Dave Heeley

Si Buta Dave Heeley: Tujuh Hari, Tujuh Benua, Tujuh Maraton

17 April 2020 13:33 WIB
comment
82
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
The blind marathon runner, Dave Heeley. Foto: AFP PHOTO/LEON NEAL LEON NEAL / AFP/KUMPARAN
zoom-in-whitePerbesar
The blind marathon runner, Dave Heeley. Foto: AFP PHOTO/LEON NEAL LEON NEAL / AFP/KUMPARAN
Jika dalam kisah penciptaan alam semesta Tuhan menguduskan hari ketujuh, Dave Heeley berlari menyelesaikan maraton ketujuhnya di hari ketujuh.
Tujuh hari, tujuh benua, tujuh maraton. Si buta Heeley membikin dunia bergidik, mencelikkan mereka yang ragu walau melihat, memberkati yang berkawan gelap dengan mengirim anjing-anjing penuntun.
Heeley lahir dengan retinitis pigmentosa. Kondisi ini merupakan penyakit genetis pada retina yang dapat menyebabkan penderitanya mengalami rabun senja serta gangguan penglihatan yang berkembang secara bertahap, hingga mengalami kebutaan.
Kedua orang tua Heeley baik-baik saja. Namun, kakeknya mengalami kebutaan karena retinitis pigmentosa.
Heeley menyebut bahwa setiap senja pandangannya begitu kabur. Heeley awalnya tak mengeluh karena ia pikir, semua orang mengalaminya. Ia mengira senja memang begitu gelap sehingga orang-orang kepayahan melihat.
Vonis dokter baru datang saat ia berusia 10 tahun akibat minimnya teknologi. Dokter lantas memberi pengertian kepada Heeley bahwa ia bisa saja buta karena penyakit ini.
Penglihatan Heeley memburuk saat remaja. Pada umur 20-an, Heeley merasakan sensasi aneh pada matanya. Kadang-kadang ia hanya bisa melihat garis putih, kadang-kadang ia bisa melihat selokan di dekat jalan rumahnya.
Lamat-lamat semuanya hilang. Heeley tahu ia mengalami kebutaan.
The blind runner, Dave Heeley. Foto: LEON NEAL / AFP
Kakek Heeley tidak memberinya nasihat apa pun sejak didiagnosis retinis pigmentosa. Tidak ada kata-kata “Hal-hal paling penting dalam hidup adalah yang tidak kelihatan,” tidak ada pula “Kau akan menjadi hebat meski buta.”
Perlakuan seperti itu menolong Heeley. Si kakek hidup sebagai orang buta. Ia tahu seperti apa rasanya hidup dalam kegelapan total sehingga mengajar Heeley untuk menerima keadaan.
Jika kau bisa menerima, kau bisa berdamai. Jika kau bisa berdamai, kau bisa menikmati hidup. Heeley mengerti. Ia lantas memutuskan untuk menikmati hidup walau berkawan karib dengan kebutaan.
Ilustrasi lari marathon. Foto: AFP/Andrej ISAKOVIC
“Saya hidup lebih lama sebagai orang buta daripada sebagai orang yang bisa melihat. Itulah sebabnya, ketika saya berbicara kepada anak-anak dengan kondisi serupa, saya hanya akan mengatakan kebenaran kepada mereka,” tutur Heeley dalam wawancaranya bersama Craig Campbell untuk The Sunday Post.
“Saya berkata kepada mereka: Menjadi buta itu mengerikan. Kamu akan berulang kali menendang pintu, terjatuh, berlari terbirit-birit, dan berteriak ketakutan di dalam kamarmu,” lanjut Heeley.
“Namun, begitu pemahaman itu bisa kamu proses menjadi satu sistem utuh, kamu akan hidup dengannya. Pada akhirnya kamu akan berkata: Ya, sudahlah, keadaannya memang seperti ini. Saya buta, maka saya harus menikmati hidup sebagai orang buta,” jelas Heeley.
London Marathon Foto: Glyn Kirk/AFP
Pada 2002, Heeley ingin berlari di London Marathon. Hidup sudah kepalang gila. Mengapa tidak sekalian melakukan hal tergila? Terlebih, sejak kecil Heeley memiliki tubuh yang fit dan berulang kali ikut lomba lari meski harus memakai kacamata.
Marathon itu dilakukannya untuk menggalang dana. Ia ingin agar orang-orang buta memiliki anjing penuntun. Bagi mereka yang tidak bisa melihat, anjing penuntun seperti malaikat pelindung. Oke, malaikat pelindung dengan sikap dan kelakuan yang lebih menyenangkan.
Sir Ranulph Fiennes, nama itu tertancap kuat dalam kepala Heeley. Fiennes adalah orang pertama di dunia yang berlari dalam tujuh maraton di tujuh benua selama tujuh hari.
