Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
"Kenapa tidak sekalian kalian beri saja dia seratus poin supaya kita bisa cepat-cepat pulang?!"
ADVERTISEMENT
Darrall Imhoff sama sekali bukan pebasket sembarangan. Walau tak pernah memenangi satu pun gelar NBA, pemain satu ini sebelumnya sudah sempat berjaya di level universitas.
Imhoff lahir pada 1938 di San Gabriel, California, dan setelah bersinar bersama tim SMA-nya, dia berhasil menembus tim basket University of California, Berkeley. Di situ, Imhoff sebenarnya bukan pemain terbaik karena dia bukan salah satu dari mereka yang mendapat beasiswa. Namun, ketika sudah diberi kesempatan berlaga di lapangan, Imhoff tak pernah mengecewakan.
Selama menjadi bagian dari UC Berkeley, Imhoff punya dua prestasi membanggakan. Pertama, tentu saja, adalah gelar juara NCAA yang diraihnya pada 1959, dan kedua, bagaimana dia dua kali terpilih menjadi atlet All-American. Hal inilah yang kemudian membuatnya terpilih masuk ke tim Olimpiade Amerika Serikat pada 1960.
ADVERTISEMENT
Ketika itu, Imhoff sudah lulus dari UC Berkeley dan Olimpiade adalah pintu masuknya menuju dunia basket profesional. Kala itu, Amerika Serikat memang tidak mengirim para pebasket terbaiknya ke ajang tersebut dan sebagai gantinya, pemain-pemain terbaik dari kancah NCAA-lah yang diajukan. Imhoff, bersama nama-nama seperti Oscar Robertson dan Jerry West, berhasil meraih medali emas dalam gelaran di Roma tersebut.
Usai Olimpiade, Imhoff kemudian menjadi pilihan ketiga dalam draft NBA 1960. New York Knicks menjadi tim yang beruntung mendapatkan jasanya.
Namun, di Knicks, Imhoff tak langsung mendapatkan tempat utama. Pasalnya, di tim dari Big Apple tersebut, dia masih harus bersaing dengan center utama Knicks, Phil Jordon, yang berusia lima tahun lebih tua darinya. Walau begitu, Jordon bukanlah sosok yang betul-betul bisa diandalkan dan itu semua mencapai puncaknya pada 2 Maret 1962.
ADVERTISEMENT
2 Maret 1962, New York Knicks harus bertandang ke Hershey, Pennsylvania, untuk meladeni salah satu tim terbaik NBA, Philadelphia Warriors yang merupakan cikal bakal Golden State Warriors. Knicks ketika itu adalah salah satu tim terburuk NBA. Dengan rekor 27-45, mereka harus berhadapan dengan Warriors yang punya 46-29. Mereka adalah David dan Warriors adalah Goliath.
Buruknya rekor mereka itu kemudian diperparah dengan fakta bahwa Jordon tidak bisa bermain. Versi resminya, Jordon absen karena mengalami flu. Akan tetapi, banyak orang yang percaya bahwa sebenarnya, pebasket berdarah Native American itu ditinggal di New York karena baru selesai mabuk-mabukan.
Jadilah kemudian pelatih Knicks, Eddie Donovan, memberikan pos center utama kepada Imhoff. Pertimbangannya, di antara dua center yang ada, Imhoff dan Cleveland Buckner, Imhoff-lah yang lebih senior. Kala itu, Imhoff sedang menjalani musim kedua di NBA, sementara Buckner adalah seorang rookie.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, malam itu, di hadapan 4.124 pasang mata, Imhoff harus berhadapan dengan salah satu pebasket terbaik sepanjang masa. Namanya Wilt Chamberlain dan musim itu adalah musim ketiganya berlaga di NBA. Imhoff yang satu kaki lebih pendek dibanding Chamberlain dibuat benar-benar tak berkutik. Malam itu, Darrall Imhoff melakoni pertandingan tersulit sepanjang kariernya.
