Wawancara Luis Leeds: Pernah Kerja di Toko Suvenir demi Biaya Balapan

22 November 2019 15:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Luis Leeds paham betul balap mobil merupakan olahraga berbiaya mahal. Bahkan, teramat mahal untuk ukuran keluarganya--yang diakui bukan berasal dari keluarga kelas atas.
ADVERTISEMENT
Pemuda 19 tahun ini bahkan sempat jatuh bangun guna merajut asa menjadi pebalap kelas dunia. Cobaan terberat hadir saat ia berusia 17 tahun. Pada 2017, ayahnya kehilangan pekerjaan ketika itu. Praktis, dana yang selama ini dialokasikan untuk membalap Luis langsung terhenti.
Meski demikian, Luis tak patah arang. Pemilik nama lengkap Luis Willim Mahendra Leeds ini mengaku pernah bekerja di toko suvenir untuk membantu keuangan keluarganya.
"Pada pengujung 2017, saya tidak membalap dan saya tidak punya kontrak untuk musim 2018. Saya masih 17 tahun, apa yang mesti saya lakukan? Saya bisa saja menyerah, tapi saya bertekad untuk terus melanjutkan langkah saya," ujar Luis dengan mata berkaca-kaca.
Kerja kerasnya membuahkan hasil manis. Dua tahun berselang dari pergumulannya, ia berhasil menjuarai Australian Formula 4 Championship 2019 dengan naik podium 17 kali dari 18 kali balapan.
ADVERTISEMENT
Kini, Luis mencoba merangkai mimpi lebih tinggi dengan menembus Formula 1 pada 2023 mendatang. Tak hanya itu, dalam perbincangan dengan kumparan, Luis juga mengaku ingin naik podium dengan bendera Indonesia. Mari simak wawancara Luis Leeds berikut ini.
Luis Leeds saat melakukan sesi foto di kumparan. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Bagaimana hasil pertemuan dengan Menpora Imam Nahrawi pada dua bulan lalu? Adakah jawaban yang diberikan oleh Menteri ketika itu?
Pertemuan pertama berlangsung sangat bagus. Sangat produktif. Mereka menunjukkan ketertarikannya untuk mendukung ambisi saya untuk menjadi juara Formula 1. Sayangnya, semua orang tahu apa yang terjadi setelah pertemuan. Tapi, saya di sini, kembali ke Indonesia untuk menindaklanjuti dan membuat impian saya menjadi kenyataan.
Berapa lama jeda waktu dari pertemuan pertama sampai hari ini? Benarkah tidak ada tindaklanjut selama itu?
ADVERTISEMENT
Pertemuannya tepat 51 hari yang lalu. Jadi, di titik ini kami hanya ingin menindaklanjuti semuanya, kami ingin mengembalikan segalanya ke jalurnya. Semua kompetisi saya dijalankan di Eropa dan saya berada di sini bukan sesuatu yang bagus karena saya tidak bisa mempersiapkan musim 2020 dan 2021. Tapi, kami ingin membuat situasi menjadi lebih baik.
Apa yang membedakan 51 hari bagi seorang pebalap?
Semuanya. Dalam balapan, kami mencari sepersepuluh detik. 1/10 detik setiap hari selama 51 hari. Saya jauh di belakang. Jadi, saya menaruh banyak perhatian pada detail dengan semua yang saya lakukan. Saya memang sedikit perfeksionis. Sayangnya, saya berada dalam situasi di mana saya perlu mengejar ketinggalan, yang berarti saya hanya perlu berlatih lebih keras daripada orang lain. Untuk itulah saya di sini. Saya ingin menjadi yang terbaik. Itu yang harus saya lakukan. Jadi, saya bersedia menerimanya.
ADVERTISEMENT
Banyak pendapat yang menyatakan kamu tidak perlu kembali ke sini dan meninggalkan Australia dengan segala keuntungan yang telah didapat. Mengapa kamu mau kembali ke Indonesia?
