Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Tangan Dingin Hendrawan di Balik Melesatnya Ranking Lee Chong Wei
13 Oktober 2021 16:45 WIB
·
waktu baca 6 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Pebulu tangkis keturunan Tionghoa itu mengukir banyak prestasi mentereng saat membela Indonesia. Sebut saja Rusia Terbuka 1995, Thailand Terbuka 1997, dan Singapura Terbuka 1998. Bahkan, pendarnya terus menyala saat mewakili ‘Merah Putih’ di Thomas Cup.
Pria kelahiran Malang, 27 Juni 1972 itu berhasil menggondol Piala Thomas di tiga edisi berbeda (1998, 2000, dan 2002). Secara beruntun, Hendrawan dan Tim Indonesia menorehkan tinta emas kejayaan ‘Merah Putih’ di kancah dunia.
Sebelum gantung raket pada 2003, pria yang akrab disapa Wawan ini menambahkan medali perak Olimpiade Sydney 2000 dan trofi Kejuaraan Dunia 2001 dalam daftar panjang prestasinya. Lembaran baru pun dibuka olehnya. Menjadi orang ‘di balik layar’ adalah pilihannya.
Meski berstatus legenda bulu tangkis, karier pasca-pensiunnya tak mudah. Hendrawan sempat bekerja di salah satu perusahaan oli, kembali ke Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI), hingga akhirnya menemukan cahaya terang sebagai pelatih.
"Tahun 2003 saya mengundurkan diri dari dunia bulu tangkis dan Pelatnas. Lalu, saya bekerja di salah satu perusahaan oli. Di situ ada Pak Rudy [Hartono], jadi saya diajak bergabung dan mencari pengalaman baru," kenang Hendrawan saat wawancara dengan kumparan.
ADVERTISEMENT
"Berjalan waktu dan ada pergantian pengurus di PBSI, tahun 2004, Mas Icuk [Sugiarto] mengajak saya untuk bergabung di PBSI. Kebetulan saat diajak bergabung, saya diberi tanggung jawab sebagai pelatih tunggal putri.”
"Itu tugas yang berat karena kita selalu tahu bahwa tunggal putri dianggap sektor yang lemah. Tetapi saya minta izin kantor dan diizinkan. Saya kembali ke PBSI, tetapi status saya sebagai karyawan, bukan full-time. Saya bantu tunggal putri, itu suatu tugas dan tantangan yang berat. Tetapi bagi saya itu tantangan yang menarik," tandasnya.
Nama-nama yang pernah mendapat sentuhan magisnya adalah Maria Kristin dan Adriyanti Firdasari. Saat itu, Hendrawan langsung gerak cepat dan menargetkan waktu empat tahun untuk meraih medali di Olimpiade 2008.
ADVERTISEMENT
“Awalnya mereka terkejut, tetapi akhirnya Maria Kristin bisa dapat perunggu,” tutur Hendrawan yang menutup empat tahunnya melatih tunggal putri Indonesia.
Jejak terakhirnya sebagai pelatih di Indonesia ditutup dalam gelaran Piala Sudirman 2009 yang berlangsung di China. Setelah itu, Hendrawan hijrah ke 'Negeri Jiran' Malaysia, negara yang telah mengidam-idamkannya sejak 2004.
"Malaysia minta saya pindah dari 2004. Tetapi saya tidak mau karena saya pikir, saya belum jadi apa-apa, belum pernah jadi pelatih, dan juga baru masuk PBSI. Setiap tahun ketemu, mereka selalu bilang 'Jangan lupa ya Hendrawan, ditunggu-ditunggu'," kenangnya yang akhirnya didapuk jadi pelatih bintang Malaysia, Lee Chong Wei.
Namun jauh sebelum itu, ia melatih beberapa pemain muda Malaysia terlebih dahulu. Meski tinggal di negeri orang, sinar Hendrawan tak pernah redup. Kepercayaan tinggi dan tanggung jawab besar dipikulnya saat diminta membantu Lee Chong Wei pada 2015.
ADVERTISEMENT
Bahkan, ada jasa besar Hendrawan untuk membangkitkan karier pebulu tangkis kelahiran Oktober 1982 itu. Bagaimana tidak, saat itu Chong Wei baru saja terperosok ke jurang yang begitu dalam.
Itu terjadi pada 2014. Kala itu, Chong Wei terseret kasus doping pada 2014, dilarang tampil di ajang internasional selama delapan bulan, bahkan medali peraknya di ajang Kejuaraan Dunia di tahun itu harus ditarik.
