Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Wimbledon 2018: Serena Datang, Menang, dan ke Final
13 Juli 2018 8:56 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
ADVERTISEMENT
Di ranah tenis, Serena Williams tak punya aturan karena dia sendirilah aturan itu. Usia yang sudah menginjak 36 tahun, masa pemulihan fisik dari cuti hamil, dan masalah pembekuan darah setelah melahirkan, menjadi alasan bagi banyak orang untuk menilai bahwa langkahnya di Wimbledon 2018 tak bertahan lama.
ADVERTISEMENT
Namun, Serena adalah Serena. Ia mengayun raket untuk merebut kemenangan, bukan menjawab ekspektasi banyak orang. Saat unggulan-unggulan macam Caroline Wozniacki, Simona Halep, Sloane Stephens, Venus Williams, Maria Sharapova, dan Garbine Muguruza berguguran, Serena tetap bertanding. Keberhasilannya mencapai final Wimbledon seolah menjadi pembalasan dari kegagalannya melewati babak perempat final Prancis Terbuka 2018 akibat cedera.
Kepastian Serena menjejak ke partai puncak didapat setelah mengalahkan petenis asal Jerman, Julia Goerges, di babak semifinal. Laga yang digelar pada Kamis (12/7/2018) di Center Court The All England Lawn Tennis and Croquet Club, Inggris, itu ditutup dengan kemenangan 6-2, 6-4 untuk Serena.
Secara hitung-hitungan statistik pertandingan, Serena unggul dalam segala hal. Mulai dari torehan 5 ace-nya (berbanding 2 milik Goerges), 4 break point yang dimenangi (berbanding 2 dengan Goerges), hingga 60 poin yang dimenangi (berbanding 40 milik Goerges). Intinya, Serena menguasai laga.
ADVERTISEMENT
Keberhasilannya mencapai babak final ini menjadi angin segar bagi perjalanan kariernya sendiri. Tak hanya gagal di Prancis Terbuka 2018, Serena pun harus absen dalam perebutan gelar di Australia Terbuka 2018. Capaian ini membuat kans Serena untuk merebut gelar Grand Slam di nomor tunggal putri untuk yang ke-24 kalinya semakin tinggi.
Menyoal kompetisi Grand Slam, Wimbledon dan Australia Terbuka menjadi yang paling akrab dengan Serena. Sebabnya, dibandingkan dengan dua turnamen lainnya, Serena paling sering merebut gelar Grand Slam di Wimbledon (7 gelar) dan Australia Terbuka (7 gelar). Perbandingannya, ia mengoleksi tiga gelar di Prancis Terbuka dan enam gelar di Amerika Serikat Terbuka.
Berkat kemenangan atas Gorges ini, Serena akan bertemu dengan petenis asal Jerman, Angelique Kerber , di final. Berbeda dengan Serena, Kerber belum pernah sekalipun merebut gelar di Wimbledon. Bahkan, ini baru kedua kalinya ia menjejak ke partai puncak. Tahun 2016 menjadi titik temu pertama Kerber dengan final Wimbledon. Sayangnya, ia kalah dari Serena dalam dua set langsung 5-7, 3-6.
ADVERTISEMENT
"Ini benar-benar gila! Saya bahkan tidak tahu apa yang saya rasakan saat ini karena pada awalnya, saya tidak berekspektasi sampai ke tahap ini. Terlebih bila melihat perjalanan saya di 16 bulan belakangan. Kalian harus tahu ini. Ada banyak hal yang sebenarnya tidak saya pahami hingga sekarang. Namun, saya harus bekerja untuk memperbaiki semuanya," jelas Serena dalam wawancara seusai laga, mengutip laman resmi Wimbledon.
"Di Wimbledon ini saya merasa tidak punya apa-apa. Namun, ini pulalah yang membuat saya bisa bermain dengan lepas. Mengingat beberapa bulan belakangan, saya sadar saya mengalami proses persalinan yang sulit."
"Saya harus empat kali naik meja operasi. Bahkan saya begitu kesusahan untuk berjalan dari dalam rumah ke kotak surat di halaman. Makanya, saya pikir, bukan hal yang normal kalau saya bisa sampai ke final Wimbledon. Atas segala hal ini, saya memutuskan untuk menerima dan menikmati setiap momen yang ada," tutur Serena.
ADVERTISEMENT
Serena memang patut berbahagia. Bagaimanapun, Grand Slam adalah gelar yang teramat penting bagi siapa pun yang menyandarkan hidupnya pada tenis. Apalagi, ini Wimbledon. Turnamen yang tak cuma sarat historis, tapi juga prestise.
Kerber yang menjadi lawan di final pun tak akan membiarkan Serena melakoni laga dengan mudah. Tidak ada yang tahu seperti apa ujung laga final yang bakal digelar pada Sabtu (14/7/2018) ini. Namun, siapa pun yang keluar sebagai juara, ia bakal menjadi bukti bahwa kemenangan dapat direbut saat seseorang menolak untuk meringkuk di hadapan kemustahilan.