Sepak Bola Boleh di Hati, tapi Suporter Tak Seharusnya Mati

30 Juli 2017 11:54 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sepak Bola, Hiburan atau Kuburan?  (Foto: Ridho Robby/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sepak Bola, Hiburan atau Kuburan? (Foto: Ridho Robby/kumparan)
ADVERTISEMENT
Jumlah korban kekerasan dalam sepak bola di Tanah Air bertambah. Ricko Andrean Maulana (21), pendukung Persib Bandung yang tewas pada Kamis (27/7) akibat dikeroyok sejumlah oknum Bobotoh sendiri karena hendak menolong seorang anggota The Jakmania merupakan suporter ke-56 yang tewas menurut catatan Save Our Soccer #SOS sejak tahun 1995. Khusus 7 tahun terakhir, ada 39 suporter yang tewas.
ADVERTISEMENT
Akmal Marhali, koordinator Save Our Soccer, menyatakan angka tersebut merupakan yang tercatat dari kompetisi resmi di Indonesia, belum termasuk kompetisi lainnya seperti misalnya pertandingan antarkampung atau tarkam. Dari sejumlah kejadian tewas tersebut, sebagian besar penyebabnya adalah tindak kekerasan antarsuporter.
Menanggapi kekerasan yang merenggung nyawa seorang suporter Persib Bandung baru-baru ini, Menteri Kepemudaan dan Olahraga Imam Nahrawi menyatakan, "Dalam waktu dekat Pemerintah akan segera mengundang pimpinan suporter dan tentu pemilik klub. Kita diskusi bersama, cari format bersama, kita namakan Islah Suporter Nasional Indonesia.”
Tak hanya Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), pihak PSSI selaku federasi sepak bola di Indonesia juga turut buka suara. Sekretaris Jenderal PSSI, Ratu Tisha Destria, mengatakan, "Ke depannya, PSSI akan membentuk unit khusus yaitu Area Fans dan Community Engagement."
ADVERTISEMENT
Menurut catatan Tim Penelitian dan Pengembangan Save Our Soccer, masing-masing ada 5 suporter Persija yang tewas dan ada 5 pula suporter Persib yang tewas sejak tahun 1995, termasuk Ricko. Namun sampai saat ini, menurut Akmal, belum ada penyelesaian terhadap semua kasus tersebut.
“Tidak ada putusan atau kebijakan federasi yang bisa membentengi bola kita agar hal-hal ini tidak terulang lagi. Artinya (tanggapan pemerintah dan federasi) cuma ramai ketika ada kasus. Setelah itu hilang. Sehingga nyawa itu seperti murah di sepak bola Indonesia,” kata Akmal kepada kumparan, Jumat (28/7).
Akmal menyarankan sudah waktunya dibuatkan regulasi bagi suporter Indonesia. “Football Spectator Act (FSA) yang diberlakukan di Liga Inggris sejak 1989 bisa dijadikan rujukan. FSA mewajibkan seluruh suporter di Inggris memiliki kartu keanggotaan dari klub yang mereka dukung. Ini untuk mengidentifikasi suporter yang bikin rusuh. Mereka akan dicabut kartu anggotanya serta tak boleh menonton pertandingan seumur hidup di stadion bila dinyatakan bersalah,” paparnya.
ADVERTISEMENT
Akmal sangat menyayangkan kekerasan dalam sepak bola di Indonesia terus berluang terjadi. "Karena bagaimanapun sepak bola itu hiburan, bukan tempat pemakaman, bukan kuburan,” tegasnya. Bagaimanapun pokoknya, sepak bola boleh di hati, tapi suporter tak seharusnya mati.
Menurut pengamatan dan analisis Akmal, penyebab munculnya kekerasan dalam sepak bola di Indonesia adalah budaya tawuran dalam masyarakat. Karena kurangnya pendidikan moral dan pendidikan agama, orang melampiaskan kekecewaan mereka, baik dari sektor ekonomi dan sektor kehidupan lain, ke jalanan. Kekecewaan-kekecewaan yang terjadi dalam masyarakat menengah ke bawah inilah, menurutnya, yang kemudian terakumulasi masuk ke ranah stadiun sepak bola.
Sepak Bola, Hiburan atau Kuburan?  (Foto: Ridho Robby/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sepak Bola, Hiburan atau Kuburan? (Foto: Ridho Robby/kumparan)
Akmal menyebut pihak yang dapat memutus mata rantai kekerasan dalam sepak bola di Tanah Air adalah PSSI sekalu pemegang mandat kebijakan sepak bola di Indonesia. “Mereka yang menjalankan kompetisilah yang harus membuat regulasi-regulasi terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di ranah sepak bola,” katanya.
ADVERTISEMENT
Selain membuat aturan dan memberi sanksi hukum yang tegas untuk setiap tindak kekerasan dalam sepak bola, menurut Akmal, PSSI bersama operator Liga Indonesia dan manajemen klub juga perlu untuk memberikan pembinaan kepada para suporter. Suporter harus memahami rivalitas sepak bola itu hanya 90 menit di lapangan.
"Selanjutnya di luar lapangan ya kita semuanya adalah satu kesatuan. Sepak bola kan kerja sama tim, kebersamaan. Nah kebersamaan itu yang juga harus dijaga di setiap suporter."
Menanggapi rencana pembentukan Islah Suporter Nasional Indonesia oleh Kemenpora, Akmal mewanti-wanti agar pemerintah dan PSSI tidak sekadar mempertemukan pimpinan-pimpinan suporter dan kemudian menganggapnya sebagai bentuk perdamaian. “Karena bagaimanapun masalah utama suporter ada di akar rumput, bukan pimpinannya. Kalau pimpinan-pimpinannya sih kelihatan duduk bersama, tapi kan grassroot yang sulit ditangani,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Secara terpisah Ketua Viking Persib Fans Club, Heru Joko, menyebut aksi 1.000 lilin di Stadion Patriot, Bekasi, Jumat (28/7) malam kemarin merupakan salah satu bentuk upaya untuk mempertemukan massa akar rumput dari pihak Bobotoh maupun The Jakmania untuk mempupuk kebersamaan dan solidaritas.
Heru menuturkan acara untuk mempersatukan massa akar rumput dari masing-masing kubu suporter juga berlangsung dan akan terus berlangsung di tempat-tempat lainnya. “Kemarin Viking Purwakarta abis orasi. Kemarin Viking Jakarta rapat besarnya sepakat damai. Terus The Jak Bandung sudah akrab sama mereka (Bobotoh dan Viking),” kata Heru kepada kumparan, Sabtu (29/7).
“Nanti ketemu Viking di perbatasan, The Jak di Perbatasan. Nanti grassrootnya dipertemukan,” imbuh Heru lagi.
Terkait sentimen negatif dan ungkapan permusuhan yang sempat berkobar di sejumlah anggota kelompok Bobotoh dan The Jakmania selama bertahun-tahun, Heru menyatakan, “Sekarang eranya sudah nggak gitu.”
ADVERTISEMENT
“InsyaAllah usaha (untuk menghapus kekerasan dan permusuhan dalam sepak bola) tiada henti dan rintangan mah sifatnya menguatkan perjuangan,” ujar Heru penuh harap.