***
Wilt Chamberlain adalah putra asli Philadelphia. Dia punya delapan saudara kandung dan meski sakit-sakitan ketika kecil, Chamberlain tumbuh menjadi seorang atlet berbakat.
Awalnya, pilihan utama Chamberlain bukan basket, melainkan atletik. Bagi Chamberlain muda, basket adalah olahraga untuk orang-orang cemen. Walau begitu, sebagai putra asli Philly, dia tak bisa mengkhianati kotanya. Di Philly, basket adalah raja dan dia pun akhirnya menyerah pada situasi itu.
ADVERTISEMENT
Sebagai pebasket, hampir tak ada yang bisa menandingi kemampuan Chamberlain dalam mencetak angka dan mencatatkan rebound. Secara natural, dengan posturnya yang menjulang seperti itu, Chamberlain memang punya keunggulan. Namun, itu semua tak ada artinya tanpa teknik yang memadai. Kalau tak percaya, tanya saja Shawn Bradley.
Chamberlain adalah mesin angka. Dia dapat dengan mudah menceploskan bola ke dalam ring hanya dengan sentuhan lembut dan kalau boleh jujur, dengan kekuatan yang dimilikinya, satu-satunya cara bagi Chamberlain untuk menceploskan bola memang hanya dengan sentuhan lembut. Belakangan, cara Chamberlain menceploskan bola itu disebut finger roll. Walau begitu, pemain satu ini punya satu kelemahan yang begitu masyhur: Dia adalah penembak bebas yang sangat, sangat buruk.
ADVERTISEMENT
Kekuatan Chamberlain itulah yang menjadi alasan di balik buruknya lemparan bebasnya. Sebabnya, di situ dia tidak bisa hanya memberikan sentuhan, melainkan harus benar-benar menembak dan kerapkali, dia kesulitan mengontrol kekuatan naturalnya itu.
Untuk mengakali hal itu, pada masa SMA, Chamberlain sempat bereksperimen. Memanfaatkan longgarnya aturan lemparan bebas kala itu, Wilt the Stilt melakukan lemparan bebas dengan cara melompat dari garis batas untuk kemudian melakukan dunk. Hal itu sempat dia lakukan satu kali pada pertandingan resmi di kancah universitas dan itu pulalah yang kemudian menicu perubahan aturan pada lemparan bebas.
"Dunk bebas" Chamberlain itu dilakukannya untuk Kansas Jayhawks pada sebuah pertandingan menghadapi Kansas State. Tex Winter, pelatih Kansas State, yang kebetulan memiliki jabatan di NCAA kemudian memutuskan untuk melakukan sesuatu. Jadilah kemudian lemparan bebas wajib dilakukan dengan tembakan tanpa boleh melewati garis batas.
ADVERTISEMENT
Namun, itu semua tak menghalangi Chamberlain untuk terus mendulang poin. Tak ada lemparan bebas pun tak jadi soal karena lewat open play-pun dia masih bisa terus mendulang angka.
Chamberlain akhirnya lulus dari universitas pada 1958. Namun, di situ dia tidak bisa langsung berkecimpung di NBA karena kala itu, aturannya memang tidak memungkinkan. Ketika itu, pemain yang baru lulus dari universitas memang tidak boleh langsung masuk ke sana dan Chamberlain pun kemudian memutuskan untuk bergabung dengan Harlem Globetrotters terlebih dahulu.
Harlem Globetrotters sendiri tidak bermain di ajang kompetitif. Tim yang dibentuk pada 1926 itu adalah tim basket hiburan. Di sana, para pemain melakukan trik-trik nyeleneh yang tidak akan ditemukan di ajang kompetitif. Mereka pun hanya bertanding di laga-laga ekshibisi.
ADVERTISEMENT
Setahun setelah bermain untuk Globetrotters, Chamberlain baru melompat ke NBA dan tim yang beruntung mendapatkannya ketika itu adalah Philadelphia Warriors.
