Pahit Manis Hidup Jintar Simanjuntak: Jadi Kuli, Dikeroyok, dan Medali

28 Juni 2019 11:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jintar Simanjuntak. Foto: Dok. Jintar Simanjuntak
zoom-in-whitePerbesar
Jintar Simanjuntak. Foto: Dok. Jintar Simanjuntak
ADVERTISEMENT
Sejumlah atlet senior Indonesia menjadikan Asian Games 2018 sebagai penutup karier mereka, salah satunya Jintar Simanjuntak. Atlet karate berusia 31 tahun itu masih mampu mempersembahkan medali perunggu di pengujung kariernya.
ADVERTISEMENT
Selain faktor usia, Jintar juga sudah berulangkali mengalami cedera. Bahkan dia sempat hampir dicoret pelatih untuk ikut SEA Games 2011 dan 2013 karena cedera. Namun tak dinyana, Jintar justru menyumbang medali emas di kedua kejuaraan tersebut.
Meski telah pensiun, filosofi karate tetap melekat dalam diri bapak dua anak ini. Karate telah mengubah hidupnya dari sisi ekonomi, hingga ketenangan jiwa. Jintar yang saat masih jadi kuli panggul belajar karate untuk unjuk gigi, kini berpikiran sebaliknya. Karate adalah tentang pengendalian jiwa, tentang hidup yang sesungguhnya, tak hanya ketika di dalam arena pertandingan.
Jintar Simanjuntak. Foto: Rafael Ryandika/kumparan
Untuk lebih jelasnya, simak perbincangan santai kumparan dengan Jintar di sela-sela makan siang di Medan, Sumatera Utara, Sabtu (22/6) berikut:
ADVERTISEMENT
Bagaimana awal mula mengenal karate?
Aku awalnya kenal karate tahun 2002. Kan dekat rumah ada orang latihan karate, di Krakatau, (kompleks) Pelindo 1. Aku awalnya lihat-lihat.
Usia berapa kala itu?
Umur saya termasuk tua masuk karate, waktu itu 15 tahun. Biasanya orang kan dari umur 7 tahun, 6 tahun. Saya 15 tahun menginjak SMA lah.
Jintar Simanjuntak saat latihan karate Foto: Dok. Jintar Simanjuntak
Apakah orang tua ada basic beladiri?
Keluarga enggak ada basic olahraga. Bapak wiraswasta, ibu saya ibu rumah tangga.
Saat masih sabuk putih katanya gerakannya masih kaku dan sering dimarahi pelatih, bagaimana akhirnya bisa mengimbangi yang lain dan justru jadi lebih unggul?
Mungkin karena masuknya sudah remaja, jadi jelas lebih kaku dibanding anak umur 6 tahun, mereka ototnya masih lentur semua. Ya latihan terus sih intinya. Memang aku akui, dari SD kelas 6 sampai SMP itu aku sudah kerja sendiri buat biaya hidup sendiri.
ADVERTISEMENT
Aku kerja sebagai tukang panggul air PAM. Kan di daerah dekat rumahku dulu sana itu air PAM belum masuk. Jadi ada orang yang punya air PAM dia jual. Jadi angkat-angkat airlah. Berapa jerigen, 5 liter sampai 20 liter. Jadi mungkin membentuk badan tambah kaku.
Jadi latihan keras terus awalnya ya?
Iya latihan, dan saya lihat karate bisa mengubah hidup saya. Keluarga dalam keadaan sulit, jadi diseriusin.
Siapa yang menginspirasi kala itu?
Saya waktu itu belum paham. Saya lihat karate intinya pertama ingin bisa beladiri. Kedua ya memang masa aku kecil agak sedikit nakal ya, suka berantem, enggak bisa diam. Jadi dari awal enggak tahu karate ini buat apa. Intinya karate aku ingin bisa, apalagi hidup di kalangan orang-orang yang boleh dibilang (preman). Aku tinggal di sini, Krakatau.
ADVERTISEMENT
Apa nama tempat karate pertama?
Yang di Pelindo itu, Inkanas tahun 2002. Dulu Mentari sekarang Inkanas.
Jintar Simanjuntak saat bertanding karate. Foto: Dok. Jintar Simanjuntak
Anda sempat beberapa kali hampir dicoret dari pertandingan bergengsi, SEA Games 2011 dan 2013, tapi ternyata malah dapat emas. Bagaimana waktu itu meyakinkan pelatih bahwa Anda mampu bertanding?
Di SEA Games 2011, Jintar meraih 2 medali emas, sedangkan SEA Games 2013 dia meraih 1 emas dan 1 perunggu.
Alasan pelatih logis sih sebenarnya karena pada saat itu aku cedera dan SEA Games sudah dekat, jadi mau dicoret. Tapi dalam hati aku mau tunjukkin, kalau aku cepat sembuh, bisa. Makanya aku terapi sendiri, selain itu aku juga latihan pribadi karena kan belum bisa bergabung dengan teman-teman yang lain karena cedera.
