Tentang Apa dan Bagaimana Wimbledon

3 Juli 2017 16:05 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Trofi Wimbledon (Foto: Reuters/Matthew Childs)
zoom-in-whitePerbesar
Trofi Wimbledon (Foto: Reuters/Matthew Childs)
ADVERTISEMENT
Ah, Wimbledon. Dari mana kita harus mulai? 1877? Oke.
ADVERTISEMENT
1877 adalah tahun di mana The Championships, Wimbledon, atau biasa disebut Wimbledon saja, pertama kali digelar. Usia turnamen tenis ini sudah 140 tahun dan itu membuatnya menjadi turnamen tertua di dunia. Walau begitu, karena berbagai hal seperti peperangan, turnamen ini "baru" dihelat sebanyak 130 kali sampai tahun 2016 lalu.
Semua berawal pada 23 Juli 1868 ketika All England Croquet Club dibentuk di Worple Road, Wimbledon. Awalnya, sesuai dengan namanya, para anggota klub ini secara rutin memainkan olahraga croquet yang agak-agak mirip dengan golf itu. Selain melakukan pertandingan biasa, mereka juga kemudian menggelar turnamen amatir antaranggota.
Ketika itu, olahraga croquet memang sedang populer-populernya. Akan tetapi, semua itu berubah pada 1875 ketika Mayor Walter Clopton Wingfield memperkenalkan tenis. Awalnya, ia disebut lawn tennis karena, well, olahraga ini memang dimainkan di pekarangan. Pada 1876, olahraga baru ini mulai dimainkan oleh para anggota klub dan nama klub pun secara resmi berubah menjadi All England Croquet and Lawn Tennis Club pada tahun berikutnya.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 1877 itu pulalah kejuaraan tenis Wimbledon pertama kali dihelat dan kala itu, nomor yang dipertandingkan hanyalah tunggal putra. Spencer Gore sukses menjuarai ajang perdana tesebut setelah di final mengalahkan William Marshall dengan skor 6-1, 6-2, dan 6-4. Olahraga baru ini kemudian menjadi sangat populer dan pada 1884, nomor tunggal putri dan ganda putra diperkenalkan, sebelum akhirnya, ganda putri serta ganda campuran diperkenalkan pula pada 1913.
Dalam kurun waktu 1877 hingga 1968, turnamen Wimbledon, seperti halnya tiga ajang Grand Slam lain, hanya boleh diikuti oleh para petenis amatir. Malah, sampai tahun 1922, juara bertahan hanya bermain di partai puncak saja. Nah, sejak 1968 hingga kini, tenis kemudian mengenal apa yang disebut Open Era atau Era Terbuka. Mulai saat itulah para petenis amatir dan profesional boleh berlaga di ajang Grand Slam karena banyak pihak yang merasa bahwa sesungguhnya, tidak ada yang "amatir" dari tenis amatir.
ADVERTISEMENT
Selain keberadaan Era Terbuka tersebut, kejuaraan ini pun telah mengalami berbagai perubahan, mulai dari berpindahnya venue dari Worple Road ke Church Road, bergesernya waktu penyelenggaraan, sampai penyamaan jumlah hadiah antara petenis putra dan putri. Namun, ada dua tradisi yang sampai sekarang masih dipertahankan, yakni jenis permukaan lapangan dan warna pakaian yang dikenakan para petenis.
Ya, sampai sekarang, hanya Wimbledon-lah kejuaraan Grand Slam tenis yang masih dimainkan di atas permukaan rumput. Sebelumnya, Australia Terbuka juga begitu, tetapi sejak 1988 turnamen itu dimainkan di atas permukaan keras (hard court).
Lapangan rumput Wimbledon. (Foto: Reuters/Tony O'Brien)
zoom-in-whitePerbesar
Lapangan rumput Wimbledon. (Foto: Reuters/Tony O'Brien)
Kemudian, soal warna pakaian para petenis itu. Mengapa putih? Mengapa harus putih?
Awalnya, di semua kejuaraan tenis, warna putih menjadi warna pilihan untuk para petenis supaya keringat yang membasahi tubuh mereka tidak terlalu terlihat, khususnya bagi para petenis wanita. Mengingat tenis merupakan olahraga yang banyak disaksikan kalangan kelas atas, "kesopanan" pun menjadi pertimbangan penting.
ADVERTISEMENT
Saat ini, hanya tinggal Wimbledon-lah kejuaraan tenis yang mewajibkan para pesertanya dan mereka pun benar-benar tidak mau berkompromi soal hal ini. Roger Federer pernah diminta mengganti sepatunya yang bersol oranye karena dianggap melanggar dress code. Kemudian, Anna Kournikova pernah disuruh mengganti celana hitamnya dengan celana milik pelatihnya pada tahun 2002. Terakhir, Andre Agassi pernah memilih untuk tidak turun di Wimbledon karena tidak bisa mengenakan pakaian khasnya yang berbahan denim.
Tradisi ini, bagi para pemain khususnya, memang cukup mengesalkan. Akan tetapi, Wimbledon adalah turnamen tenis tertua di dunia dan karena itu, ia memang layak untuk memiliki privilese untuk menjaga tradisi yang sekiranya masih relevan dengan perkembangan zaman.