***
2 Maret 1962, Hershey Sports Arena, Hershey, Pennsylvania.
Pertandingan ini sama sekali tidak dianggap sebagai pertandingan besar. Warriors memang dianggap terlalu kuat bagi Knicks dan hasilnya, animo penonton pun tak terlalu besar. Hershey Sports Arena ketika itu hanya terisi separuhnya dan tak ada satu pun wartawan dari New York yang datang meliput. Pertandingan itu pun cuma disiarkan lewat siaran radio.
Wilt Chamberlain bukan satu-satunya pemain besar di tim Warriors kala itu. Bersamanya, turut hadir pula Paul Arizin dan Al Attles. Namun, di antara ikan-ikan besar itu, Chamberlain tetap terlihat bak raksasa.
ADVERTISEMENT
Chamberlain datang ke pertandingan itu dengan rekor fantastis. Sebelumnya, dia sudah mencatatkan rata-rata 50,1 poin dan 25 rebound per pertandingan. Tentunya, mengharapkan Chamberlain untuk bersinar di laga itu sama sekali tidak berlebihan. Akan tetapi, yang kemudian terjadi sama sekali tetap sulit sekali dicerna akal sehat.
Knicks, meski merupakan salah satu tim terburuk di liga, sebenarnya mampu memberikan perlawanan sengit. Dipimpin Willie Naulls dan Richie Guerin, Knicks sempat membuat Warriors ketar-ketir di kuarter kedua. Akan tetapi, sekali lagi, Chamberlain bukan manusia biasa.
Pada dasarnya, ini adalah pertandingan antara Wilt Chamberlain melawan New York Knicks. Dari daftar statistik pascalaga, terlihat bagaimana ratanya perolehan poin di antara pemain Knicks. Selain Naulls dan Guerin, Buckner yang masuk menggantikan Imhoff pun mampu mencetak lebih dari 30 angka. Tetapi, anak-anak Philly punya rencana lain. Mereka dengan sengaja memberikan hampir semua bola kepada Chamberlain.
ADVERTISEMENT
Darrall Imhoff sedari awal sudah kewalahan menghadapi Chamberlain dan akhirnya, dia pun hanya bermain selama 20 menit saja karena terkena foul out. Imhoff pun kesal karena segala upaya yang dia lakukan untuk mencegah Chamberlain mencetak poin justru berbuah negatif. Pada saat wasit memberikan foul ketiga untuknya, Imhoff kemudian berseru, "Kenapa tidak sekalian kalian beri saja dia seratus poin supaya kita bisa cepat-cepat pulang?!"
Apa yang dikatakan Imhoff itu tentu saja adalah sarkasme. Akan tetapi, itulah yang kemudian menjadi kenyataan. Wilt Chamberlain berhasil mencetak 100 poin pada pertandingan tersebut. Philadelphia Warriors menang dengan skor 162-147 dan lebih dari separuh poin Warriors dicetak sendirian oleh Chamberlain.
Dari catatan statistik terlihat sekali bagaimana pertandingan itu memang berpusat pada Chamberlain. Untuk mencetak 100 poin itu, Chamberlain harus membukukan 63 upaya field goal plus 32 upaya dari lemparan bebas. Dari sana, dia sukses membukukan 36 field goal dan 28 lemparan bebas. Selain itu, pencetak poin terbanyak kedua Warriors, Al Attles, pun raihan poinnya cuma mentok di angka 17.
ADVERTISEMENT
Bahwa Chamberlain mampu mencetak 36 field goal dari 63 upaya, itu sebenarnya tidak mengejutkan. Namun, untuk lemparan bebas, ceritanya lain. Pasalnya, sebelum pertandingan ini, Chamberlain hanya mampu mencatatkan persentase keberhasilan lemparan bebas sebanyak 51%. Di laga ini, persentase keberhasilannya mencapai 87,5%.
