TRIBOUILLARD / AFP
Laga itu juga berjalan dengan istimewa. Ini menjadi pertama kalinya sejak 2001 final tunggal putri berjalan sampai tiga set.
Final yang berlangsung pada 7 Juni 2014 itu juga menyisakan ruang bagi sang runner-up. Rumania akhirnya memiliki petenis yang sampai ke final French Open lagi setelah Virginia Ricci pada 1980.
ADVERTISEMENT
2016, gagal tes doping.
Cerita Sharapova tidak yang indah-indah melulu. Sekali waktu jalannya kelam, skandal doping menjadi penghalang yang membikin langkahnya terhenti.
8 Maret 2016 menjadi salah satu hari tergelap dalam hidup Sharapova. Di hari tersebut ia dinyatakan positif menggunakan doping meldonium selama gelaran Australian Open 2016. Seri pertama kompetisi Grand Slam 2016 itu digelar pada 18 Januari-31 Januari 2016.
Maria Sharapova di konferensi pers soal skandal dopingnya. Foto: ROBYN BECK / AFP
Larangan menggunakan meldonium bagi para atlet sebenarnya baru berlaku pada awal 2016. Sharapova, dalam keterangannya, menyebut bahwa ia mengonsumsi mildronate alias obat yang mengandung meldonium. Namun, Sharapova mengonsumsi obat tersebut sejak 2006 dengan alasan medis.
Meldonium sebetulnya zat yang biasa dikonsumsi oleh penderita tonsiltis. Namun, terkadang meldonium juga dikonsumsi oleh beberapa atlet untuk membantu memulihkan daya tahan usai cedera atau sakit parah.
Sharapova di babak pertama AT 2018. Foto: REUTERS/Issei Kato
Lantas, pada 8 Juni 2016, Federasi Tenis Internasional (ITF) menjatuhkan hukuman larangan bertanding bagi Sharapova selama dua tahun. Hukuman tersebut pada akhirnya diringankan, dari 24 bulan menjadi 15 bulan.
ADVERTISEMENT
Sharapova comeback pada 26 April 2017 di Porsche Tennis Grand Prix. Sayangnya, langkah Sharapova terhenti di semifinal usai kalah 6-3, 5-7, 4-6 dari Kristina Mladenovic.
2019, pertandingan ke-800
Shenzen Open memang bukan turnamen kelas Grand Slam. Namun, kemenangan atas Timea Bacsinszky di babak pertama Shenzen Open 2019 menjadi spesial karena laga itu menjadi pertandingan ke-800 Sharapova sebagai profesional.
Sharapova hanya bertahan sampai perempat final karena memutuskan retired saat berlaga melawan Aryna Sabalenka. Akan tetapi, Sharapova betul-betul meredup di sepanjang 2019. Ia hanya sanggup menutup musim di peringkat 131. Itu menjadi peringkat terendahnya di akhir musim sejak 2002.