Sir Ranulph Fiennes, pahlawan untuk Dave Heeley. Foto: ROSLAN RAHMAN / AFP
Aksi tersebut dilakukannya sejak 26 Oktober hingga 1 November 2003. Secara beruntun, rinciannya adalah seperti ini: Patagonia (Amerika Selatan), Kepulauan Falkland (Antartika), Sydney (Australia), Singapura (Asia), London (Eropa), Kairo (Afrika), dan New York (Amerika Utara).
Fiennes berlari selama tujuh hari demi menggalang dana untuk British Heart Foundation. Fiennes mengalami gangguan pada jantung. Bahkan ia berlari setelah menjalani dua operasi bypass jantung.
Tujuh hari, tujuh benua, tujuh maraton. Itulah Dave Heeley. Setelahnya, ia berlari maraton di 10 kota dalam 10 hari. Foto: AFP PHOTO/LEON NEAL LEON NEAL / AFP
Hasrat Heeley meletup. Ia ingin kembali menggalang dana untuk memberikan anjing penuntun bagi orang-orang buta. Bagi Heeley, anjing penuntun ibarat Rolls Royce yang membuatnya dapat bergerak leluasa.
“Anjing penuntun itu penting. Kami adalah mitra yang saling berkomunikasi. Begitu kami menjadi mitra, anjing tersebut akan menuntun saya dari A ke B dengan aman. Peranan saya di sini adalah mengetahui ke mana tujuannya,” jelas Heeley dalam wawancara bersama Colin Jackson’s Raise Your Game untuk BBC.
Istri Heeley awalnya menentang ide tersebut. Ia berpikir bahwa Fiennes bisa melakukannya karena tidak buta. Namun, sang istri juga paham kekerasan kepala Heeley. Watak itu terdengar buruk, tetapi kalau tak keras kepala, Heeley tak akan bisa bertahan hingga sekarang.
Pada akhirnya mereka sepakat dan saling percaya. Heeley menyusun rencana supaya dapat mengakhiri rangkaian maraton tersebut di London Marathon 2008.
Malcom Carr, the guide runner dan keberuntungan untuk Dave Heeley. Foto: LEON NEAL / AFP
Jika keberuntungan bisa datang dalam banyak rupa, Heeley mendapatkannya dalam wujud Malcolm Carr. Pekerja pabrik semen itu bersedia menjadi pelari penuntun (guide runner) untuk Heeley dalam menjelajahi tujuh benua.
“Saya selalu terikat dengan teman saya, Mac, pelari penuntun saya. Ia seperti anjing penuntun yang bisa bicara dengan saya selama seminggu penuh,” kelakar Heeley.
Dunia lantas mengenal Blind Dave dan Mad Mac, dynamic duo tergila yang melintasi tujuh benua dengan berlari.
Rangkaian maraton Heeley berlangsung sejak 7 April sampai 13 April 2008. Trek yang diambil Heeley adalah Kepulauan Falkland (Antartika), Rio de Janeiro (Amerika Selatan), Los Angeles (Amerika Utara), Sydney (Australia), Dubai (Asia), Tunisia (Afrika), dan London (Eropa).
Blind Dave dan Mad Mac, dynamic duo tergila yang melintasi tujuh benua dengan berlari. Foto: AFP PHOTO/LEON NEAL LEON NEAL / AFP
Heeley berlari menempuh jarak (hampir) 293 kilometer dalam usia 50 tahun. Selama berlari, tangan Heeley dan Carr dikaitkan dengan tali supaya mereka tidak berjauhan. Seven Magnificent Marathons, demikian orang-orang menyebut rangkaian maraton Heeley.
Heeley menggantungkan foto keluarganya di leher selama berlari. Setiap kali lelah, foto itu akan mengingatkannya bahwa keluarganya ingin agar ia menyelesaikan tantangan tersebut.
Sekitar 1 juta poundsterling (sekitar Rp19 miliar) berhasil dikumpulkan Heeley untuk Guide Dogs for the Blind Association. Didirikan pada 1934, badan amal ini membantu menyediakan anjing penuntun, fasilitas mobilitas, dan sejumlah program rehabilitasi bagi orang-orang buta di Inggris.
“Saya dengan bangga dapat berkata bahwa saya dan Mac adalah dua orang yang dapat menuntaskan tantangan ini. Saya orang buta atau penyandang disabilitas pertama dalam sejarah yang melakukannya. Keberhasilan ini memberikan perasaan yang menyenangkan, tetapi perasaan semacam itu bukan segalanya,” jelas Heeley kepada BBC.