Hebatnya, tangan dingin Hendrawan bisa membangkitkan asa sang legenda bulu tangkis Malaysia tersebut. Ia memoles dan memperlakukan Chong Wei selayaknya seorang adik. Bahkan, Hendrawan menempatkan dirinya bak seorang ayah.
“Saya cukup dekat [dengan Chong Wei], karena selama ini saya sebagai pelatih dekat dengan semua mantan pemain saya. Karena saya bukan menempatkan diri sebagai pelatih dan mereka atlet lalu harus nurut. Saya berusaha sebagai kakak atau mungkin orang tua, jadi menempatkan diri seperti itu untuk membimbing mereka,” tuturnya.
ADVERTISEMENT
Jelas tak mudah untuk membuat sang legenda sekaligus satu-satunya pebulu tangkis Malaysia yang pernah memegang peringkat satu lebih dari setahun itu bangkit dari keterpurukan. Namun, Hendrawan membuktikan kapasitasnya sebagai seorang pelatih jempolan.
“Pertama kali saya diminta melatih Lee Chong Wei itu kan setelah dia kena hukuman doping, itu 2015. Pada waktu itu ranking dia sampai 170, tapi dalam waktu satu tahun persiapan Olimpiade bisa naik menjadi rangking dua dunia. Up and down sudah saya rasakan [bersama Lee Chong Wei],” jelas Hendrawan.
Buah kerja keras keduanya terlihat saat Lee Chong Wei mentas di final Olimpiade 2016 Rio. Sayang, kutukan final belum bisa hilang darinya. Ia kalah dari pebulu tangkis China, Lin Dan, di final dan harus pulang dengan medali perak, sekaligus perak ketiga sejak Olimpiade 2008 dan 2012.
ADVERTISEMENT
Meski bisa mengantarkan Chong Wei ke final Olimpiade dan mendongkrak ranking-nya, Hendrawan mengaku akan selalu ada orang yang tak suka dengan mereka. Omongan nyinyir dan pedas dirasakan langsung olehnya.
“Banyak [momen tak terlupakan], Olimpiade 2016 [salah satunya]. Setelah itu ada beberapa turnamen yang kalah dan dicaci-maki juga sama semuanya. Jadi, sedih, pahit, susah, senang, semua sudah merasakan,” kenang Hendrawan.
Jatuh-bangun kebersamaan Hendrawan dan Lee Chong Wei juga terasa saat anak asuhnya itu divonis mengidap kanker hidung pada akhir Juli 2018. Ia pun menepi usai berlaga di semifinal Indonesia Open 2018.
Bahkan, ‘Raja Super Series’ itu harus merelakan beberapa turnamen rutin BWF, seperti Jepang Terbuka, China Terbuka, hingga dua tur Eropa di Denmark dan Prancis. Meski begitu, Hendrawan tak patah arang dengan Chong Wei. Ia adalah sosok loyal yang menemani anak asuhnya itu sampai gantung raket.
ADVERTISEMENT
“Tahun 2015, saya dipercaya untuk membantu Lee Chong Wei sampai akhir karier dia. Pada waktu itu, saya sudah janji ke Chong Wei untuk bantu dia hingga dia pensiun,” jelasnya.
Sejak divonis kanker, Chong Wei melakukan pengobatan di Taiwan dan dinyatakan sembuh pada November 2018. Ia sempat berlatih kembali pada Januari 2019, tetapi sang legenda memutuskan pensiun pada 13 Juni 2019 untuk fokus dengan kesehatannya.
Lima tahun yang indah dirasakan oleh Hendrawan. Meski anak asuhnya itu telah pensiun, ia mengaku tetap berhubungan baik dengan Chong Wei. Bahkan, keduanya kerap bertukar pikiran mengenai bulu tangkis dan regenerasi tunggal putra Malaysia.
“Hubungan saya dengannya sangat baik sampai hari ini. Dia orangnya membantu, kalau ada masalah dia selalu tanya. Saya juga bisa bertukar pikiran walau dia sekarang sudah pensiun. Ada beberapa hal soal tunggal putra Malaysia yang kami bicarakan,” tutur Hendrawan.
ADVERTISEMENT
“Bertukar pikiran dengan Lee Chong Wei karena kan dia sudah menjadi legenda dan dalam taraf top player. Kami bisa bertukar pikiran lebih dalam dan diskusi,” tandasnya.
Meski sudah tak melatih Lee Chong Wei, Hendrawan tetap dipercaya untuk meneruskan langkahnya di Malaysia. Ia didapuk sebagai pelatih Lee Zii Jia, pebulu tangkis yang digadang-gadang sebagai penerus Lee Chong Wei.