Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Wawancara Khusus Alfred Raja, Pegolf RI yang Samai Prestasi Tiger Woods
10 Agustus 2021 13:35 WIB
·
waktu baca 6 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Alfred sukses menggamit gelar juara turnamen Pacific Northwest Amateur (nama lainnya adalah PNGA Men's Amateur) pada 31 Juli lalu. Ini memang turnamen tingkat amatir yang diikuti oleh pegolf tingkat mahasiswa, tetapi memiliki gengsi tersendiri di Amerika Serikat.
Sebab, turnamen yang diadakan oleh Pacific Northwest Golf Association (PNGA) ini merupakan salah satu turnamen amatir tertua di Amerika Serikat yang pertama kali dimainkan pada 1899.
Tiger Woods sendiri dulu menjuarainya pada 1994 saat ia masih berkuliah di Stanford University. 27 tahun berlalu, Alfred Raja berpartisipasi dan keluar sebagai 'raja' turnamen tersebut.
Ini bukan prestasi pertamanya di Amerika Serikat. Pada 2019, pegolf kelahiran 25 Maret 2002 ini menjuarai Eagle Crest Junior Championship, turnamen yang diadakan American Junior Golf Association (AJGA), organisasi yang telah melahirkan banyak pegolf top dunia seperti Jordan Spieth, Phil Mickelson, hingga Tiger Woods.
Lantas, bagaimana kisah awal karier Alfred Raja Sitohang sampai bisa menjadi juara? Untuk mengetahui kisahnya lebih dalam, kumparan berkesempatan melakukan wawancara dengan pegolf yang pernah meraih medali emas dan perak PON 2016 ini pada Selasa (10/8). Silakan disimak.
ADVERTISEMENT
Bagaimana awalnya Anda tertarik pada golf?
Dulu, sih, waktu umur 9 tahun, saya suka ikut papa dan temannya main golf. Diajak gitu ke tempat main golf. Di sana, coba mukul-mukul. Awalnya, sih, ketertarikannya dari situ. Waktu itu masih pinjam stik teman papa saya, terus saya mulai minta dibelikan stik sama papa.
Awalnya, sih, saya enggak suka-suka banget. Saya masih kecil, lebih suka main sepak bola. Cuma, saya diajak ikut turnamen golf sama papa. Terus semakin lama, semakin bagus mainnya. Pas sudah mulai menang-menang turnamen [junior di Indonesia], barulah saya mulai tekun.
Sampai sekarang, saya masih hobi main sepak bola. Hanya, lebih tekunnya di golf.
(Bakat Alfred kemudian didukung oleh ayahnya, Marulam Sitohang. Sejak umur 9 tahun itu, Alfred sudah mulai dilatih oleh pelatih profesional di Indonesia, namanya Derek Cribb asal Selandia Baru. Sejak 2014, ayahnya rutin mengajak Alfred pergi ke Amerika Serikat, negeri 'surga para pegolf', setiap liburan musim panas sekitar Juni-Agustus agar bisa mengikuti turnamen dan berlatih di sana, sehingga bakatnya terasah.-RED)
Bagaimana karier Anda di Amerika Serikat sampai sekarang?
Saya sudah beberapa kali masuk 10 besar dan 5 besar untuk turnamen-turnamen di Amerika Serikat. Cuma, salah satu yang paling berkesan buat saya adalah saat menjuarai Eagle Crest Junior Championship, turnamennya American Junior Golf Association (AJGA), pada 2019.
ADVERTISEMENT
Begitu juga saat saya menjuarai turnamen yang baru-baru ini, Pacific Northwest Amateur.
Bagaimana kesannya bisa menjuarai turnamen Pacific Northwest Amateur (PNGA Men's Amateur)?
Wah, kaget. Saya enggak nyangka juga bisa menang. Kan, ini sistemnya Match Play, jadi saya termasuk dalam 140 peserta yang harus lewat babak eliminasi dulu. Terus, diambil 64 orang untuk Match Play. Itu terus dikerucutin jadi 32, 16, 8, hingga 4 final.
Target saya di turnamen itu sebenarnya sampai di 8 besar. Eh, ternyata, lanjut terus sampai final dan bisa jadi juara.