Ilustrasi anjing penuntun. Foto: PHILIPPE HUGUEN / AFP
“Aksi tersebut memberikan impak bagi orang-orang buta. Aksi itu membuktikan bahwa jika kamu menginginkan sesuatu, jika kamu memiliki mimpi dan ambisi, kehilangan penglihatan bukan penghalang."
"Kamu bisa mewujudkan mimpimu. Mengambil bagian untuk menyatakan pesan tersebut membuat setiap langkah selama berlari jadi begitu berharga,” tutur Heeley.
Bagi Heeley, Rio de Janeiro merupakan rute terberat. Menurutnya trek tersebut ibarat kesepian hebat yang memaksanya untuk bekerja lebih keras.
Heeley dan Carr sepakat bahwa kuncinya bukan berlari seperti apa, tetapi memulihkan diri dari satu maraton ke maraton lain. Keduanya berlatih selama enam bulan di bawah pengawasan dokter Philip Glasgow yang merupakan kepala physiotherapist di Sports Institute Northern Ireland.
Seven Magnificent Marathons tidak menjadi kegilaan terakhir Heeley. Pada 10 Agustus hingga 19 Agustus 2011, ia berlari maraton di 10 kota, mulai dari John O'Groats sampai Land's End.
Sepuluh kota, 10 maraton. Setelah menyelesaikan satu full marathon di satu kota, ia akan menjangkau kota berikutnya dengan bersepeda.
Opening Ceremony Olimpiade London 2012 Foto: Dok. Getty Images
Ia menempuh jarak sejauh 10.000 miles alias 1.609 kilometer. Kegilaan ini diawalinya di hari ulang tahun Douglas MacMillan, pendiri badan amal Macmillan Cancer Support. Ah, kali ini Heeley berlari demi menggalang dana bagi pengidap kanker.
Heeley belum berhenti berlari. Olimpiade mengganjarnya dengan tugas sebagai pembawa obor saat pesta olahraga sejagat itu digelar di London pada 2012.
Pixel Revolution Films yang berbasis di Inggris menggarap perjalanannya berlari di tujuh benua menjadi sebuah film berjudul ‘7 Days’. Proses produksi dimulai pada 2016, ‘7 Days’ dirilis pada 2019.
Orang-orang Manchester punya satu gurauan. Mereka berkata bahwa pada hari keenam Tuhan menciptakan Manchester. Konon, kalimat itu pertama kali dicetuskan oleh pebisnis hippies bernama Leo B Stanley. Dulu bisnis yang dibangun Stanley bernama 'Affleck's Palace', sekarang berganti menjadi 'Identity'.
Manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Jika Tuhan menciptakan langit, Bumi, dan isinya hanya dengan kata-kata, Tuhan menciptakan manusia dengan tangan-Nya pada hari keenam.
Gurauan orang Manchester tadi berarti bahwa mereka adalah ciptaan Tuhan yang paling sempurna sehingga memiliki kapasitas untuk mengatur dunia. Toh, Manchester memang pernah menjadi pusat hampir segala aspek di Inggris: Mulai dari industri yang berarti ekonomi dan bisnis, seni, hingga olahraga.
West Brom tuai hasil minor. Foto: Reuters/Tony O'Brien
Namun, Heeley bukan orang Manchester. Ia orang West Bromwich, kota yang tak akan mungkin dianggap sebagai pusat kehidupan Inggris, apalagi dunia.
Ia bukan penggila Manchester United yang memiliki Eric Cantona dan David Beckham yang membuat orang-orang memandang angka 7 sebagai perkara sakral. Heeley adalah suporter West Bromwich Albion, klub yang tak terbiasa berlaga di papan atas kompetisi level tertinggi.
Heeley tidak membuat angka 7 menjadi sakral. Lewat langkah kakinya, ia membuat angka 7 sebagai pengingat bahwa kemustahilan bukan lawan yang tidak bisa dikalahkan.
Nukilan Mazmur tertulis di salah satu tribune Stadion The Hawthorns yang merupakan markas West Bromwich Albion. Foto: Anthony Devlin / AFP
12 Agustus 2017 jelang laga West Bromwich versus Bournemouth di Stadion The Hawthorns, gemuruh tepuk tangan dan sorak-sorai diberikan kepada Heeley yang mengenakan jersi bernomor punggung 777 dan bertuliskan Blind Dave.
Para suporter yang datang memenuhi stadion memberikan cinta untuk Heeley yang berdiri di atas podium bersama istrinya. Heeley tersenyum lebar. Tangannya melambai-lambai ke arah tribune yang penuh sesak.
Barangkali di menit-menit itulah, orang-orang West Bromwich mengerti apa artinya nukilan ‘The Lord’s my Shepherd, I’ll not want. He makes me down to lie in pastures green. He leadeth me the quiet waters by;’ yang tertulis di salah satu sisi tribune The Hawthorns.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten