Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Roger Federer: Tangis, Keluarga, dan Wimbledon yang Bersejarah
17 Juli 2017 7:07 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
ADVERTISEMENT
Mata Roger Federer berkaca-kaca ketika dia memberikan pidato usai memastikan gelar juara Wimbledon 2017. Menatap keluarganya yang berada di tribune penonton, Federer tak kuasa menahan haru.
ADVERTISEMENT
***
Pada Minggu (16/7) di Centre Court, All England Club, Federer memastikan gelar juara Wimbledon kedelapan sepanjang kariernya usai mengalahkan Marin Cilic tiga set langsung. Petenis asal Swiss itu menang dengan skor 6-3, 6-1, dan 6-4 dalam laga yang berlangsung selama satu jam 41 menit.
Keluarga Federer yakni sang istri, Mirka, beserta empat anak mereka: kembar perempuan, Myla Rose dan Charlene Riva, dan kembar bungsu laki-laki, Leo dan Lenny, datang ke arena untuk menyaksikan laga final. Mereka menjadi saksi bagaimana Federer menciptakan sejarah menjadi petenis tertua yang memenangkan gelar Wimbledon.
Rose dan Riva, begitu lucu dengan gaun warna-warni. Sementara Leo dan Lenny kompak mengenakan jas berwarna biru. Kembar pertama, tampak ceria ketika melihat sang ayah berlaga di lapangan, sebaliknya kembar laki-laki justru terlihat sedikit kebingungan. Di usia yang masih tiga tahun, mereka belum mengerti betapa pentingnya apa yang sedang dilakukan sang ayah.
ADVERTISEMENT
Rose dan Riva, yang akan berusia delapan tahun pekan depan, mungkin sudah pernah menyaksikan Federer memenangkan Wimbledon pada tahun 2012 lalu --walau tentu mereka tak ingat. Bagi dua adik mereka, Leo dan Lenny, ini adalah kali pertama melihat sang ayah mengangkat piala emas di Centre Court.
"Mereka tidak tahu apa yang terjadi. Saya pikir si kembar bungsu, menganggap ini mungkin pemandangan dan taman bermain yang bagus. Mudah-mudahan suatu hari (nanti) mereka akan mengerti. Ini adalah saat yang indah bagi keluarga kami. Piala ini untuk mereka," kata Federer dalam pidato kemenangannya itu.
Keempat anak Federer kelak pasti akan tahu jika sang ayah adalah Rajanya Wimbledon. Betapa tidak, ketika memenangi gelar di usia 35 tahun ini, sang ayah memenangkan gelar kedelapan dan membuatnya menjadi petenis dengan gelar Wimbledon terbanyak. Sebuah prestasi yang sulit disaingi petenis manapun saat ini, dan bahkan sampai keempat anak itu tumbuh dewasa.
ADVERTISEMENT
Kelak, keempat anak itu juga akan melihat nama sang ayah terpatri sebagai salah satu petenis putra terbaik sepanjang sejarah. Mereka juga akan tahu kalau sang ayah adalah petenis yang piawai di pelbagai jenis lapangan. Juga menjadi petenis yang sangat sulit dikalahkan: Federer memiliki presentase kemenangan di atas 80% pada semua ajang Grand Slam.
***
Tangisan Federer usai mengalahkan Cilic itu jelas adalah salah satu tangis paling bahagia dalam hidupnya. Di tengah keraguan yang muncul, di tengah tanggapan kalau dia sudah habis, Federer bangkit dan berhasil meraih gelar Grand Slam keduanya tahun ini.
14 tahun lalu, ketika pertama kali memenangi Grand Slam di Wimbledon, mungkin tak sedikit yang meragukan Federer akan sesukses ini. Termasuk salah satunya adalah dirinya sendiri. Ya, Federer sendiri juga tak pernah menyangka kalau 14 tahun setelahnya, dia sudah berhasil memenangkan 19 gelar Grand Slam.
ADVERTISEMENT
"Memenangi delapan piala di sini sungguh sangat spesial. Wimbledon akan selalu menjadi turnamen favorit saya. Idola-idola saya berjalan di lapangan ini dan bertanding di arena ini. Karena mereka, saya menjadi pemain yang lebih baik," ujarnya.
"Memenangi delapan piala bukanlah sesuatu yang Anda bidik. Saya bukan anak (dengan ambisi) itu. Saya hanya lelaki biasa yang tumbuh di Basel, dan hanya berharap bisa berkarier di dunia tenis," pungkasnya.