(Match Play adalah bentuk permainan ketika pegolf berhadapan head-to-head dengan lawan dalam pertandingan. Pemain dinyatakan memenangi hole jika menyelesaikannya dalam jumlah pukulan paling sedikit dan dinyatakan memenangkan pertandingan jika memenangi lebih banyak hole daripada sisa yang harus dimainkan.-RED)
ADVERTISEMENT
Bagaimana setelah tahu memenangi kejuaraan yang sama dengan yang pernah dimenangi Tiger Woods?
Bangga, hehehe... Itu kayak bonus ekstra. Sebuah achievement yang besar. Senang sekali bisa menjadi juara.
Apa rahasia sukses menjadi juara di ajang itu?
Saya selama 2020 tak ada turnamen karena pandemi. Lalu dari Januari-Juni 2021, saya latihan bareng teman-teman di Oregon State University Mens Golf Team. Bukan turnamen, tetapi sering sparring sama mereka. Dari situ, saya bisa semakin bagus.
Sebab, teammate saya di sini adalah pemain-pemain top dunia, top amatir dunia. Bukannya tiba-tiba saya jago, tetapi memang berlatih dan dibantu sama teman-teman dan pelatih-pelatih saya di Oregon State ini.
Nah, sebelum turnamen Pacific Northwest Amateur, saya sudah mengikuti tiga turnamen lain. Juli lalu, saya main di Royal Oaks Invitational Tournament masuk 10 besar, Oregon Matchplay masuk 16 besar, dan Silverado Amateur masuk 10 besar.
ADVERTISEMENT
Jadi, sudah ada persiapan. Makanya, saya bisa percaya diri untuk di turnamen Pacific Northwest Amateur.
Bagaimana reaksi keluarga dan teman terhadap hasil juara ini?
Keluarga senang dan bangga. Teman-teman juga banyak yang kasih ucapan selamat lewat DM Instagram.
Bagaimana dengan rintangan yang Anda hadapi sepanjang karier golf sejauh ini?
Kalau sekarang, sih, saya kan sekarang di Oregon State University Mens Golf Team. Jadi, kalau di Amerika Serikat, bisa main di NCAA Division 1 itu sudah berat banget. Tim saya sekarang sudah masuk Top 50 di Amerika Serikat. Pemain-pemainnya kelas dunia semua.
Saya dulu memang pas lagi pilih-pilih kampus, saya melihat tim golf Oregon ini ada di nomor 13 di Amerika Serikat. Saya sudah paham bahwa di Oregon ini bukan hal gampang untuk menjadi pemain inti. Cuma, kalau memang nge-push terus, di sinilah tempatnya. Realitanya enggak gampang.
ADVERTISEMENT
Di Amerika Serikat itu sistemnya kayak gini: setiap tim ada 10 orang, tetapi yang dimainkan di turnamen cuma 5 orang. Dari 10 itu, biasanya diadu dulu. Jadi, kami tuh saling bertanding dulu, misalnya, main 4 hari. Sekarang sih tantangan terberatnya adalah bagaimana caranya masuk 5 besar itu.
Makanya, selama 6 bulan terakhir (Januari-Juni 2021) sebelum Pacific Northwest Amateur, kan tadi saya bilang sparring sama teman-teman saya. Tapi, itu juga bersaing masuk top 5 dari 10 orang, bahkan 12 orang waktu itu. Yang terberat malah persaingan internal, jago-jago mereka.
Itu baru satu tantangan. Nanti, kalau saya sudah masuk di top 5 dan main di turnamen, tantangannya baru lagi. Kami bersaing dengan sekolah-sekolah lain di Amerika Serikat, seperti Stanford (almamater Tiger Woods), Berkeley, dan lain-lain. Mereka masuk area tim saya, kami kalau bersaing sama mereka.
ADVERTISEMENT
(NCAA Division 1 adalah level tertinggi kompetisi antarperguruan tinggi yang disetujui oleh National Collegiate Athletic Association di Amerika Serikat, yang menerima pemain secara global. Golf termasuk cabang olahraga yang dipertandingkan.-RED)
Bagaimana Anda membagi waktu antara golf dan kuliah?