Walau begitu, menurut kesaksian Attles kepada The Undefeated, Chamberlain yang kala itu masih jadi sosok pemalu sebenarnya merasa tidak nyaman dengan keberhasilannya itu. Akan tetapi, kawan-kawannya tak peduli. Tujuan mereka berhasil dan mereka pun menjadi pihak yang paling bersemangat merayakan keberhasilan Chamberlain.
Sayangnya, karena pertandingan itu tak disiarkan televisi, tak banyak yang mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di sana. Padahal, menurut kesaksian mereka yang berada di sana, laga tersebut tidaklah sehebat yang dibayangkan dan dikisahkan.
ADVERTISEMENT
Memang benar bahwa 100 poin Chamberlain itu adalah rekor yang belum mampu dipecahkan sampai saat ini dan rasanya takkan mungkin terpecahkan. Kobe Bryant pada 2006 lalu sempat melakukan hal nyaris serupa, tetapi pada pertandingan melawan Toronto Raptors itu, raihan poin Black Mamba masih terpaut 19 dari catatan milik Chamberlain. Untuk itu, nama Chamberlain pun bakal abadi. Akan tetapi, pertandingan antara Warriors dan Knicks itu sendiri sebenarnya tak elok untuk disaksikan.
Pada kuarter keempat, para pemain Warriors benar-benar makin getol untuk mencoba memberikan Chamberlain poin keseratusnya. Di saat yang bersamaan, para pemain Knicks pun berupaya sekuat tenaga untuk mencegahnya. Hasilnya, panen pelanggaran pun terjadi. Bahkan, pelatih Warriors kala itu, Frank McGuire, sampai dengan sengaja memainkan seluruh pemain cadangannya demi melanggar pemain-pemain Knicks dan memberikan bola kepada Chamberlain. Namun, itu semua tetap tak mampu menutupi sinar Wilt Chamberlain yang masih benderang bahkan sampai detik ini.
ADVERTISEMENT
***
Wilt Chamberlain wafat pada 1999 silam. Setelah Warriors berpindah kota ke San Francisco, dirinya tetap bertahan di Philadelphia untuk memperkuat tim anyar mereka, 76ers. Semua itu dia lakukan sampai 1968 sebelum hijrah ke Los Angeles Lakers sampai pensiun pada 1973.
Selama berkarier di NBA, Wilt Chamberlain berhasil menjadi juara sebanyak dua kali. Sekali bersama 76ers tahun 1967 dan sekali bersama Lakers pada 1972. Dia pun berhasil menjadi Most Valuable Player sebanyak empat kali dan terpilih di NBA All-Star sebanyak 13 kali. Dari sana, dia kemudian menemukan rivalitas dengan center Boston Celtics, Bill Russell. Selama bermain, Chamberlain juga terlibat dengan aktivisme sosial di mana dia adalah figur prominen dari Black Panther.
ADVERTISEMENT
Memasuki dekade 1990-an, Chamberlain mulai kerap mengalami masalah pada jantungnya dan akhirnya, pada 1999, kondisinya semakin memburuk. Chamberlain pun sempat kehilangan berat badan sampai 25 kg sebelum akhirnya meninggal di Bel Air, California.
Nama Chamberlain sendiri sudah diabadikan dalam Hall of Fame basket Amerika pada 1978. Kemudian, pada 2006, dia juga dimasukkan dalam Hall of Fame basket universitas. Nomor punggung kesayangannya, 13, kini telah dipensiunkan oleh semua tim yang pernah dia perkuat, mulai dari Jayhawks, Warriors, 76ers, sampai Lakers.
Dunia basket sendiri, dalam perkembangannya, sudah kedatangan banyak nama besar lain, mulai dari Kareem Abdul-Jabbar, Magic Johnson, Larry Bird, Michael Jordan, Kobe Bryant, Shaquille O'Neal, sampai LeBron James dan Stephen Curry. Akan tetapi, Wilt Chamberlain adalah Wilt Chamberlain dan sampai kapan pun, takkan ada sosok lain seperti dirinya.
ADVERTISEMENT