Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Nadal vs Tsitsipas: Kembalinya Gelar Juara atau Menyambut Era Baru
24 Januari 2019 10:19 WIB
Diperbarui 15 Maret 2019 3:48 WIB
ADVERTISEMENT
Australia Terbuka 2019 tidak akan menjadi kompetisi Grand Slam yang biasa-biasa saja bagi Rafael Nadal . Si petarung Spanyol memang perkasa di lapangan tanah liat. Ia menjadi juara di nomor tunggal Prancis Terbuka sebanyak 11 kali. Pertama pada 2005, teranyar pada 2018. Tak heran bila ia kerap berjuluk 'Raja Lapangan Tanah Liat'.
ADVERTISEMENT
Tapi tidak demikian dengan Australia Terbuka. Di seri pertama kompetisi Grand Slam ini, ia baru sekali menjadi juara. Kalau ditanya kapan, ya, pada 2009 tadi. Ia sukses mengalahkan Roger Federer di partai puncak. Bukan pertandingan yang mudah karena ia mesti baku-hantam dalam lima set. Selama 10 tahun, trofi juara yang direngkuh berkat kemenangan 7–5, 3–6, 7–6(7–3), 3–6, 6–2 itu belum diangkat lagi oleh Nadal.
Sebenarnya pada 2012, Nadal berhasil menjejak ke partai pamungkas. Namun, ia kandas di tangan Novak Djokovic. Pertandingan itu bahkan memecahkan rekor baru sebagai pertandingan terlama di sepanjang sejarah Australia Terbuka. Ya, Djokovic baru bisa semringah setelah bertarung selama 5 jam 53 menit melawan Nadal. Begitu pula pada 2017. Tapi, lagi-lagi langkahnya terhenti di puncak usai dijegal Federer.
ADVERTISEMENT
Itulah sebabnya keberhasilan Nadal kembali menjejak ke semifinal menjadi pencapaian luar biasa. Mengulang kembali gelar juara yang direngkuh satu dekade silam menjadi asa yang ditanggungnya di setiap laga di Melbourne Park tahun ini.
"Tidak mudah bagi saya, waktu-waktu ini merangkai perjalanan yang sulit. Jagat tenis semakin lama semakin sulit untuk ditaklukkan, ada banyak pemain hebat yang muncul yang memberi warna baru bagi olahraga ini. Rentetan permasalahan yang seperti tidak ada habisnya secara personal membuat saya sadar bahwa segalanya tidak akan mungkin berjalan dengan mudah," ucap Nadal .
"Abu Dhabi (Mubadala Tennis World Championship) dan Brisbane International adalah contoh mengapa saya berkata bahwa ini tidak menjadi periode yang gampang. Tapi bahkan hasil buruk itu mengantarkan saya pada sudut pandang yang baik untuk memulai dan melakoni turnamen ini sehingga saya bisa bermain dengan baik. Rasanya spesial bisa kembali di titik di mana saya berada hari ini (semifinal -red)," jelas Nadal dalam konferensi persnya, dilansir The Guardian.
ADVERTISEMENT
Dua kekalahan beruntun memang ditelan Nadal usai kompetisi Grand Slam 2018 tuntas. Setelah kalah 6-3, 3-6, 4-6 dari Kevin Anderson di semifinal, Nadal kembali mengecap hasil pahit di laga perebutan tempat ketiga. Sebabnya, ia mundur dari laga yang mempertemukannya dengan petenis asal Rusia, Karen Khachanov. Berlanjut ke Brisbane International, skenario mirip juga terjadi. Nadal mengundurkan diri karena cedera sehingga tempatnya digantikan oleh petenis Jepang, Taro Daniel.
Yang menjadi persoalan, lawan Nadal juga bukan petenis sembarangan. Secara hitung-hitungan peringkat dan pengalaman, Stefanos Tsitsipas memang tak unggul atas Nadal. Tsitsipas yang berusia 20 tahun itu bahkan baru menjadi petenis profesional pada 2016.
Walau peringkatnya tak buruk, peringkat 15 dunia memang masih ada di bawah Nadal yang memasuki turnamen sebagai petenis peringkat kedua dunia. Petenis asal Yunani ini mulai malang-melintang di Grand Slam kategori senior pada Prancis Terbuka 2017, itu pun kalah dari Ivo Karlovic di babak kualifikasi. Melihat perjalanannya tahun 2018, Tsitsipas paling jauh sampai ke Wimbledon. Di Prancis Terbuka dan AS Terbuka ia hanya sampai di babak kedua.
ADVERTISEMENT
Namun, pengalaman yang tak banyak itu tak membuatnya menjadi petenis kerdil di Australia Terbuka 2019. Tsitsipas-lah yang berhasil menggusur Federer dari perburuan gelar di Melbourne Park tepat di babak keempat. Di babak perempat final giliran Roberto Bautista Agut yang ia pecundangi.
Hebatnya, kedua kemenangan ini direngkuhnya dengan skenario yang mirip-mirip. Kecenderungannya, Tsitsipas bangkit dari ketertinggalan dan menghajar balik. Kecepatan permainan yang ditopang oleh footwork yang seimbang dan dinamis menjadi persoalan yang harus dipecahkan oleh lawan-lawannya.
Di laga melawan Agut, kekuatan servis yang dibuktikan dengan 22 lesakan ace-nya menjadi senjata ampuh. Itu belum ditambah dengan 68 winner-nya yang berbanding dengan 50 winner dan enam ace milik Agut. Sementara di laga melawan Federer, torehan winner-nya memang cuma unggul satu angka. Bila Federer membukukan 61 winner, Tsitsipas membuat 62 winner. Tapi, kekuatan ace-nya masih jadi pembeda. Di sepanjang pertandingan yang berlangsung selama 3 jam 45 menit itu, ia mencetak 20 ace--sementara Federer menyegel 12 ace.
ADVERTISEMENT
Berangkat dari performa yang sanggup membikin petenis-petenis papan atas dan senior itu gigit jari, bukannya tidak mungkin ia dapat menjungkalkan Nadal di babak semifinal ini. Kalau ini yang terjadi, jelas ini memperpanjang catatan buruk Nadal di Australia Terbuka--catatan yang di satu sisi menjadi penanda, jangan-jangan era baru tenis tunggal putra sudah dimulai.