Mengapa Politisi Ramai-ramai Pansos Usai Greysia/Apriyani Sabet Emas?

4 Agustus 2021 13:04 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Atlet Indonesia Apriyani Rahayu (kanan) dan Greysia Polii Indonesia menangis usai berhasil 
mendapatkan medali emas bulu tangkis ganda putri pada upacara Olimpiade Tokyo 2020. Foto: Alexander Nemenov / AFP
zoom-in-whitePerbesar
Atlet Indonesia Apriyani Rahayu (kanan) dan Greysia Polii Indonesia menangis usai berhasil mendapatkan medali emas bulu tangkis ganda putri pada upacara Olimpiade Tokyo 2020. Foto: Alexander Nemenov / AFP
ADVERTISEMENT
Keberhasilan Greysia Polii/Apriyani Rahayu menyabet medali emas Olimpiade 2020 menjadi kebahagiaan segenap publik Indonesia. Para politisi pun tak mau ketinggalan bereuforia. Akan tetapi, ekspresi mereka justru mendapat sorotan dari publik karena dianggap panjat sosial (pansos).
ADVERTISEMENT
Greysia/Apriyani menjadi satu-satunya atlet RI yang meraih medali emas Olimpiade 2020. Bukan cuma itu, mereka juga menjadi ganda putri bulu tangkis Indonesia pertama yang berhasil menjuarai Olimpiade.
Wajar, jika prestasi Greysia/Apriyani merupakan kebahagiaan warga Indonesia dari berbagai kalangan. Para politisi kemudian mengekspresikannya dengan cara membuat poster, flyer, bahkan meme yang menampilkan wajah mereka bersama Greysia/Apriyani.
Sontak, publik mencibir aksi mereka. Namun, Adi Prayitno selaku pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta memiliki pandangannya sendiri.
"Banyak yang bisa dijelaskan. Pertama, itu sebagai bentuk kebanggaan sekaligus sebagai support dan apresiasi kepada Greysia/Apriyani yang meraih emas Olimpiade dan mencetak rekor. Jadi, tanpa politisi sekali pun, semua orang melakukan itu. Itu adalah bentuk ekspresi kebahagiaan yang meluap," kata Adi saat dihubungi kumparan, Rabu (4/8).
ADVERTISEMENT
"Kedua, ini bisa juga bentuk dari ekspresi kebosanan di tengah pandemi. Hampir semua orang mati gaya, tak bisa ngapa-ngapain. Jadi, kemenangan Greysia/Apriyani adalah bentuk ekspresi kebosanan yang meledak dari berbagai orang, termasuk politisi. Bedanya, politisi mengapresiasi dengan pasang foto, sedangkan publik tidak," lanjutnya.
Lebih lanjut, Adi menjelaskan bahwa momentum prestasi atlet RI dijadikan ajang oleh para politisi untuk menunjukkan diri mereka kepada publik. Citra yang ingin dibentuk adalah orang berjiwa nasionalis dan penuh simpati.
Pengamat Politik Adi Prayitno. Foto: Dok. Istimewa
"Sederhana, mereka ingin menunjukkan sikap nasionalisme dengan cara mendukung atlet Indonesia yang mengharumkan nama bangsa plus tentu sebagai promosi diri bahwa mereka adalah pejabat publik yang peduli pada urusan kebangsaan. Itu ajang narsis, kok," terangnya.
"Para politisi itu ingin menekankan bahwa mereka mengapresiasi dan turut bangga atas prestasi anak bangsa di tengah pandemi dan momen bulan Agustus. Ingin terlihat peduli. Tentu ini bagian dari promosi ke publik bahwa mereka peduli dengan bikin flyer atau meme," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Namun, aksi para politisi ini menjadi boomerang. Niatnya ingin menunjukkan simpati, tetapi berujung dihujat publik dan tidak elegan.
Terkait hal itu, Adi menilai makna elegan di mata para politisi dan publik itu berbeda. Justru, aksi memampang foto disebut sebagai cara yang elegan bagi para politisi dalam mengapresiasi Greysia/Apriyani.
Atlet Indonesia Apriyani Rahayu dan Greysia Polii (tengah) berdiri di podium saat mendapatkan medali emas bulu tangkis ganda putri pada upacara Olimpiade Tokyo 2020, Senin (2/8). Foto: Hamad I Muhammad/REUTERS
"Efek negatif narsisme politik ini adalah para elite dianggap numpang tenar dan eksis. 'Ini giliran ada yang lagi viral, dia numpang', iya betul itu tak bisa disalahkan. Memang numpang tenar dan numpang viral mereka itu," jelas Adi.
"Itu bagian dari kerja elite dan politisi, harus muncul dalam setiap event dan isu, serta menunjukkan kepeduliannya ke hal-hal kebangsaan. Narsis sekaligus numpang eksis."
"Elegan atau tidak, tergantung siapa yang melihat. Bagi politisi, yang begini memang wajib dilakukan, yang elegan ya begitu, menunjukkan selamat pakai foto mereka. Itu satu hal yang biasa bagi mereka. Kalau tak dilakukan, nanti dinilai antipati. Bagi publik, itu aneh dan berlebihan karena numpang keren dan numpang tenar," tandasnya.
Infografik Terima Kasih Pahlawan. Foto: Tim Kreatif kumparan