Adapun, contoh tradisi yang sudah ketinggalan zaman itu adalah eksklusi untuk petenis kulit hitam dan Yahudi sampai tahun 1951 dan 1952. Nah, coba bayangkan Wimbledon tanpa petenis kulit hitam. Tentu Serena Williams yang agung itu tidak akan mampu menjadi Serena yang sekarang tanpa Wimbledon.
ADVERTISEMENT
Sebabnya begini. Dari 23 gelar Grand Slam tunggal putri yang diraih oleh Serena, tujuh di antaranya dia raih di Wimbledon. Sejak pertama kali menjadi juara pada 2002, Serena berhasil menambah koleksinya dengan trofi yang dia raih pada 2003, 2009, 2010, 2012, 2015, dan 2016. Sayangnya, pada gelaran tahun ini Serena tidak akan turun berlaga karena sedang mengandung.
Jelena Ostapenko saat menjuarai Wimbledon junior. (Foto: Reuters/Stefan Wermuth)
zoom-in-whitePerbesar
Jelena Ostapenko saat menjuarai Wimbledon junior. (Foto: Reuters/Stefan Wermuth)
Pencapaian Serena di ajang Wimbledon ini memang luar biasa. Akan tetapi, bukan dialah petenis putri terbaik sepanjang masa di ajang ini, melainkan Martina Navratilova. Selama kariernya, petenis kelahiran Cekoslowakia itu mampu mengumpulkan sembilan gelar tunggal putri Wimbledon.
Lalu, bagaimana dengan nomor tunggal putra? Well, sampai sejauh ini, ada tiga petenis putra yang sama-sama punya koleksi tujuh gelar juara, yakni William Renshaw, Pete Sampras, dan siapa lagi kalau bukan Roger Federer. Hanya saja, koleksi gelar juara Renshaw itu dia raih sebelum Era Terbuka dimulai.
ADVERTISEMENT
Adapun, juara bertahan turnamen ini di nomor tunggal putra adalah Andy Murray. Gelar itu merupakan gelar kedua Murray setelah pada 2013 lalu, dia berhasil memutus rekor buruk yang dimiliki petenis putra Inggris di Wimbledon selama 77 tahun. Sebelum Murray, petenis putra Inggris yang memenangi gelar Wimbledon adalah Fred Perry pada 1936 silam.
Murray sendiri saat ini masih menjadi petenis putra nomor satu dunia. Meski begitu, penampilan buruknya di Australia Terbuka dan Prancis Terbuka membuat pria 30 tahun ini tak lagi begitu diunggulkan. Selain Murray, Novak Djokovic yang juga tampil buruk di kedua ajang itu pun agak diragukan di Wimbledon kali ini.
Lalu, kalau bukan Murray dan Djokovic, siapa yang benar-benar diunggulkan? Yah, siapa lagi kalau bukan Roger Federer dan Rafael Nadal yang sebelumnya memenangi Australia Terbuka dan Prancis Terbuka.
ADVERTISEMENT
Meski dalam beberapa tahun terakhir Federer dan Nadal agak menurun karena faktor usia dan cedera, tahun 2017 terbukti mampu memberi mereka tuah. Bahkan, selain gelar Prancis Terbuka itu, Nadal pulalah orang yang harus dikalahkan Federer untuk menggondol gelar Australia Terbuka.
Rafael Nadal di Wimbledon 2008. (Foto: Reuters/Toby Melville)
zoom-in-whitePerbesar
Rafael Nadal di Wimbledon 2008. (Foto: Reuters/Toby Melville)
Selain Nadal dan Federer, barangkali sosok yang agak bisa dijagokan dalam gelaran ini adalah Stan Wawrinka. Pasalnya, petenis asal Swiss ini selain mampu menembus final Prancis Terbuka, juga mampu menjejak semifinal di Australia Terbuka.
Kemudian, bagaimana dengan nomor tunggal putri? Tanpa kehadiran Serena yang mengandung dan Venus Williams yang cedera, Wimbledon tahun ini bakal agak sulit diprediksi karena petenis nomor satu dunia Angelique Kerber pun performanya angin-anginan. Paling-paling, kalau ada petenis putri yang benar-benar boleh diunggulkan, mereka adalah Karolina Pliskova dan Simona Halep yang cukup konsisten pada tahun ini.
ADVERTISEMENT
Halep sendiri pada Prancis Terbuka lalu berhasil menembus partai puncak. Akan tetapi, secara mengejutkan dia dikalahkan oleh petenis non-unggulan asal Latvia, Jelena Ostapenko.
Ngomong-ngomong soal Ostapenko, kemampuan petenis satu ini masih sulit untuk diprediksi. Pertama karena sebelum-sebelumnya dia memang belum pernah berbicara banyak dan kedua, keberhasilannya di Prancis itu dia raih di permukaan tanah liat yang sifatnya berbeda dengan rumput. Meski begitu, tak ada salahnya pula untuk menanti kiprah petenis 20 tahun itu di Wimbledon tahun ini karena pada 2014 lalu, dia pernah menjuarai nomor tunggal putri Wimbledon di level junior.
Hari ini (3/7), babak pertama Wimbledon akan dimulai. Semua petenis unggulan bakal menghadapi petenis non-unggulan dan diharapkan bakal bisa melaju tanpa hambatan berarti. Namun, bukan berarti munculnya Ostapenko-Ostapenko baru bakal mustahil, bukan?
ADVERTISEMENT