Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Panahan: Olahraga yang Selaras dengan Tradisi Indonesia
4 Desember 2017 15:52 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:13 WIB
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, mari kita sepakati jika panahan atau memanah adalah salah satu kegiatan --yang kini disebut olahraga-- tradisonal.
ADVERTISEMENT
Tradisional di sini erat kaitannya dengan suatu hal atau kegiatan yang memang sudah ada dan dilakukan sejak bertahun-tahun lampau. Dan soal panahan ini, di Indonesia sendiri khususnya, memiliki kaitan erat dengan kisah pewayangan yang berkembang di Tanah Air.
Artinya, jika menilik pada sejarah, panahan sudah menjadi nafas yang selaras di dalam perjalanan negara ini. Tidak ada referensi pasti tentang kapan panah dan kegiatan memanah ini mulai ada dan berkembang di Indonesia.
Namun, berkaca pada sejarah lagi, panahan telah mengalami pergeseran fungsi dan tujuannya di masa kini. Misalnya, mengambil contoh dalam kisah pewayang tadi, di masa itu diceritakan bahwa panah adalah senjata yang digunakan untuk berperang dan berburu.
Sehingga jika melihat panahan saat ini yang diperuntukan untuk mengolah raga, sudah barang pasti ada sebuah peralihan pemikiran yang dibarengi dengan inovasi untuk membuat panahan bisa menyesuaikan perkembangan jaman.
ADVERTISEMENT
Berkembang jadi kegiatan mengolah raga, panahan pun mengalami tahap metamorfosis selanjutnya, yakni menjadi ajang untuk berkompetisi. Untuk hal ini, dunia internasional sudah lebih dulu melakukannya ketika memasukkan panahan sebagai salah satu cabang olahraga pada Olimpiade 1900 di Paris.
Tetapi, proses pengalihan itu tak berjalan lancar begitu saja. Seiring belum adanya peraturan yang sah, panahan difakumkan pada ajang ini dan kembali hadir pada perhelatan Olimpiade 1972.
Pasca-masuknya panahan pada 1900, Indonesia menyusul 48 tahun kemudian dengan memasukkannya sebagai salah satu cabang pada Pekan Olahraga Nasional (PON) 1948 di Solo.
Sudah berumur cukup lama memang olahraga panahan Indonesia. Namun, prestasinya di dunia internasional--dalam hal ini ajang Olimpiade--baru muncul pada 1988. Saat itu pada perhelatan Olimpiade Seoul, Korea Selatan. Kontingen panahan Indonesia berhasil meraih medali perak di nomor beregu putri.
ADVERTISEMENT
Kusuma Wardhani, Lilies Handayani, dan Nurfitriyana Saiman pun jadi aktor penting di balik sejarah yang ditorehkan itu. Entah bagaimana caranya, ketiga atlet ini pun mendapatkan julukan 3 Srikandi. Julukan sebagai bentuk repersentasi dari perjuangan tiga atlet wanita kebangaan Indonesia saat itu.
Ya, Srikandi, salah satu tokoh dalam kisah wiracarita dari India. Sedangkan, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Srikandi adalah seorang istri Arjuna (tokoh wayang) yang sangat berani dan pandai memanah.
Di lain sisi, ada hal istimewa yang mendasari mengapa begitu besarnya pujian untuk mereka saat itu.
Begini, satu medali perak yang dipersembahkan oleh 3 Srikandi, merupakan medali pertama yang diraih Indonesia pada ajang olahraga multievent empat tahunan sejagat bumi itu.
ADVERTISEMENT
Saat ini, sudah 29 tahun berlalu sejak medali pertama cabang panahan Indonesia itu lahir di ajang Olimpiade dan belum juga bertambah satu pun. Itu di ajang Olimpiade, jika kita mengkerucutkannya pada ruang lingkup persaingan yang lebih kecil--dalam hal ini SEA Games--,panahan Indonesia tak pernah absen memberikan medali dalam perhelatan olahraga multievent dua tahunan tersebut, setidaknya dalam 10 tahun terakhir ini.
Teranyar, SEA Games 2017 di Kuala Lumpur lalu, cabang panahan sukses memberikan medali emas pertama bagi kontingen Indonesia. Pemanah putri, Sri Ranti berhasil mengalahkan wakil Vietnam, Chau Kiew Oanh.
Keberhasilan Sri Ranti itu bisa diikuti oleh rekan-rekannya dengan total memberikan enam medali yang terdiri dari empat medali emas, satu perak, dan satu perunggu untuk Indonesia.
ADVERTISEMENT
Hasil mentereng yang mereka dapatkan di sana dalam cabang panahan, dengan mudah diterima oleh masyarakat Tanah Air yang kemudian membuat panahan menjadi bahan pembicaraan di mana-mana. Dan seperti yang sudah lumrah terjadi--apapun yang ramai diperbincangkan --akan menjadi salah satu jenis kegiatan yang dirasa wajib untuk diikuti atau sekadar "pernah" merasakan melakukannya.
Kekinian, atau mengikuti tren, apapun itu yang sering dipakai sebagai istilah. Pada akhirnya melabeli olahraga panahan saat ini di masyarakat.
Memanah yang sempat mengalami fase metamorfosis dari berburu menjadi olahraga dan berkompetisi, kembali mengalami bentuk perubahan menjadi kegiatan mengolah tubuh, mengolah konsentrasi yang tidak mesti dibumbui persaingan.
Dengan semakin memasyarakatnya olahraga panahan, angin segar pastinya berhembus kepada masa depan cabor ini. Setidaknya, jumlah peminat cabang ini dan talenta berbakat, akan makin bertambah sebagai salah satu faktor untuk membuat panahan menjadi lebih berprestasi.
ADVERTISEMENT
Saya kemudian teringat kepada ucapan Imam Nahrawi, selaku Menteri Pemuda dan Olahraga Indonesia saat ini, ketika beliau menjawab salah satu pertanyaan pewarta soal minimnya prestasi dan peminat olahraga bola basket di Tanah Air.
Beliau menjawab. "Tanpa adanya tradisi kita tidak akan mungkin berprestasi". Dari sini kita sama-sama paham, panahan yang sebenarnya lekat dengan tradisi dan sejarah Indonesia, seharusnya bisa tumbuh menjadi cabang olahraga unggulan di tiap event internasional pada lingkup persaingan seluas apa pun.
Jadi, menaruh harap akan meningkatnya prestasi panahan bukan sesuatu yang keliru, bukan? Hanya saja, pertanyaannya sekarang, mampukah kita menjaga dan melestarikan tradisi yang sudah ada itu?
Untuk jawabannya, kita boleh saja menantikan pada ajang Asian Games 2018 nanti. Di lingkup persaingan yang lebih luas--tapi tak seluas Olimpiade--ini, panahan Indonesia masih seret prestasi. Dari 11 kali penyelenggaraan Asian Games, panahan hanya bisa meraih dua medali perak dan satu medali perunggu. Akankah Indonesia menambah medali?
ADVERTISEMENT