Wawancara Khusus: Bangkit dari Kegagalan ala Deena Kastor

11 Maret 2019 8:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Deena Kastor, Atlet Marathon AS dan peraih medali perunggu olimpiade 2004. Foto: Dewi Rachmat Kusuma/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Deena Kastor, Atlet Marathon AS dan peraih medali perunggu olimpiade 2004. Foto: Dewi Rachmat Kusuma/kumparan
ADVERTISEMENT
“Run in places you love with people you like. Enjoying your surroundings and training partners will strengthen your commitment to running and bring out the best in you.”
ADVERTISEMENT
Hal ini sudah dibuktikan pelari putri Deena Kastor. Sejumlah rekor Amerika Serikat dicatatkan atas namanya seperti nomor marathon, nomor 15 kilometer, dan 8 KM.
Kastor juga merupakan pemegang medali perunggu Olimpiade 2004 dan dua kali memenangkan World Marathon Major (WMM) yakni Chicago Marathon (2005) dan London Marathon (2006). Di usia yang kini menginjak 46 tahun, ibu dari seorang putri itu tetap aktif berlari. Terakhir, dia mengikuti Tokyo Marathon 2019 dengan catatan waktu dua jam, 51 menit.
Bagaimana Deena Kastor mempersiapkan diri mengikuti kejuaraan marathon, bangkit dari kegagalan, dan bagaimana melihat perkembangan dunia lari saat ini, berikut petikan wawancara kumparan bersama Deena Kastor di sela-sela acara peluncuran Asics MetaRide di Tokyo, Jepang, belum lama ini.
ADVERTISEMENT
Atlet Marathon AS yang juga peraih medali perunggu olimpiade 2004 Deena Kastor (tengah) di acara launching sepatu Asics METARIDE di Tokyo, Jepang. Foto: Dewi Rachmat Kusuma/kumparan
Anda adalah salah satu bintang dan masuk dalam sejarah marathon Amerika Serikat dengan segala pencapaian di Olimpiade maupun rekor pribadi pada sejumlah nomor yang hingga saat ini belum bisa dipecahkan pelari mana pun. Bagaimana Anda melihat semua pencapaian itu?
Bagi saya, mencetak rekor merupakan cara mengejar impian yang lebih besar. Seperti ketika berusaha memecahkan rekor Amerika Serikat milik Benoit Samuelson pada 2013. Itu adalah target yang sangat tinggi dan cukup menjadi beban.
Karena itu, saya fokus latihan dan mempersiapkan diri dengan baik. Saya tidur 10 jam setiap malam dan tiga jam di siang hari. Saya juga berlatih dengan jarak sekitar 140 mil per minggu dan mengonsumsi makanan sehat untuk menunjang kondisi tubuh. Saya juga mencatat semua proses dan melihat ada potensi untuk mendukung impian saya bisa berlari lebih cepat.
ADVERTISEMENT
Catatan rekor juga sangat berarti bagi saya ketika mempersiapkan diri menghadapi marathon. Itu bisa menjaga fokus seperti saat turun di London Marathon. Intinya, rekor itu sangat penting dan menjadi motivasi untuk memecahkannya.
Saya bangga dengan semua pencapaian itu. Rekor ini saya harap menjadi motivasi dan suatu hari ada pelari Amerika Serikat yang bisa memecahkannya. Itu berarti ada kemajuan dalam olahraga atletik dan akan sangat bahagia jika deretan rekor itu bisa dikalahkan.
Deena Kastor, Atlet Marathon AS dan peraih medali perunggu olimpiade 2004. Foto: Dewi Rachmat Kusuma/kumparan
Anda meraih medali perunggu di Olimpiade Athena 2004 dan gagal finish di Beijing. Apakah itu merupakan salah satu kegagalan dalam karier atau sebaliknya menjadi motivasi untuk bisa mencatatkan pencapaian lebih baik sehingga mampu mencatatkan rekor dunia?
Semua atlet pasti bangga dengan prestasi mereka. Kita memang berjuang untuk meraih kemenangan tapi pada akhirnya lebih sering gagal. Menang memang terasa membanggakan tetapi kalah justru memberikan kita motivasi untuk berbuat lebih baik lagi. Kuncinya adalah jadikan kegagalan sebagai pemicu untuk terus maju dan jangan larut dalam kegagalan.
ADVERTISEMENT
Di usia Anda yang sudah tidak muda lagi, apa yang memotivasi Anda untuk tetap terlibat dalam olahraga marathon? Apa yang belum dan masih ingin Anda capai saat ini?
Dalam hidup, selalu ada yang ingin kita raih. Kecepatan saya dalam berlari mungkin tidak seperti dulu. Tetap menekuni marathon di usia 46 adalah tentang kedisiplinan dan menumbuhkan optimisme melalui olahraga. Jika berlari dapat membuat pikiran dan tubuh sehat, akan saya lakukan. Disiplin dan tetap positif sangat dibutuhkan dalam hidup. Saya berharap, tahun ini masih bisa berlomba di Berlin Marathon dan melengkapi koleksi enam medali World Marathon Major (WMM).