ADVERTISEMENT
Biasanya, sih, saya dari jam 7-12 kuliah dulu. Saya ambil studi Business Administration di Oregon, hehe... yang gampang. Ini kelasnya sudah offline, tatap muka, boleh buka masker juga kalau di sini.
Terus, dari jam setengah 1 sampai jam 3, saya nge-gym. Habis itu, langsung ke lapangan dan latihan golf sampai hari gelap. Sampai rumah, bikin PR. Setiap hari (weekdays) kayak begitu.
Kalau weekend, latihan bebas. Latihan lagi sama teman-teman, tetapi santai dan sambil ketawa-ketawa juga. Intinya, enggak jauh-jauh dari golf.
ADVERTISEMENT
Ayah bilang, Anda punya alergi rumput, seberapa mengganggu?
Hahaha... Itu dulu, sekarang sudah enggak. Sudah hilang. Dulu memang lumayan parah, cuma karena saya anaknya aktif, lama-lama hilang.
(Alfred dulu memiliki alergi rumput yang membuat wajahnya luka-luka usai bermain golf. Namun, ia melawan alerginya demi mimpi menjadi pegolf profesional-RED).
Bagaimana orang-orang di Amerika Serikat memandang Anda sebagai jagoan golf dari Asia/Indonesia?
Sebenarnya, orang-orang di sini enggak kaget-kaget juga, ya. Soalnya, banyak orang Thailand dan Singapura yang bagus. Indonesia sendiri punya Rory Hie yang jago banget. Bukan hal yang baru jadinya.
Siapa sosok 3 pegolf idola Anda?
Rory McIlroy, Tiger Woods, dan sekarang saya lagi ngefan banget sama Collin Morikawa (pegolf Amerika Serikat keturunan Jepang). Soalnya, dia baru lulus kuliah, sudah pernah menang turnamen Major. Saya suka banget sama swing-nya. Maksudnya, dia pukulannya bukan yang terkenal jauh.
ADVERTISEMENT
Biasanya kalau orang-orang Asia kayak saya kan pukulannya enggak jauh-jauh. Beda sama orang Amerika yang tinggi gede dan pukulannya kuat-kuat. Jadi, saya belajar dari permainan Collin Morikawa karena tipe pukulannya enggak jauh, cuma dia bisa bersaing dengan yang badannya gede.
(Collin Morikawa adalah pegolf kelahiran 6 Februari 1997 yang kini berpartisipasi di turnamen profesional, PGA Tour dan European Tour. Dia pernah menjuarai PGA Championship 2020 dan The Open Championship 2021. Dia mewakili Amerika Serikat di Olimpiade 2020.-RED)
Apa target selanjutnya?
Turnamen terdekat dulu, ya, ada California State Fair. Target di situ pengin menang. Masih ada waktu sebulan, saya genjot terus sampai turnamen itu, mulainya 1 September.
Kalau saya, sih, fokus tekun mengasah bakat saya di sini dulu. Kalau dipanggil ya main, kalau enggak ya enggak.
ADVERTISEMENT
Kalau saya bagus di turnamen-turnamen tingkat kampus, ranking dunia saya otomatis bakal naik. Sekarang, saya nomor 980 kalau enggak salah. Untuk tahun 2024, saya targetkan sudah masuk Top 50 atau Top 100.
(Melihat di situs web resmi World Amateur Golf Ranking (WAGR) per 10 Agustus 2021, Alfred Raja Sitohang kini berada di urutan 983 dunia.-RED)
Apa harapan Anda untuk dunia golf di Indonesia?
Sekarang, sih, golf lagi naik daun, ya, di Indonesia. Untuk junior-junior, harapan saya mulai banyak yang main golf. Harapan saya, mulai diperbanyak juga turnamen-turnamen junior.
Kalau di Amerika Serikat, setiap minggu ada turnamen junior. Sebulan bisa ikut tiga kalau rajin. Kalau di Indonesia, satu Indonesia, paling sebulan saya cuma dapat dua. Saya ingat dulu kalau mau turnamen harus terbang dulu ke Surabaya kalau di Jakarta sudah habis.
ADVERTISEMENT