Pembawa Obor Asian Games: Atlet Berprestasi sampai Desainer 'Iron Man'

18 Juli 2018 15:12 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Arak-arakan api obor Asian Games 2018 di Lanud Adisutjipto, Sleman, DI Yogyakarta (Foto:  ANTARA FOTO/Ismar Patrizki)
zoom-in-whitePerbesar
Arak-arakan api obor Asian Games 2018 di Lanud Adisutjipto, Sleman, DI Yogyakarta (Foto: ANTARA FOTO/Ismar Patrizki)
ADVERTISEMENT
Warga Yogyakarta akan menjadi saksi pertama obor Asian Games dikirab sebelum kota-kota lain di Indonesia. Selama tiga hari, api abadi yang bersumber dari India dan Mrapen, Purwodadi, Jawa Tengah, tersebut akan berada di 'Kota Gudeg'.
ADVERTISEMENT
Pada Rabu (18/7), obor akan diinapkan di Pagelaran, Keraton Yogyakarta. Selanjutnya pada Kamis (19/7) pagi akan diadakan kirab Api Obor Asian Games di Kota Yogyakarta.
Nah, untuk acara ini, INASGOC bekerja sama dengan Pocari Sweat untuk mengikutsertakan beberapa tokoh yang dianggap inspiratif sebagai pembawa obor. Sebanyak empat orang dipilih dalam acara 'Pocari Sweat Torch Relay Asian Games 2018'.
Berikut profil para pembawa obor yang telah dirangkum oleh kumparanSPORT:
Nanda Mei Sholihah
Pembawa obor pertama merupakan atlet difabel kebanggaan Indonesia di cabang atletik nomor lari, yaitu Nanda Mei Sholihah. Dara asal Kediri ini terlahir dengan kondisi lengan kanan yang tak sempurna dan hanya sebatas siku.
Keterbatasan fisik yang dimiliki oleh Nanda kerap kali menjadi bahan ejekan oleh orang lain semasa ia masih kanak-kanak. Bahkan, ia sempat ditolak ketika dulu mencoba mendaftar di sebuah Taman Kanak-kanak (TK) dan disarankan untuk bersekolah di SLB (Sekolah Luar Biasa).
ADVERTISEMENT
Atlet difabel yang ditunjuk membawa obor Asian Games, Nanda Mei Sholihah. (Foto: Instagram Nanda Mei Sholihah)
zoom-in-whitePerbesar
Atlet difabel yang ditunjuk membawa obor Asian Games, Nanda Mei Sholihah. (Foto: Instagram Nanda Mei Sholihah)
Menyerah dan meratapi ejekan bukan pilihan yang ingin ia ambil. Lewat olahraga, sosok berusia 19 tahun ini menorehkan tinta emas di hidupnya dan menyumbangkan berbagai prestasi apik bagi Indonesia.
Semua bermula ketika ia duduk di kelas 5 SD. Ia ditawari menjadi atlet lari oleh Ketua National Paralympic Committee (NPC) Kota Kediri. Sejak saat itu, Nanda mulai serius menjadi seorang atlet difabel.
Sejumlah prestasi pun lahir, di antaranya medali emas ASEAN Youth Para Games 2013, medali perak dan perunggu ASEAN Para Games 2014, tiga medali emas ASEAN Para Games 2015, serta tiga medali emas ASEAN Para Games 2017. Target terdekatnya adalah menyabet medali emas di Asian Para Games 2018.
ADVERTISEMENT
Jenahara Nasution
Bagi para pemerhati dunia fashion khususnya busana muslimah, barang kali tak asing dengan nama Jenahara Nasution. Sosok berusia 33 tahun ini merupakan desainer yang khusus merancang busana muslim modern dan pada 2011 lalu ia mendirikan label sendiri yang bernama Jenahara dan Jenahara Black Label.
Mencoba hal baru, Jenahara memberikan sentuhan berbeda pada tiap rancangannya dengan tampilan modern, clean, dan minimalis yang diperuntukkan bagi wanita-wanita urban. Ia juga menciptakan tren dengan bereksplorasi memadukan elemen pakaian perempuan dan laki-laki.