ADVERTISEMENT
Mungkin pelatih melihat daya juangku. Diperbolehkanlah untuk simulasi terakhir buat tim, atau lapis 2 aku sebenarnya. Nah, pas simulasi aku masih unggul. Dilihat lagi track record aku kan juga cukup bagus, ya dipasanglah di perorangan, itu tahun 2011.
Tahun 2013 juga seperti itu. 3 Bulan sebelum SEA Games aku cedera, dislokasi siku lepas. Jadi hampir sama seperti itu, aku tetap latihan pribadi. Bahkan waktu 2013 tim berangkat buat training camp ke Luksemburg, saya ditinggal. Begitu mereka balik langsung simulasi. Ikut simulasi lagi waktu itu, lapis 2 juga. Nah waktu itu aku juara lagi, makanya dipasang lagi lah diperorangan.
Soal pendidikan formal. Katanya Anda pernah drop out dari kampus? Memang tidak ada dispensasi sebagai atlet berprestasi?
ADVERTISEMENT
Jintar pernah kuliah di Politeknik Negeri Medan jurusan teknik.
Iya, Politeknik kan negeri ya, apalagi kuliah di teknik. Aku absen kan enggak hanya 1 hari, kadang sampai 2 bulan absen karena Pelatnas. Tahun 2009 Pelatnas di Kaltim, Samarinda untuk SEA Games 2009. Jadi ya memang kita akui Politeknik lebih fokus akademik bukan olahraga. Tamatan Politeknik kan kerja. tidak ada perlakuan khusus. sarannya memang, udah transfer aja ke kampus lain karena di sini memang fokus akademik.
Lalu mau melanjutkan kuliah lagi enggak?
Mendingan lanjut ya, kan sekarang sudah ASN. Karena kemarin aku masuk ASN pakai ijazah SMA.
Rencana mau ke mana?
Rencana sih mau kuliah bareng teman-teman beberapa atlet yang lain, kita mau masuk ke (Universitas) Panca Bumi. Jurusan kalau enggak hukum, ekonomi.
Ilustrasi Karate Foto: Pixabay
Saat Anda masuk karate, bisa dibilang awalnya untuk pamer. Apa sesungguhnya makna karate untuk Anda saat ini?
ADVERTISEMENT
Nah setelah aku ikut karate banyak pelajaran untuk hidup ya. Pertama kan disumpah, untuk ini bukan sekadar kita berprestasi tapi menjalani hidup di luar ring, di luar pertandingan. Banyaklah pembelajaran. Contohnya sanggup bela diri, sanggup menjaga kepribadian, menguasai diri, menjaga sopan santun, luar biasa sebenarnya sumpahnya. Bagaimana kita berinteraksi dengan orang lain, bersosialisasi, itu diajarin.
Apa filosofi paling mendalam soal karate?
Karate itu filosofinya ada 20 sebenarnya. Jadi sebenarnya pertandingan olahraga karate ini hanya sebagian kecil dari karate. Dulu kan saya masuk karate inginnya nunjukin ‘aku bisa berkelahi nih’. Nah karate (yang sebenarnya) itu tidak. Sebisa mungkin menghindari pertarungan. Tapi kalau sudah terdesak, sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa, secara fisik harus hadapi, ya hadapi dan harus menang. Tapi sebisa mungkin kita harus hindari pertarungan, harus ngalahlah.
ADVERTISEMENT
Jadi karate ini juga belajar pengendalian diri ya?
Ya karena salah satu sumpahnya harus bisa mengendalikan diri.
Jintar Simanjuntak saat bertanding Karate. Foto: Dok. Jintar Simanjuntak
Waktu Anda dikeroyok penjaga keamanan GBK tahun 2013, apakah juga menerapkan pengendalian diri? Itu bagaimana ceritanya?
Ceritanya begini, kita mau latihan nih, kebetulan ada Arsenal datang di GBK. Tapi kan yang jaga di situ kebetulan orang-orang dari luar yang disewa, bukan dari sekuriti situ. Jadi yang mukul bukan sekuriti, kalau sekuriti udah kenal kita. Itu orang-orang preman dari luarlah, freelance.
Biasanya kita kalau secara resmi enggak ada masalah. Kalau mau latihan, latihan aja. Nah waktu itu mereka enggak ngasih buat latihan, malah disuruh lompatin pagar. Enggak ada masalah sih, ya sudah enggak apa apa, tapi ada teman nih junior, perempuan. Dia habis operasi lutut, masak suruh lompat.
ADVERTISEMENT
Aku bilang, “ini habis operasi lutut enggak bisa lompat”. Enggak dikasih, aku dorong kan karena pintu enggak dikunci. Mungkin dilihat teman-temannya di belakang ada orang dorong pintu. Datang semua, mukulin. Setelah itu mereka baru tahu, baru minta maaf.
