Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Ujung Indah dari Perjalanan Persebaya yang Melelahkan
29 November 2017 15:28 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:13 WIB
ADVERTISEMENT
Keputusan Persebaya Surabaya untuk tidak hadir ke Palembang untuk berlaga di partai usiran menghadapi Persik Kediri berbuntut panjang. "Bajul Ijo" dinyatakan kalah WO, dan harus turun ke kasta kedua sepak bola Indonesia.
ADVERTISEMENT
Meski menjadi awal dari redupnya gairah sepak bola Surabaya, keputusan itu tentunya tak akan disesali berlarut-larut, sebab keputusan itu merupakan perlawanan Persebaya terhadap PSSI yang labil dalam mengambil kebijakan.
Dipenghujung musim 2009/2010 Liga Super Indonesia, Persebaya harus melakoni laga hidup mati melawan Persik. Akan tetapi, panita penyelenggara Persik saat itu tidak dapat melangsungkan pertandingan, izin keamanan tidak diberikan.
Bila merujuk pada regulasi yang ada, Persebaya harusnya menang WO dan berhak atas tiket play-off, yang diperbutkannya dengan Pelita Jaya. Namun, PSSI malah memberi kesempatan kedua untuk Persik, ada penjadwalan ulang pertandingan dan rencananya akan dilangsungkan di Yogyakarta.
Lagi-lagi, panitia penyelenggara tidak dapat menggelar pertandingan tersebut. Bukan keputusan WO yang dikeluarkan PSSI, Persik kembali mendapat ampun dan pertandingan dijadwalkan ulang.
ADVERTISEMENT
Saat itu diputuskan, pertandingan akan dihelat kembali di Stadion Brawijaya, Kediri. Dan tentunya laga tersebut kembali gagal. Persebaya mulai geram. Persik lagi dan lagi, kembali mendapat kesempatan. Kali ini, laga diputuskan digelar di Palembang.
Namun, Persebaya yang sudah tidak tahan dengan keputusan PSSI, tidak hadir ke pertandingan tersebut. Semua mengetahui, saat itu juga Persebaya dinyatakan kalah WO dan harus memulai kompetisi musim depan di kasta kedua. Tiket play-off diambil alih oleh Pelita Jaya.
Merasa dizalimin, Persebaya memutuskan untuk mengikuti kompetisi Liga Primer Indonesia yang digagas oleh seorang pengusaha, Arifin Panigoro. Keputusan ini lagi-lagi sebagai perlawanan Persebaya terhadap rezim Nurdin Halid di PSSI.
Saat itu, politikus Surabaya, Wisnu Wardhana membuat Persebaya baru yang tentunya diakui PSSI dan berkompetisi di Divisi Utama. Konflik horizontal pun mulai tercium, Persebaya yang berkompetisi di Liga Primer kesulitan mengurus izin untuk menggelar laga. Kepolisian Daerah Jawa Timur pun menyerankan agar Persebaya mengubah nama, dan hadirlah Persebaya 1927.
ADVERTISEMENT
Sempat tidak diakui, nasib berganti kala Djohar Arifin terpilih menjadi ketua PSSI. Liga Primer menjadi kompetisi yang diakui. Ini membuat klub yang berlaga di Liga Super marah dan lahirlah Komite Penyelamatan Sepak Bola Indonesia yang diketui oleh La Nyalla Matalitti.
Tak berlangsung lama, pada tahun 2013, PSSI dibawah rezim Djohar mulai goyang dan posisinya digantikan oleh La Nyalla. Keadaan pun kembali berbalik –ribet memang tapi inilah wajah sepak bola Indonesia-. Persebaya 1927 kembali tak diakui. PSSI hanya mengakui Persebaya yang dikelola PT Mitra Muda Inti Berlian atau sebut saja Persebaya yang tidak sah.
Sejak tahun 2013, Persebaya 1927 pun tertidur lelap dalam ketidakpastian. Tahun berikutnya saat kongres PSSI dilakukan di Surabaya, Bonek –sebutan pendukung Persebaya- mulai melancarkan protesnya.
ADVERTISEMENT
Mulai memasuki tahun 2015, Persebaya 1927 pun mulai melakukan perlawanan dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Surabaya terkait keberadaan Persebaya baru. Tak sia-sia, gugatan tersebut berhasil dimenangkan, bahkan Kementerian Hukum dan HAM memutuskan jika Persebaya 1927 berhak untuk memakai logo “Sura” dan “Boyo” dan nama Persebaya.
Terlepas dari konflik yang berada di PSSI pada tahun 2015 dan 2016, tepatnya tanggal 8 Januari 2017 di Hotel Aryaduta Bandung, ketua baru PSSI, Edi Rahmayadi mengumumkan, Persebaya kembali diakui dan dapat mengikuti kompetisi sepak bola Indonesia, meski harus memulainya di kasta kedua atau Liga 2.
Ditengah sorak-sorak kegembiraan Bonek di Bandung, manajemen harus bergerak cepat mempersiapkan tim untuk mengarungi kompetisi dan kembali menghidupkan gairah sepak bola Surabaya yang telah lama mati.
