Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Sebelum meraih kemenangan 79-68, Stapac Jakarta sempat tertatih-tatih di awal laga final IBL 2019 pertama melawan Satria Muda (SM) di BritAma Arena, Kamis (21/3/2019) malam WIB. Situasi inilah yang membuat pelatih Stapac, Giedrius Zibenas, sempat misuh-misuh di pinggir lapangan.
ADVERTISEMENT
Hingga kuarter pertama tersisa 6 menit 30 detik, Stapac sempat tertinggal 4-10. Stapac kesulitan menembus pertahanan SM, yang secara postur diunggulkan dan disiplin ketika diserang. Di sisi lain, Stapac juga terlihat begitu rapuh ketika berada dalam mode bertahan.
Kondisi inilah yang membuat Ghibbi – panggilan Zibenas – memutuskan untuk meminta timeout saat itu juga. Menariknya, setelah Ghibbi dengan semangat memberikan instruksi kepada para pemainnya di masa timeout, Stapac menjadi lebih buas dan tak menemukan kesulitan berarti hingga laga tuntas.
Jangan kaget pula jika Stapac bisa menciptakan banyak poin dengan berbagai cara. Jika melihat statistik yang dilansir FIBA, Stapac mendulang 32 poin dari rebound dan 12 poin dari three poin. Tentu saja, ini belum menghitung menyoal turnover yang sudah mereka lancarkan sebanyak 13 kali di laga ini.
ADVERTISEMENT
Mengenai perubahan performa Stapac di laga ini, Ghibbi menuturkan bahwa mentalitas dan ketenangan menjadi faktor kunci di baliknya. Walau begitu, dia berharap kemenangan ini tak membuat para pemainnya berpuas diri.
“Para pemain saya bermain dengan belas kasih di awal, sehingga saya sempat kecewa. Tetapi, situasi tersebut tak berlangsung lama,” tutur Ghibbi membuka konferensi pers pascalaga tersebut.
“Setelah timeout, kami melawan, menunjukkan fokus penuh untuk merebut bola, juga berupaya memaksimalkan rebound. Kami juga bertahan sebagai sebuah tim. Kami pantas mendapatkan kemenangan ini.”
“Selain soal kekecewaan di awal, saya akui juga saya membuat kesalahan dengan merayakan kemenangan ini. Karena kami belum menjuarai apa-apa saat ini. Saya menanti pertarungan lebih berat di final kedua,” lanjut Ghibbi.
ADVERTISEMENT
Mari tengok dari perspektif berbeda. Youbel Sondakh, pelatih SM itu, menuturkan ada dua faktor di balik kekalahan timnya kala itu. Pertama, tentu saja, karena tim lawan mampu bermain lebih tenang. Kedua, karena SM sendiri kerap membuat kesalahan sebagai akibat dari rasa grogi bermain di kandang.
Namun, Youbel lega karena laga pertama telah lewat. Di pertandingan kedua pada Sabtu (23/3) mendatang, SM akan bermain di Bandung dengan mental nothing to lose. Seperti di laga semifinal melawan NSH Jakarta, Youbel berharap SM bisa membalikkan keadaan.
“Hari ini kami merasakan tekanan berat, karena bermain di rumah. Semoga di Bandung, kami bisa memberikan gim yang lebih menarik lagi. Walau kesempatan kami kecil untuk juara, tetapi kami perlu berusaha,” ucap Youbel, yang juga merupakan legenda SM.
ADVERTISEMENT
“Di Bandung, kami takkan merasakan tekanan. Kami Cuma ingin kasih yang terbaik, sih. Karena secara permainan, kami juga tak tertinggal terlalu jauh. Kami hanya perlu meminimalisir kesalahan-kesalahan yang sekilas terlihat sepele, tetapi dampaknya bisa serius,” lanjutnya.
Mengenai final ini sendiri, Youbel juga menyadari bahwa penjagaan ketat para pemain Stapac membuat Dior Lowhorn menjadi tak optimal. Lowhron sendiri hanya mendulang 14 poin di laga ini. Beruntungnya, ada Hardianus sebagai penyelamat – dia sumbangkan 17 poin.
Melihat kondisi tersebut, Youbel berharap akan bermunculan lagi pemain-pemain yang bisa menunjukkan potensi terbaiknya di final kedua.
“Basket ini bukan tentang satu orang. Dior dijaga ketat sampai tiga orang, tetapi Hardianus mampu menciptakan banyak poin. Saya berharap kepada Avan (Seputra) dan lainnya supaya mereka bisa step up di laga selanjutnya,” kata Youbel menutup percakapan.
ADVERTISEMENT