Momen kedekatan Luis Leeds dengan ibunya Maria Parker saat di kumparan. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Ada banyak alasan. Bahkan saya bisa duduk di sini seharian dan berbicara tentang mengapa saya mencintai Indonesia dan mengapa saya terinspirasi untuk pulang ke rumah. Nah, yang terbesar adalah ketika kakek saya sakit beberapa tahun lalu. Itu adalah momen yang sangat pribadi dan membuat saya berpikir sendiri dalam seluruh karier balap saya bahwa saya selalu memiliki bendera Indonesia, tetapi saya tidak pernah berdiri di podium dengan bendera Indonesia di belakang.
Jadi, saya bilang 'Oke, saya akan menjadi juara dunia, saya akan berdiri di atas podium itu, dan kali ini ada bendera Indonesia di belakang saya.' Saat itu akhir 2018 ketika saya membuat keputusan, ibu saya sempat tidak percaya ketika saya bilang saya akan balapan sebagai orang Indonesia. Saya menyelesaikan musim 2018 sebagai juara Australia. Jadi, sekarang saatnya saya memberikan pengakuan kepada Indonesia bahwa saya merasa saya layak dan di sinilah saya.
ADVERTISEMENT
Fans kamu pernah membuat petisi, bagaimana kamu menilainya?
Itu luar biasa. Saya ingat, saya sedang berada di kamar. Saya baru mau tidur, tapi tiba-tiba seseorang mengirimi saya tautan di Facebook. Saya melihatnya, dan ada petisi sebagai aspirasi kepada Presiden Jokowi. Orang-orang melakukan ini untuk saya dan mendukung dengan begitu cepat setelah hanya dalam satu kunjungan ke Jakarta. Itu luar biasa. Ini meyakinkan saya bahwa keputusan ini adalah yang tepat bagi saya.
Ketika nantinya kamu menjadi WNI, keuntungan apa yang kamu tidak akan dapatkan dibandingkan dengan Australia?
Saya sudah menjadi WNI. Tidak masalah menjadi WNI atau memilih antara kewarganegaraan Australia dengan Indonesia dalam hubungannya dengan keuntungan atau kerugian. Saya memang tidak membalap untuk negara dimana saya dibesarkan, tapi saya sejujurnya...saya tidak punya perasaan apa yang akan hilang, bagi saya ini akan menjadi apa yang akan saya dapatkan, apa yang akan kita dapatkan.
Luis Leeds saat melakukan sesi foto di kumparan. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Bagaimana dengan infrastruktur yang dimiliki di Indonesia ketimbang di Australia yang terasa lebih lengkap?
ADVERTISEMENT
Ketika saya berkunjung ke Jakarta, saya tidak percaya betapa indahnya kota ini. Saya berjalan-jalan, orang-orangnya baik, jalanan bersih, pusat perbelanjaan meskipun terlalu mahal bagi saya, itulah kualitas kota ini. Sehubungan dengan infrastruktur untuk saya berlatih dan pengembangan balapan saya, saya belum tahu, tapi itu risiko yang akan saya ambil.
Hanya ada 22 pebalap di Formula 1. Di Indonesia, berarti menjadi salah satu dari mereka, saya seorang diri, dan itu adalah prestasi yang luar biasa. Apalagi untuk melihat keberhasilan dan dukungan dalam enam bulan. Bayangkan selama 10 tahun. Itu akan luar biasa.
Tujuan saya, impian saya, adalah Indonesia bisa menggelar Grand Prix Formula 1. Saya sebenarnya ingin membawa motorsport ke Indonesia. Saya ingin anak-anak mengikuti bagian yang sedang saya coba bangun sekarang, di mana mereka bermimpi menjadi seperti saya di dunia balap dan berusaha untuk balapan di Formula 1. Saya bermimpi bahwa anak-anak mencoba balap gokart, saya bermimpi bahwa anak-anak Indonesia lebih banyak lagi berpartisipasi di F4, F3, dan F2.
