Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Obrolan Santai kumparan Bersama Marcus Fernaldi Gideon
1 Mei 2017 16:34 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
ADVERTISEMENT
Pada sebuah Jumat yang cerah, saya menemui Marcus Fernaldi Gideon. Setelah mewawancarainya perihal perjalanan karier dan mimpinya di atas lapangan bulu tangkis, saya bertanya beberapa pertanyaan lainnya.
ADVERTISEMENT
Dari wawancara ini pula saya tahu jika Marcus bukanlah pribadi yang gemar berbicara. Pria 26 tahun ini juga terlihat sebagai sosok yang "apa adanya", tak suka berbasa-basi. Ya, seperti kebanyakan atlet di Indonesia juga. Marcus lebih lihai bersama raket dan kok ketimbang berbicara di hadapan mikrofon dan kamera.
Tapi saya kemudian juga menjadi tahu apa saja hal-hal lain yang disukai juga tidak disukai Marcus. Juga perihal harapan-harapan untuk perjalanan kariernya. Masih di pinggir lapangan Pelatnas PBSI Cipayung itu, saya jadi tahu sedikit sisi lain dari Marcus.
Saya juga sempat bertanya kepada Marcus perihal “insiden" dengan pasangan Denmark, Mads Conrad-Petersen/Mads Pieler Kolding. Conrad sempat marah-marah karena tingkah Kevin di lapangan —yang dianggap Conrad sengak— pada pertandingan semifinal India Terbuka 2017 lalu.
ADVERTISEMENT
Jadi, inilah obrolan santai saya dengan sang peraih gelar ganda putra All England 2017 tersebut:
Selain ayah (Kurniahu, red), siapa yang pebulu tangkis yang kamu jadikan idola atau panutan?
"Dulu sih senang Hendra/Kido, ya. Senang sama mereka, orangnya juga baik-baik, ya. Senior yang oke lah."
Karena lebih tua daripada Kevin, apa di lapangan kamu lebih sering memberi arahan atau menjadi penenang untuknya, mengingat ia adalah pemain yang "menggebu-gebu"?
"Nggak, ya, kita mah di lapangan sama saja kayak seumuran. Saling ngomong aja kalau main, saling melengkapilah."
Bagaimana kamu membangun chemistry dengan Kevin, sehingga bisa sedemikian klop saat bertanding, bisa saling melengkapi? Apa selalu mengobrol atau diskusi dulu sebelum bertanding?
ADVERTISEMENT
"Jarang ya, kami. Kebetulan Kevin orangnya juga nggak banyak ngomong. Jadi, ya, kita emang di lapangan aja main. 'Kan sudah sering latihan, jadi sudah ngerti."
Soal Eropa, beberapa waktu lalu sempat ada pasangan yang kesal sama kamu dan Kevin akibat insiden di lapangan. Itu bagaimana?
“Kalau di lapangan 'kan selesain aja di lapangan. Kalau di luar 'kan lain lagi, ya. Emang Eropa kayak gitu, suka mau menang sendiri. Agak ribet. Orangnya pasti egoismenya tinggi."
Apa memang ada maksud dari kalian dengan bertingkah "nakal" di lapangan agar membuat mental lawan down? Seperti berpura-pura memukul kok yang mau keluar, misalnya?
"Nggak, kami nggak kepikiran main kayak gitu. Kami ‘kan yang penting lakuin terbaik yang kami bisa. Nggak terlalu mikirin mau ngajak rusuh atau gimana."
ADVERTISEMENT
Kalau cara kalian bisa menaklukkan lawan yang posturnya jauh lebih tinggi bagaimana? Ada strategi khusus?
"Ya, gimana ya... Begitu aja. Soalnya lawannya pasti lebih tinggi semua hahaha."
Marcus, hobimu sendiri apa di luar bulu tangkis?
"Paling apa, ya... Jalan-jalan aja, main gim. Suka main Playstation gitu."
Gim apa itu? Apa gim sepak bola seperti FIFA?
"Saya sukanya main gim RPG (Role Playing Game)."
Selain itu apa ada hobi lain yang sering kamu lakukan?
"Main gim aja sih paling. Kalau di sini (Pelatnas), ya, apalagi. Di sini-sini doang. Paling ke rumah pas weekend gitu, terus balik ke sini lagi."
Apa merasa nyaman di Pelatnas? 'Kan dulu sempat keluar.
"Nyaman, ya, harus dinyaman-nyamanin."
ADVERTISEMENT
Balik lagi ke soal bulu tangkis. Seandainya nanti kalau kamu tidak lagi berpasangan dengan Kevin, bagaimana?
"Ya, saya ngikut aja. Yang penting kami lakuin yang terbaik aja. Saya latihan juga maksimal. Mau partner sama siapa saja, nanti 'kan pelatih yang menentukan."