Bakat Jenahara sendiri ternyata menular dari sang ibu, Ida Royani, yang merupakan mantan aktris dan juga desainer senior. Ida dikenal sebagai perintis perancang busana muslim di Indonesia dan telah memamerkan hasil karyanya di Singapura, Malaysia, Filiphina dan Pakistan.
ADVERTISEMENT
Adapun, rancangan busana Jenahara dipamerkan secara rutin di pagelaran Jakarta Fashion Week dan pada edisi 2018, ia mendapatkan apresiasi tertinggi. Selain itu, Jenahara pun telah merambah panggung fashion show internasional di Hongkong, Thailand, Italia dan London.
Februari lalu, baju rancangan Jenahara dipamerkan di London Modest Fashion Week 2018. Pada momen tersebut, kerudung rancangan Jenahara juga dikenakan oleh bintang Hollywood Lindsay Lohan. Ia pun sempat menerima penghargaan sebagai Second Generation of Indonesia Fashion Forward 2013.
Salah satu pembawa obor Asian Games, Jenahara Nasution (tengah).
 (Foto: Instagram Jenahara Nasution)
zoom-in-whitePerbesar
Salah satu pembawa obor Asian Games, Jenahara Nasution (tengah). (Foto: Instagram Jenahara Nasution)
Andre Surya
Sama-sama bukan pelaku olahraga di Indonesia seperti Jenahara, pembawa obor ketiga ini mengharumkan 'Tanah Air' di bidang industri kreatif. Ia adalah Andre Surya yang berprestasi di bidang perfilman.
Berprofesi sebagai seorang desainer visual efek, Andre pernah terlibat dalam beberapa produksi film sci-fi action Hollywood seperti 'Iron Man', 'Indiana Jones', 'Star Trek', 'Terminator Salvation', 'Transformer: Revenge of the Fallen', 'Surrogates', 'Iron Man 2', 'The Last Airbender', dan 'The Escape'.
ADVERTISEMENT
Andre mengasah kemampuannya di bidang film dan special effect ketika menyelesaikan level master di Vanart School of Film, Vancouver, Kanada. Ia kemudian bekerja sebagai digital artist di Lucasfilm Singapore, salah satu rumah produksi terbesar di dunia yang didirikan oleh George Lucas, sutradara dan produser film 'Star Wars'.
Ketika kembali ke Indonesia, Andre coba menularkan ilmunya kepada banyak orang dengan mendirikan Enspire Studio dan Enspire School of Digital Art di Jakarta, Tangerang, Cibubur, dan Surabaya. Studio dan sekolah desainnya ini memiliki tujuan agar semakin banyak anak-anak Indonesia yang berprestasi di bidang film dan desain digital.
Parade Foto Api Asian Games (Foto: Arfiansyah Panji/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Parade Foto Api Asian Games (Foto: Arfiansyah Panji/kumparan)
Agnes Natasya Wijaya
Usianya mungkin paling muda di antara empat pembawa obor Asian Games 2018 di Yogyakarta ini. Namun, prestasi yang berhasil ditorehkan oleh Agnes Natasya Wijaya, tak bisa dipandang sebelah mata.
ADVERTISEMENT
Baru berusia 17 tahun, lulusan SMAK Penabur Kelapa Gading Jakarta ini memenangj medali emas pada Olimpiade Biologi Internasional 2017 di Conventry, Inggris. Bahkan, bagi Agnes, Biologi dan Olimpiade adalah sesuatu yang sudah dilakukan sejak masih duduk di bangku SMP.
Kesenangan ini nyatanya terus bertumbuh dan berbuah jadi prestasi. Sebelum melangkah ke Olimpiade Biologi Internasional, Agnes mendapat medali perak di Olimpiade Sains Nasional 2016 yang menjadi tiket menuju panggung dunia.
Menariknya, partisipasinya Agnes di Olimpiade ini karena murni didorong oleh kemauan sendiri tanpa paksaan dari banyak pihak. Berangkat dari kesenangannya akan Biologi pula, Agnes berhasil melanjutkan studinya di National University of Singapore.