Langkah pertama yang diambil manajemen kala itu ialah menunjuk Iwan Setiawan sebagai pelatih. Sebelum memulai kompetisi, Persebaya memutuskan mulai menghelat beberapa laga uji coba. Mulai dari mengikuti turnamen Piala Dirgantara dan menggelar laga uji coba melawan PSIS Semarang. Setelah itu, Persebaya pun dianggap telah siap untuk memulai langkah di kompetisi sepak bola Indonesia.
ADVERTISEMENT
Format kompetisi Liga 2 berbeda dengan Liga 1. Ada tiga fase yang harus dilalui semua tim bila ingin menginjakkan kaki di laga semifinal. Pertama ialah fase penyisihan grup, saat itu Persebaya bergabung dengan Martapura FC, Madiun Putra, Persepam, PSIM Yogyakarta, Persat Tuban, PSBI Blitar, dan Persinga Ngawi.
Pada empat pertandingan pertama, Persebaya tidak mendapatkan hasil maksimal, hanya mengemas lima poin dari dua hasil imbang, satu kalah, dan sekali menang. Namun yang paling menyita publik kala itu ialah Iwan Setiawan.
Selepas kalah dari Martapura FC, ia mendapat protes dari Bonek, bukannya menenangkan, mantan pelatih Persija Jakarta ini malah mengacungkan jari tengah ke arah Bonek. Apa yang dilakukannya berbuntut panjang, ia harus turun dari kursi pelatih. Pada Sabtu (27/5/2017), posisi Iwan resmi digantikan oleh Angel Alfredo Vera.
ADVERTISEMENT
Pada fase penyisihan sendiri, Persebaya berhasil mencatat delapan kali kemenangan, lima kali imbang, dan satu kekalahan. Mereka berhak melaju ke babak 16 besar. Di babak 16 besar, Persebaya bergabung di grup C bersama Kalteng Putra FC, Semeru FC Lumajang dan PSBS Biak. Pada fase ini, langkah Persebaya tidak mudah. Namun Bajul Ijo berhasil finis diposisi dua, Persebaya berhak melaju ke babak selanjutnya.
Langkah Persebaya semakin berat di babak delapan besar. Bergabung di grup Y, Persebaya harus dapat mengatasi tim-tim besar seperti, PSIS Semarang, PSPS Pekanbaru, dan PS Mojokerto Putra. Diprediksi akan mengalami kesulitan, anak asuh Alfredo Vera malah dapat menyapu bersih laga dengan mengemas sembilan poin, enam gol, dan tidak pernah kebobolan.
ADVERTISEMENT
Atas keberhasilan itu, Persebaya mendapatkan tiket menuju semifinal. Meski tempat dan jadwal yang berubah-ubah, Persebaya tetap kuat dan yakin akan berhasil melakoni dua laga pamungkas tersebut. Selain untuk mendapatkan tiket Liga 1 musim depan, ada harapan agar menutup kompetisi dengan mengangkat trofi.
Beberapa kali molor, akhirnya laga semifinal dihelat di Stadion Gelora Bandung Lautan Api, Bandung, Jawa Barat, Sabtu (25/11/2017). Persebaya saat itu harus berhadapan dengan Martapura FC.
Lewat dua gol Irfan Jaya dan satu gol dari Rishadi Fauzi, Bajul Ijo berhak mendapat tiket liga satu dan menginjakkan kaki di laga final. Kemenangan ini dirayakan dengan sukacita. Bonek yang memenuhi tribune larut dalam kebahagiaan. Manajemen tumpah ruah di lapangan untuk merayakan keberhasilan.
ADVERTISEMENT
Seusai laga, Vera yang sukses mengantarkan Persebaya ke Liga 1 tak kuasa menahan haru. Pasalnya, Pada Oktober 2017 silam, anak Angel Alvredo Vera, David Alessandro Vera, baru saja meninggal dunia akibat serangan jantung. Saat jumpa pers Vera mengatakan, tahun ini menjadi tahun terberat baginya, namun Tuhan tetap memberinya kekuatan.
"Pertama untuk Tuhan, lalu untuk semua orang yang mendukung saya. Tahun ini terjadi banyak sesuatu, dan itu susah diterima. Tapi. . . Tuhan kasih saya kekuatan untuk jalan terus," ucap Vera sambil sedikit berderai air mata.
Hanya berselang tiga hari, Vera harus fokus menatap laga final menghadapi PSMS Medan. Pada laga yang berlangsung ketat dan keras, akhirnya Bajul Ijo dapat mengunci kemenangan lewat kaki Irfan Jaya di babak pertama perpanjangan waktu, dan skor 3-2 bertahan hingga peluit panjang berbunyi.
ADVERTISEMENT
Keberhasilan seakan menandakan kebangkitan sepak bola Surabaya, dan khusus untuk Bonek, kemenangan ini seakan menjadi akhir pencarian mereka menemukan Persebaya.