Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Jonatan Christie dan Anthony Sinisuka Ginting gagal berbicara lantang di Indonesia Open 2019 . Berlaga di depan publik sendiri dengan status unggulan, mereka tak bisa menampilkan performa memuaskan di turnamen BWF World Tour Super 1000 ini.
ADVERTISEMENT
Jonatan, misalnya, hanya sanggup menjejak perempat final. Unggulan keenam turnamen itu kalah dari wakil Taiwan, Chou Tien Chen, dengan skor 21-16, 18-21, dan 14-21. Chou pada akhirnya keluar sebagai juara tunggal putra usai mengalahkan Anders Antonsen (Denmark) di final.
Hasil yang didapat Jonatan terbilang mengecewakan jika menilik performanya beberapa waktu ke belakang. Pemain berusia 21 tahun itu merengkuh gelar Australia Terbuka dan Selandia Baru Terbuka 2019 sebagai modal memasuki Indonesia Open 2019.
Prestasi Anthony jauh lebih mengecewakan. Unggulan ketujuh turnamen ini terhenti di babak kedua akibat disingkirkan wakil Thailand, Kantaphon Wangcharoen, yang merupakan pemain non-unggulan. Padahal, Anthony mempunyai pengalaman apik di turnamen Super 1000 dengan menjuarai China Terbuka 2018.
ADVERTISEMENT
Susy Susanti selaku Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PBSI, menyebut bahwa inkonsistensi Jonatan dan Ginting sebagai penyebab utama kegagalan mereka melangkah jauh di rumah sendiri.
“Untuk tunggal putra, kami berharap ada kejutan untuk bisa menembus (final). Sebetulnya kesempatan itu ada, tapi Indonesia Open ini terkenal bisa jadi neraka dan surga untuk pemain non-unggulan,” kata Susy.
“Saya lihat kesempatan itu ada untuk Jonatan dan Ginting. Tapi, sayang di poin-poin ketat, mereka itu belum stabil, belum konsisten fokusnya, konsentrasi, dan pegang poin. Mungkin hal-hal non-teknis yang membuat mereka terhenti,” jelasnya.
“Mungkin, khususnya Jonatan lawan Chou, kalau di set kedua bisa ambil akan lain ceritanya. Ada beberapa catatan, hampir semua kekalahan wakil-wakil Indonesia itu terjadi pada saat unggul dan tersusul. Saat unggul, mikirnya (bisa) santai dulu. Ini yang harus dievaluasi lagi," jelas Susy.
ADVERTISEMENT
Kendati begitu, Susy tak ingin para pemain larut dalam kegagalan di Indonesia Open 2019. Terlebih, turnamen-turnamen ke depan akan sangat penting buat semua pemain karena sudah masuk ke dalam penghitungan poin untuk Olimpiade 2020.
“Pengalaman itu guru paling berharga. Jadi, selain latihan fisik, latihan lebih menekan diri lagi. Mereka harus fokus sampai akhir karena mereka sedikit lengah dan mengendurkan tekanan. Nah, itu yang tak boleh terjadi karena di level seperti itu, lawan kalau di kasih kesempatan bisa berbalik unggul,” jelas istri dari Alan Budikusuma ini.
“Di level atas betul-betul harus konsisten menjaga fokus dan tekanan. Contohnya, kita lihat (di) ganda putra (situasi itu) tak terjadi, (karena memberikan) tekanan betul-betul. Khususnya Marcus/Kevin, garangnya di atas lapangan tiada ampun sampai laga selesai. Hal itu yang masih perlu pembenahan untuk pemain lain,” terang Susy.
ADVERTISEMENT