ADVERTISEMENT
Ada spekulasi yang mengatakan karier kamu sebagai pebalap di Australia sudah mentok, makanya kamu datang ke Indonesia, benarkah?
Tidak, itu berita bohong. Tahun ini saya juara F4 dari 19 pebalap, saya memenangi setiap balapannya. Saya memenangi setengah musim balapan. Saya pernah membalap untuk tim Red Bull pada 2016, finis posisi ketiga di British Formula Championship melawan pebalap terbaik dunia. Orang yang menjuarai itu akan melanjutkan kompetisinya di F3 dan kemudian ke F2, saya seharusnya ada di tahapan itu. Sayangnya, satu-satunya alasan kenapa saya saya tidak bisa berada di F3 atau F2, karena ayah saya yang membiayai karier saya kehilangan pekerjaannya pada akhir 2017. Sayangnya, motorsport memang olahraga yang sangat mahal, untuk berkompetisi di F2, dana yang dibutuhkan sekitar 2-3 juta euro, itu hanya untuk satu musim. Dan, F3 sekitar 1-2 juta euro. Memang bukan olahraga yang hanya membutuhkan diri sendiri, tapi kamu perlu sponsor, uang, dan dukungan dari pemerintah, ini sangat unik, dan orang terkadang tidak bisa mengerti situasi secara jelas dan saya di sini untuk memberitahu kamu faktanya.
ADVERTISEMENT
Apa yang membuat kamu yakin jika pindah ke Indonesia, kamu akan mendatangkan lebih banyak sponsor dan sponsor juga lebih tertarik mendekati kamu?
Saya tidak terlalu yakin kalau jadi WNI bakal dengan mudah mendatangkan sponsor. Itu bukan alasan saya memilih Indonesia. Alasan saya memilih Indonesia adalah untuk bikin kakek saya bahagia. Saya tidak peduli tentang sponsor, tentang siapa yang mendukung saya. Tentu saja saya ingin orang-orang memberikan dukungan dengan cara positif.
Luis Leeds bersama Managernya Stuart Sutcliffe saat melakukan sesi foto di kumparan. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Olahraga balap mobil bukan olahraga populer di Indonesia, tidak seperti bulutangkis dan sepak bola, kamu yakin bakal dapat dukungan dari Indonesia?
Saya ingin fans sejati yang mendukung saya karena mereka suka olahraga ini, karena mereka menyukai apa yang saya lakukan. Saya tidak bisa membayangkan orang-orang mendukung saya hanya karena saya orang Indonesia. Saya pengin fans yang otentik.
ADVERTISEMENT
Bagaimana dengan berbagai komentar yang mempertanyakan mengapa kamu tidak berbicara Bahasa Indonesia?
Oke, saya akan menjelaskannya. Ketika saya kecil saya tinggal di kampung bersama ibu saya, saya berbicara Bahasa Indonesia sebelum Bahasa Inggris. Ketika kami pindah ke Melbourne, saya sekolah dan gurunya memberitahu ibu saya bahwa saya harus menunggu setahun karena saya tidak bisa berbahasa Inggris dan terus berbicara dengan Bahasa Indonesia. Ketika saya mengeja, saya eja ‘A (Ei)’ dengan A (E). Sekarang, saya tidak bisa berbahasa Indonesia karena sudah tinggal di Australia sejak usia 7 atau 8 tahun, saya ingin pulang dan tinggal di Indonesia, saya harus cari banyak guru untuk mempercepat perkembangan bahasa saya. Ibu dan saya coba berbahasa Indonesia di rumah, tapi sulit buat saya. Saya pembelajar yang buruk karena memang selalu memikirkan balapan.
ADVERTISEMENT
Dengan berbagai tudingan, kamu tetap optimistis. Apakah kamu melihat ini adalah kesempatan untuk membuktikan bahwa semua orang bisa melakukan apa pun?