Petinggi Asics dan Atlet Marathon AS yang juga peraih medali perunggu olimpiade 2004 Deena Kastor (kedua dari kiri) di acara launching Asics METARIDE, di Tokyo, Jepang. Foto: Dewi Rachmat Kusuma/kumparan
Bagaimana Anda melihat keberadaan keluarga dalam kaitan anda dengan olahraga marathon? Bagaimana Anda menjalani peran sebagai seorang ibu untuk Piper sekaligus menjaga kebugaran?
ADVERTISEMENT
Dalam mencapai tujuan pribadi, penting untuk menemukan keseimbangan dalam hidup. Menjadi atlet sekaligus seorang ibu pada awalnya menjadi tantangan yang berat. Tapi ternyata peran menjadi ibu itu alamiah. Piper masih bersekolah dan saya seorang atlet. Tapi ketika pulang ke rumah, peran saya adalah seorang ibu.
Sebagai presiden dari Mammoth Track Club, bagaimana Anda memberikan pelatihan sekaligus menularkan virus-virus positif lari marathon kepada masyarakat luas utamanya di negara-negara berkembang di Asia maupun Afrika?
Suami saya, Andrew Kastor adalah sosok pelatih yang hebat. Tetapi, sebagai seorang atlet, peran saya adalah mengajak semua orang yang saya temui untuk berolahraga terutama lari. Apakah itu saat mengunjungi sekolah, di pesawat, dalam pertemuan bisnis atau kejuaraan. Saya melakukannya sesuai kemampuan demi keluarga, negara, dan olahraga ini. Saya pribadi menemukan kegembiraan dalam berlari dan berharap orang lain mendapatkan gairah serupa dalam hidup mereka.
ADVERTISEMENT
Deena Kastor, Atlet Marathon AS dan peraih medali perunggu olimpiade 2004. Foto: Dewi Rachmat Kusuma/kumparan
Pelari-pelari dari Asia masih sangat sulit bersaing dengan atlet-atlet dari Amerika maupun Afrika baik di Olimpiade maupun kejuaraan dunia. Menurut Anda, apa kelebihan pelari Asia yang bisa dimaksimalkan untuk bisa bersaing dengan pelari dunia?
Pelari Asia sangat dihargai di kejuaraan profesional. Kedisiplinan dan dukungan dari federasi setiap negara menjadi modal penting yang harus dimaksimalkan untuk siap menghadapi kejuaraan dunia dan Olimpiade. Itu sudah menjadi tradisi dan berlanjut hingga saat ini.
Bagaimana Anda melihat perkembangan dunia marathon maupun peta persaingan atlet-atlet dalam mempersiapkan diri untuk menghadapi Olimpiade Tokyo 2020. Dari sudut pandang dan pengalaman Anda mempersiapkan diri, akan seperti apa peta perolehan medali di Tokyo tahun depan?
Saya belum bisa memprediksi akan seperti apa peta persaingan di Olimpiade 2020 Tokyo nanti. Satu yang saya tahu, untuk menembus panggung dunia, dibutuhkan dedikasi yang besar.
ADVERTISEMENT
Saat ini, kejuaraan marathon untuk kelompok putra adalah tentang mencetak rekor dunia baru. Sementara di kelompok pelari putri, ada peluang untuk memecahkan rekor dunia. Saya melihat, marathon Olimpiade 2020 bakal berjalan menarik karena faktor cuaca panas juga sangat berpengaruh.
Bagaimana Anda melihat dengan banyaknya pelari rekreasi saat ini dengan intentitas latihan yang secukupnya. Apa pesan Anda untuk mereka?
Saya pikir, mayoritas pelari rekreasi selalu ingin mendapatkan lebih dalam rutinitas latihan atau pun lomba. Hal terbaik yang bisa dilakukan untuk mencapai itu adalah beristirahat yang cukup atau tidur lebih cepat pada malam hari.
Tubuh akan melakukan regenerasi dan memperbaiki sel-sel yang rusak ketika kita tidur. Tapi kebanyakan dari kita tidak mendapatkan itu karena kesibukan sehari-hari. Bagi saya, tidur yang cukup akan membuat tubuh Anda siap untuk menerima menu latihan. Kuncinya hanya itu dan Anda akan melihat kemampuan berlari pasti akan berkembang.
ADVERTISEMENT
Terakhir, apa yang membuat Anda mencintai olahraga lari?
Menjelajahi tempat baru membuat saya jatuh cinta dengan lari. Ketika latihan mulai terasa membosankan, saya akan menjelajahi rute baru dan itu memperbarui semangat lari. Saya senang sekali bisa menemukan atau mendatangi tempat-tempat baru.