Saat dipukuli itu tidak melawan?
Yang mukul ini bukan 10-15 orang, ada 50 orang. Pertama aku cium bau hawa-hawa minuman (keras) karena mungkin habis begadanglah ya. Kalau misalnya bawa pisau atau apa, siapa yang tahu? Saya hanya gunakan teknik menghindar.
Berapa lama peristiwa itu terjadi? Kondisi Anda bagaimana?
Sebentar paling 2 menitanlah, terakhir atasannya datang. Baru mereka minta maaf tapi saya punya pelatih ada keperluan ke aparat. Enggak ada cedera sih, cuma pelipis. Sore itu kita enggak latihan karena ngurus laporan.
ADVERTISEMENT
Soal lain nih, Anda suka makan pedas-pedas? Apa makanan favoritnya?
Banyak, pokoknya makanan enaklah, masakan Manado. Karena kita punya pelatih Manado, suka masak.
Amir Zadeh Mahdi. Foto: Akbar Ramadhan/kumparan
Ada perbedaan bagaimana mengatur pola makan saat jadi atlet dan sekarang?
Oh iya, waktu jadi atlet dijaga, apalagi mau pertandingan. Kalau sekarang normallah. udah naik 8 kg nih. Dulu 67 - 66 kg, sekarang 73-74 kg.
Jadi kesibukan sekarang di Dispora ya?
Pelatih di PORKI.
Ingin jadi pelatih nasional?
Iya. Tapi di nasional sudah terdaftar sebagai pengurus, cuma belum dipanggil.
Setelah pensiun, apa yang ingin Anda capai saat ini?
Sekarang ingin jadi pelatih, menciptakan lagi atlet baru minimal seperti saya. Harusnya lebih.
Kalau Dojo milik Anda, itu dikelola sendiri?
ADVERTISEMENT
Iya. Dojo dari tahun 2006, tapi kita tinggal karena sibuk latihan. Baru dapat izin dari Kemenkum HAM tahun lalu.
Salah satu murid Anda yang paling berprestasi Fahmi Sanusi?
Iya. Dia awalnya bukan dari dojoku, cuma dari 2011 mulai kutangani, sampai sekarang lah. 2018 kemarin dia tes Akpol lulus.
Selain Fahmi, banyak murid-murid Anda yang berprestasi?
Ada yang juara 3 Asia tahun 2011, terus dipanggil Pelatnas. Ada yang juara 2 Asia. Ada yang juara Korea Open. Banyak sih yang juara Asia.
Banyak atlet berprestasi di kelas junior tapi ketika naik ke senior sering turun. Sebagai pelatih, apa yang ingin Anda perbaiki?
Iya, prestasi yang level atas itu masih yang junior. Karena begini, kalau lihat di luar negeri ketika junior ke bawah tidak diharapkan prestasi oleh federasinya, tapi dalam tahap pengembangan. Menginjak under 21, senior, mulai dibina.
ADVERTISEMENT
Kalau kita kan enggak. Dari kecil dituntut prestasi, di senior alasannya klasik, dana. Jadi enggak berkesinambungan. Ditambah lagi atlet junior yang sudah dituntut prestasi pasti jenuh kan. Di karate sendiri jarang ketika sudah di top level junior, ketika senior masih berprestasi, jarang. Padahal atlet profesional kan level senior.
Soal dana, misal training camp di sini, pelatihan di sini, yang diajukan kan enggak semua tercapai.Ya memang dana harus besar kalau mau berhasil ya. Contoh badminton kenapa berhasil? Karena selalu berkesinambungan. Mungkin karena dikelola swasta makanya badminton stabil, latihannya banyak.
Kita kalau kurang jam terbang, nervous segala macam mempengaruhi. Bayangkan kalau sering bertanding, sudah biasa aja. Kita kan enggak, latihan bagus ketika bertanding grogi.
ADVERTISEMENT
Anda kan sudah punya 2 anak, apakah ke depannya juga akan diarahkan sebagai atlet?
Untuk olahraga ada sih, tapi untuk cabang apa terserah mereka. Mereka masih 4 tahun dan 3 tahun.
Sejauh ini minat mereka bagaimana?
Karena sejak latihan sering aku bawa, jadi suka lari. Lari terus. Kalau olahraga bagus dua-duanya, tapi kalau jadi atlet terserah mereka.
Ilustrasi Anak Karate Foto: Shutterstock
Prestasi internasional Jintar
1 Medali perunggu Asian Games 2018
1 Medali emas dan 1 perunggu SEA Games 2013
2 Medali emas SEA Games di Indonesia 2011
Medali perak SEA Games di Laos 2009
Medali emas Swedia Open 2011
Medali perak SEA Cup di Vietnam
Medali emas Asia Pasifik 2010
Medali emas Kejuaraan Korea Open 2010
ADVERTISEMENT
Medali perunggu Ukraina Open 2011