Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Raut-raut wajah juara masih terpancar dari mereka. Masih ada bayang-bayang kemenangan mengagumkan saat perhelatan Asian Games lalu.
ADVERTISEMENT
Pelari nasional Muhammad Fadlin tak bisa melupakan momen saat meraih perak di ajang multievent terbesar se-Asia itu. Terkadang kakinya gemetar apabila mengingat momen tersebut.
Wajar saja, sebab Indonesia menjadi tercepat kedua di Asia. Mengalahkan China hingga Bahrain. Hanya kalah dari tim atletik sekelas Jepang yang levelnya memang sudah Olimpiade.
Fadlin mengakui, euforia penonton saat itu begitu mengesankan. Belum pernah sepanjang kariernya sejak 2004, ia berlari di tengah riuh rendah tepuk tangan ribuan penonton.
"Sampai sekarang masih belum bisa terlupakan itu euforia-euforia yang saya ingat yang saya dapat pas Asian Games kemarin," kata Fadlin saat berbincang santai dengan kumparan di Stadion Madya, Gelora Bung Karno, Jakarta, Senin (17/6).
Hal serupa juga dirasakan oleh duet maut atlet wushu Indonesia yang kini menjadi pasangan hidup, Lindswell Kwok dan Achmad Hulaefi. Lindswell, lewat nomor taijiquan dan taijijian, meraih emas kedua bagi Indonesia di Asian Games.
ADVERTISEMENT
Sementara Ulai-panggilan Hulaefi- juga tak ketinggalan. Ia menyabet medali perunggu di nomor Daushu dan Gunshu.
Lindswell sudah mendapatkan julukan Ratu Wushu Dunia. Juara dunia di Rusia tahun 2017 dan sederet medali emas di kejuaraan lainnya menjadi bukti sahih ketangguhan perempuan yang kini berhijab itu.
Lantas, keputusan menutup karier dengan mempersembahkan emas di Asian Games menurutnya menjadi hal yang tepat. Apalagi, cedera lututnya semakin parah.
“Saya sekarang memang benar-benar pengin istirahat total dari wushu. Karena waktu itu sudah sangat, sangat, sangat jenuh dan tekanannya juga buat saya besar sekali,” ujar Lindswell kepada kumparan di SMA Triguna, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (19/6).
Setali tiga uang dengan Lindswell, Ulai juga memilih pensiun usai Asian Games karena cedera. Selain itu, ia ingin fokus membangun yayasan wushu untuk membangun regenerasi di cabang olahraga asal China itu.
ADVERTISEMENT
"Karena memang harusnya sudah regenerasi, di zaman sekarang ini juga anak-anak cepat perkembangannya. Udah gitu juga terkendala cedera yang cukup lama," ungkapnya.
Cerita manis juga dirasakan karateka nasional Jintar Simanjuntak. Ia berhasil meraih perunggu di tengah pertarungan karateka kelas dunia.
Sebelum Asian Games, Jintar juga memang dikenal sebagai petarung yang ulet dan disegani. Namun Jintar harus pensiun usai Asian Games. Cedera siku dan usia yang tak lagi muda menjadi alasannya.
"Sekarang ingin jadi pelatih, menciptakan lagi atlet baru minimal seperti saya. Harusnya lebih," ungkap Jintar saat diwawancarai di Medan, Sabtu (22/6).
Terakhir, kumparan menyapa Liliyana Natsir alias Butet. Dia memang menyesal hanya meraih perunggu di Asian Games.
ADVERTISEMENT
Namun, itu tak cukup kuat menjadi alasan kumparan tidak menyapanya usai pensiun. Setelah Asian Games, Butet masih sekali lagi bertarung di ajang internasional, Indonesian Masters.
Sayang, Butet dan rekannya Tontowi Ahmad hanya meraih titel runner up. Keduanya kalah dari ganda China Zheng Siwei dan Huang Yaqiong.
Namun Butet tetap bisa gantung raket dengan kepala tegak. Momen perpisahannya di Istora Senayan disambut tangis dan tepuk tangan gemuruh dari ribuan penonton.
Kini Butet telah pensiun dan menjadi motivator untuk atlet-atlet muda di PB Djarum. Di sana ia memberikan semangat kepada junior-juniornya agar bermental juara.
“Kalau mau jadi atlet kelas dunia, kerja keras. Jangan makan pedes, kurangin main handphone. Kalau lagi latihan bilang ke pacar-pacarmu, jangan hubungi aku dulu, matiin handphone,” kata Butet di GOR PB Djarum, Slipi, Jakarta, Jumat (21/6).
ADVERTISEMENT
Simak cerita lengkap para atlet juara dunia usai pensiun dalam topik "Menyapa Para Juara "