Pemilik Saham Tim NBA Buat Kontroversi: Tak Ada yang Peduli dengan Muslim Uighur

18 Januari 2022 20:28 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
NBA Golden State Warriors. Foto: Kelley L Cox-USA TODAY Sports
zoom-in-whitePerbesar
NBA Golden State Warriors. Foto: Kelley L Cox-USA TODAY Sports
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Miliarder sekaligus pemilik saham tim NBA, Golden State Warriors, Chamath Palihapitiya, membuat sebuah pernyataan kontroversial. Menurutnya, tak ada yang peduli dengan kondisi dan penderitaan yang dialami oleh muslim Uighur.
ADVERTISEMENT
"Saya mengatakan kepada Anda kebenaran yang sangat buruk. Dari semua hal yang saya pedulikan, itu [muslim Uighur] di bawah garis saya," kata Palihapitiya di All-In Podcast, dikutip dari RT.
“Anda mengungkitnya karena Anda benar-benar peduli, dan saya pikir itu bagus bahwa Anda peduli, [tetapi] kita semua tidak peduli [dengan muslim Uighur,” tambahnya.
Lebih lanjut, miliarder kelahiran Sri Lanka itu mengatakan bahwa apa yang terjadi di negaranya, Amerika Serikat (AS), jauh lebih penting ketimbang apa yang menimpa muslim Uighur.
"Hak asasi manusia di AS jauh lebih penting bagi saya daripada hak asasi manusia di tempat lain di dunia," tegas Palihapitiya.
Setelah ucapan kontroversial tersebut, Golden State Warriors merilis pernyataan resmi mereka di Twitter. Dengan tegas, tim yang dibintangi Stephen Curry itu terlihat 'cuci tangan'.
ADVERTISEMENT
"Tuan Palihapitiya tidak berbicara atas nama waralaba kami, dan pandangannya tentu saja tidak mencerminkan pandangan organisasi kami," tulis tim yang menjadi juara NBA enam kali itu.
Aktivis memakai topeng dan masker menggelar unjuk rasa penolakan Olimpiade Beijing 2022 di depan Kemenpora RI, Jakarta. Foto: Ajeng Dinar Ulfiana/REUTERS
Di tengah reaksi publik yang meluas, Chamath Palihapitiya akhirnya buka suara atas pernyataan kontroversialnya tersebut. Pria berusia 45 tahun itu menyadari bahwa pernyataannya yang sudah ditonton lebih dari 3 juta orang tersebut keliru.
"Saat mendengarkan ulang podcast minggu ini, saya menyadari bahwa saya kurang empati. Saya mengakui itu sepenuhnya," katanya mengaku salah.
"Sebagai seorang pengungsi, keluarga saya melarikan diri dari negara dengan masalah HAM, jadi ini adalah sesuatu yang menjadi bagian dari pengalaman hidup saya. Yang jelas, keyakinan saya adalah bahwa hak asasi manusia penting, baik di China, Amerika Serikat, atau di tempat lain," tandasnya.
ADVERTISEMENT