Ini mimpi saya untuk menjadi F1 driver dan tidak ada yang bisa menghalangi jalan untuk menghentikannya. Saya sekarang berumur 19 tahun dan udah membalap sejak umur 12 tahun. Pada 2015 saya memenangi F4 di Mexico Grand Prix, ketika saya umur 15 tahun, saya meraih pole position dengan waktu yang lebih cepat 1,4 detik daripada siapa pun di lintasan. Pada 2016 saya membalap bersama Red Bull. Saya meninggalkan para fans, keluarga, ketika berumur 15 tahun, hanya untuk mencoba menjadi driver F1. Tapi di pengujung musim, Red Bull bilang bahwa saya tidak bisa masuk ke dalam program mereka. Ketika itu, saya berpikir bahwa mimpi saya selesai, saya menyerah, dan akan kembali ke sekolah, pesta di rumah, main bersama kawan-kawan dan keluarga. Tapi, saya katakan 'tidak', ini tidak terjadi, saya bakal tetap berjuang menjadi pebalap F1. Saya tidak peduli apa yang orang-orang katakan.
ADVERTISEMENT
Pada 2017, ayah saya keluarkan banyak uang, hanya untuk memberi saya kesempatan lainnya. Tapi, pada akhirnya dia kehilangan pekerjaannya. Itu tidak cuma berdampak tentang bagaimana karier balap sayap, tapi juga tentang hidup kami, bagaimana adik-adik saya mesti sekolah, bagaimana kami makan, bagaimana kami membayar rumah, dan lainnya.
Lalu, saya bekerja di toko suvenir hanya untuk membantu ayah saya. Coba untuk menutupi segala pembiayaan. Namun, sehari-hari saya bahkan tidak bisa mendapat 100 dollar Australia untuk balapan saya. Jadi, di pengujung 2017, saya tidak membalap. Saya tidak punya kontrak untuk 2018. Saya masih 17 tahun, apa yang mesti saya lakukan? Saya bisa menyerah, tapi saya terus berjuang.
Momen kedekatan Luis Leeds saat memeluk ibunya Maria Parker saat di kumparan. Foto: Melly Meiliani/kumparan
Kalian boleh menutup pintu untuk saya. Tapi, saya bakal cari pintu lain dan membukanya. Lalu, saya mencoba pergi dari satu bisnis ke bisnis lain. Saya mengirim 200 email ke banyak perusahaan untuk meminta dukungan mereka. Sejak saat itu sampai April atau Maret 2018, saya menghabiskan waktu buat mencari sponsor sampai akhirnya saya mendapatkannya.
ADVERTISEMENT
Saya pergi dari satu pintu ke pintu lain. Saya menangis, sangat sering malah. Bagaimana caranya bisa jadi jawara F1, jika saya bahkan tidak bisa membalap. Saya bukan dari keluarga kaya yang bisa membayar 2 juta dollar Australia untuk membalap. Saya berasal dari kampung ibu saya yang mencoba untuk mencapai tujuan, yang bahkan orang kaya pun tidak bisa mencapainya.
Ibu kamu bilang kalau kamu kehilangan masa remaja, apakah ada rasa menyesal?
Tidak. Saya sejujurnya kayak pernah coba membandingkan dengan orang lain. Berada di F1 nantinya bukan tentang kesuksesan saya, bukan tentang uang yang saya hasilkan. Jadi saya tidak menyesal sama sekali karena apa yang saya coba lakukan lebih dari sekadar hidup saya. Apa yang saya coba lakukan adalah untuk menginspirasi talenta-talenta muda Indonesia, talenta-talenta Australia. Tidak peduli apa yang terjadi, kalian bisa melakukannya. Entah itu sepak bola, bernyanyi, menari, atau apa pun. Kalian bisa melakukannya.
ADVERTISEMENT